Tepat sebulan lalu Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno menyatakan keinginannya untuk menata Pasar Tanah Abang seperti Grand Bazaar yang ada di Istanbul. Seperti dilansir oleh laman Tempo, Sandi menyatakan bahwa ada kemiripan, dan Tanah Abang ada potensi pusat perdagangan terbesar di ASEAN dari segi jumlah pedagangya, juga dilihat dari jumlah aktivitas sosialnya (baca: Sandiaga Uno Tata Pasar Tanah Abang seperti Grand Bazaar Istanbul).
Selanjutnya pada awal pekan di Desember, Sandi juga melontarkan idenya terkait dengan sejumlah perhatian khusus dalam penataan Pasar Tanah Abang. Menurutnya, dalam pengelolaannya nanti ia menjanjikan akan memperhatikan tiga pilar utama. Pertama, memuliakan pejalan kaki. Kedua, memastikan terbukanya lapangan kerja dan ekonomi bagi rakyat miskin. Ketiga, terintergasinya sarana transportasi dan memastikan semua sarana transportasi diberikan ruang untuk beroperasi.
Sebelumnya sekitar pekan ketiga pada November lalu, berita perihal kemacetan Pasar Tanah Abang sempat ramai lantaran pernyataan Sandi yang menyebut pejalan kakilah pelakunya. Beberapa hari kemudian, ia berkata bahwa penataan Pasar Tanah Abang bakal “merangkul preman.”
Akan tetapi, tiga hari berikutnya, omongan itu ia koreksi; bahwa kawasan Pasar Tanah Abang semrawut lantaran pembangunan jalan; bahwa kemacetan di sana karena pejalan kaki yang keluar dari Stasiun Tanah Abang; bahwa banyak angkot yang ngetem di bahu jalan menambah dua kemungkinan tersebut (baca: sandiaga-uno-yang-asal-omong-soal-tanah-abang-cz5m).
Ide-ide positif tentang pembangunan tentu saja harus disambut dengan baik oleh publik. Para pejabat daerah yang mendapatkan mandat resmi dan bertugas di bawah amanat konstitusi harus bisa menjalankan tugas dengan ideal dan menciptakan kesejahteraan sosial.
Masih teringat dalam memori publik, pada Juli lalu Presiden PKS Sohibul Iman menyampaikan keinginannya kepada Anies-Sandi agar bisa bekerja lebih baik daripada Ahok-Djarot. Selain itu, dirinya juga berpesan sekaligus mengibaratkan Jakarta sebagai Istanbul dari timur. “Kami katakan kepada keduanya, kami ingin jadikan Jakarta ini ibaratnya Istanbul dari timur” (klik: presiden-pks-kami-ingin-jadikan-jakarta-seperti-istanbul).
Sebagai partai pengusung dalam perhelatan pilkada DKI Jakarta lalu, PKS tentu saja menaruh harapan yang besar kepada Anies-Sandi dalam lima tahun kepemimpinannya di ibukota Indonesia tersebut.
Adapun daftar mengenai janji-janji Anies-Sandi saat kampanye pilkada adalah ini (janji-janji-anies-sandiaga). Salah satu yang menarik adalah melibatkan ormas dalam menata pasar tradisional serta menambah jumlah pasar tradisional.
Pasar Tanah Abang sudah lama dikenal dan gaungnya di kawasan Asia Tenggara sebagai pasar terbesar dan terpadat menjadi label yang belum ada bisa menyainginya. Pengelolaan pasar terkadang menimbulkan polemik bagi publik jika tidak bisa dikelola dengan manajemen yang baik.
Pasar Grand Bazaar di kota Istanbul merupakan salah satu pasar tertutup tertua dan terbesar di dunia. Menurut Kenan Mortan dan Önder Küçükerman dalam karyanya Çarşı, Pazar, Ticaret ve Kapalıçarşı (2010), pembangunan Grand Bazaar atau Kapalı Çarşı (Pasar Tertutup) dimulai pada tahun 1461 oleh Fatih Sultan Mehmet.
Grand Bazaar menjadi destinasi utama para wisatawan yang melancong di Istanbul sekaligus lokus berbelanja sembari menikmati suasana sejarah yang ada di sekitarnya. Lokasinya yang sangat strategis dan relatif dekat dengan tempat wisata seperti Masjid Sultanahamet, Masjid Sulaymaniye, dan Hagia Sophia telah membuat Grand Bazaar sebagai salah satu pusat berbelanja yang sangat banyak dikunjungi. Tercatat sekitar 400 ribu pengunjung setiap harinya berkunjung ke pasar yang lokasinya dekat dengan gerbang kampus utama Istanbul University ini.
Dalam laman websitenya, kapalicarsi.com.tr, pasar ini memiliki sekitar 3600 toko, 65 sokak (jalan yang menyerupai gang) dengan total luas lahan 110.868 meter persegi, area pasar sekitar 45.000 meter persegi . Pasar ini menjual beragam kebutuhan seperti emas, tekstil, cinderamata, karpet, jilbab, dan sebagainya (kapalicarsi.com.tr).
Untuk masuk ke dalam Grand Bazaar, para pengunjung bisa melalui beberapa sisi karena pasar ini memiliki 22 pintu. Akses untuk menjangkaunya sangat mudah karena sistem transportasi kereta tram persis berada di samping pasar, dengan nama stasiun yang juga sama: ‘Beyazit Kapalı Çarşı’.
Sebenarnya juga ada transportasi lainnya seperti bus kota yang juga berada di dekat stasiun. Pada jam-jam tertentu, lokasi ini sangat padat dan macet, misalnya pada jam kerja dan pulang kantor (yoğun saatler).
Nilai historis pasar ini menjadi faktor utama para wisatawan untuk sekadar berkunjung ataupun berbelanja. Salah satu atraksi dalam film James Bond, Skyfall, juga pernah dilakukan di sini.
Sebagai catatan, harga barang-barang yang dijual di Grand Bazaar bisa dikatakan terbilang sangat mahal jika dibandingkan dengan beberapa pasar lainnya yang ada di Istanbul.
Dalam perkembangan zaman, Grand Bazaar tentu saja tidak lepas dari masalah ataupun pengelolaannya. Istanbul sebagai kota terbesar dan terpadat di Turki berhadapan secara langsung dengan realitas sosial dan juga arus pendatang yang sangat kalabalık (ramai, macet). Selain itu, harga properti termasuk biaya hidup, sewa rumah dan toko di Istanbul terbilang sangat mahal jika dibandingkan dengan kota lainnya.
Menurut data properti yang ada di Istanbul, Eva Gayrimenkul Değerleme pada Agustus 2015 memberikan informasi daftar harga sewa properti. Kalpakçılar, salah satu bagian di Grand Bazaar, lebih dikenal sebagai “The heart of the Grand Bazaar” sebagai lokasi dengan biaya sewa termahal. Nilai sewa per bulan mencapai US$2.000-3.000 per meter persegi. Harga tersebut melampaui daerah lainnya seperti İstiklal Caddesi—kawasan wisata dan belanja Taksim Square—ataupun Pasar Beşiktaş (baca ini: https://www.dailysabah.com/real-estate)
Mahalnya harga sewa di Grand Bazaar adalah masalah serius yang dihadapi oleh para penjual. The Guardian dalam “Turkish Traders Artisans Fear Future Istanbul Grand Bazaar”, menemukan beberapa fakta tentang dampak dari renovasi dan mahalnya harga sewa toko. Sebagai pasar yang memiliki daya tarik dengan latar belakang sejarah dan peradaban yang besar, Grand Bazaar juga mengalami beberapa kali renovasi.
Berdasarkan laporan yang ditulis The Guardian pada 2015 tersebut, pemerintah wilayah Fatih berencana melakukan renovasi kawasan pasar dengan biaya sebesar 250 juta Lira (61 juta Poundsterling). Beberapa kekhawatiran juga muncul di antaranya adalah dampak dari renovasi yang akan menghilangkan bangunan bersejarah dan menggantinya dengan hotel.
Pada April 2015, protes juga datang dari para pemilik toko di Grand Bazaar. Diketahui polisi dengan paksa mengusir beberapa penyewa di sana dan kejadian ini tepat sehari setelah 20 orang pemilik toko menolak untuk meninggalkan pasar sebagai bentuk protes atas renovasi (baca ini: http://www.hurriyetdailynews.com/istanbuls-560-year-old-grand-bazaar).
Fenomena perihal harga sewa toko yang mahal menjadi masalah utama bagi para pelaku bisnis. Kondisi ini bisa mengakibatkan turunnya daya beli masyarakat dan akan berdampak secara langsung dengan kondisi ekonomi di dalam negeri. Fakta ini ditegaskan oleh Ahu Özyurt dalam opininya yang berjudul The Grand Bazaars Grand Crisis–104848 menulis bahwa pemerintah harus segera mencari jalan keluar dari permasalahan yang ada.
Ide Sandi untuk menerapkan konsep Transit Oriented Development (TDO) ala Grand Bazaar Istanbul untuk Pasar Tanah Abang harus terus dikaji dengan serius. Jika saja ingin meniru Grand Bazaar Istanbul tentu saja perlu riset sosial yang mendalam, terutama terkait hal-hal yang secara langsung menjadi kebutuhan pokok para penjual dan pengunjung pasar.
Sandiaga Uno yang dinobatkan Forbes sebagai salah satu orang terkaya di Indonesia pasti memiliki konsep dan visi yang mumpuni dalam hal manajemen. Dengan latar belakangnya sebagai pengusaha sukses dan kini sedang berada dalam lingkaran sistem pemerintahan, Sandi tentu bisa mewujudkan kesejahteraaan sosial yang merata untuk pembangunan publik Jakarta. Kita tunggu.
Kolom terkait:
Dari PKS untuk Poros Jakarta-Istanbul
Anies-Sandi versus PKL Tanah Abang