Minggu, November 10, 2024

Jusuf Kalla, Pilpres 2019, dan Masa Depan PDI Perjuangan

Izzul Muslimin
Izzul Muslimin
Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah 2006-2010
- Advertisement -

Usulan Puan Maharani untuk menduetkan kembali pasangan Jokowi-Jusuf Kalla di Pilpres 2019 menghangatkan jagat politik Indonesia. Atas usulan tersebut, awalnya JK menolak. Maklum, usia JK nanti di Pilpres 2019 sudah mencapai 77 tahun, usia yang sudah tergolong sangat sepuh.

Berpolitik memang tidak mengenal usia, namun menjadi wakil presiden yang kegiatannya sangat padat tentu membutuhkan kondisi fisik yang prima. Namun, karena saking kuatnya permintaan itu akhirnya JK menyatakan akan menyerahkan sesuai aturan konstitusi, apakah boleh JK maju kembali menjadi calon wakil presiden (cawapres) di 2019.

Sebab, konstitusi mengatur jabatan presiden dan wakil presiden untuk satu periode, dan dapat dipilih kembali sekali lagi pada periode berikutnya. Masalahnya, JK menjadi wakil presiden tidak secara berturut turut, tetapi ada jeda satu periode. Oleh karena itu, pihak Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan meminta fatwa Mahkamah Konstitusi (MK) terkait preseden tersebut.

Menarik untuk dicermati mengapa PDIP tiba-tiba memunculkan wacana agar JK kembali maju mendampingi Jokowi. Ada beberapa pertimbangan yang bisa dikemukakan.

Pertama, elektabilitas Jokowi untuk maju kembali di Pilpres 2019 dinilai belum aman. Meskipun selama ini dari berbagai survei Jokowi selalu menempati posisi teratas sebagai capres 2019, namun berdasarkan survei pula Jokowi masih belum bisa mencapai nilai elektabilitas aman secara psikologis di atas 60%.

Artinya, Jokowi membutuhkan pendamping yang bisa mengamankan elektabilitasnya. JK dianggap bisa menutupi kekurangan Jokowi, yaitu mengambil dukungan dari kelompok Muslim dan luar Jawa. JK juga tokoh senior Partai Golkar yang saat ini menjadi pemenang kedua Pemilu 2014 setelah PDIP.

Kedua, usulan menduetkan Jokowi-JK yang disampaikan oleh Puan Maharani menjadi sinyal bahwa PDIP tidak mungkin mengambil spekulasi memunculkan nama lain menjadi pendamping Jokowi yang kemungkinan punya peluang untuk maju menjadi capres di 2024.

PDIP menyadari tidak mungkin menduetkan Jokowi dengan kader PDIP karena jelas tidak akan menambah perolehan suara. Namun, PDIP juga tidak mau jika justru nanti memberi karpet merah kepada pihak di luar PDIP untuk menjadi capres 2024 yang akan datang. Dengan dipilihnya JK, sangat kecil kemungkinan JK akan maju di Pilpres 2024.

Ketiga, sudah menjadi rahasia umum bahwa hubungan Jokowi-JK sempat memburuk pasca reshuffle kabinet pertama yang menggeser nama-nama menteri yang dianggap dekat dengan JK seperti Anies Baswedan, Yuddy Chrisnandi, dan Ferry Mursidan Baldan. Ketiga orang tersebut adalah kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang dianggap dekat dengan JK, meski diusulkan dari pintu yang berbeda.

Puncak perseteruan itu terjadi saat Anies Baswedan diusung dalam Pilkada DKI Jakarta dan berhasil mengalahkan Ahok-Jarot yang didukung PDIP. Kejadian tersebut menjadi pelajaran berharga bagi PDIP dan Jokowi untuk tidak main-main dengan JK.

- Advertisement -

JK dianggap masih memiliki kekuatan politik yang kuat, yang jika tidak dirawat oleh PDIP dan Jokowi justru bisa berdampak merugikan. Dengan mengusulkan kembali JK untuk mendampingi Jokowi dalam Pilpres 2019, akan menutup peluang JK untuk menjadi lawan politik bagi PDIP dan Jokowi di Pilpres 2019. Anies Baswedan yang katanya digadang-gadang akan maju di Pilpres 2019 juga akan sungkan jika harus berhadapan dengan JK.

Pendaftaran pasangan capres dan cawapres memang sudah semakin dekat. Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjadwalkan pada tanggal 4-10 Agustus 2018. Jika nanti Mahkamah Konstitusi mengeluarkan fatwa bahwa JK tidak boleh lagi maju mendampingi Jokowi, maka ini menjadi pekerjaan rumah yang berat bagi PDIP untuk mencari figur siapa yang pantas mendampingi Jokowi.

Persoalannya memang tidak sekedar soal menang atau kalah dalam pilpres, tetapi juga soal suksesi kepemimpinan di tahun 2024 yang akan datang. Bisa jadi PDIP akan meminta nama cawapres kepada JK. Dengan demikian, JK dijamin tidak akan berada dalam posisi berseberangan dengan PDIP.

Namun, pada sisi lain, PDIP juga harus berhitung apakah nama yang diusulkan JK nantinya justru yang akan mencuri peluang maju jadi capres 2024. Kita tunggu bagaimana PDIP akan menyiapkan kandidat cawapres sebagai alternatif pengganti JK.

Kolom terkait:

Menimbang Pemenang Pilpres 2019

Pilkada 2018: Pilkada Rasa Pilpres 2019

Pilpres 2019 Dimulai Saat Gubernur Jakarta Dilantik

Peta Politik Pilkada 2018 dan Peluang Jokowi

Izzul Muslimin
Izzul Muslimin
Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah 2006-2010
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.