Ketika Fahri Hamzah atau Fadli Zon berkicau di Twitter dengan komentar aneh dan provokatif, dalam sekejap seribuan orang menanggapi dengan aneka cacian, hinaan lengkap dengan kata-kata pedasnya. Dua politisi inilah yang kerap disergap oleh aneka hujatan, setelah seorang petinggi MUI yang gemar juga berkicau nyeleneh.
Jika kita perhatikan, dua politisi itu tidak menanggapi aneka hujatan yang muncul. Hanya sesekali saja Fahri Hamzah menanggapi. Itu pun yang terbatas pada dua tiga orang yang dia anggap pantas untuk ditanggapi seperti Prof Mahfud MD atau Tsamara. Dan komentarnya pun sekadar “colek-colek dikit.” Setelah itu, mereka menggembara lagi dengan komentar-komentar barunya. Ada apa ini?
Politik Joker
Ada kabar bahwa Fahri Hamzah dan Fadli Zon mengamati dengan seksama sambil kadang tertawa-tawa melihat perjalanan komentar Twitternya. Fahri diketahui memasang TV LCD 32 inch yang khusus memantau perkembangan Twitternya. Jadi, mereka bukan orang bodoh seperti yang disangka banyak orang. Mereka ini adalah pemegang kartu joker dalam permainan politik.
Bagi penjudi, joker adalah kartu yang ditunggu-tunggu karena menjadi penentu kemenangan. Kartu ini bisa dipakai apa saja yang mempermudah pemain memenangkan taruhan. Dalam konteks ini, Fahri Hamzah dan Fadli Zon pemegang kartu joker dalam abad digital yang telah menciptakan revolusi dalam berpolitik.
Hanya dengan 140 karakter, kedua politisi ini bisa menyetir opini publik ke mana pun dia mau sesuai agenda politik mereka. Media sosial telah menciptakan cara-cara sederhana untuk menjaring pendukung hanya dengan sederet kata singkat yang provokatif tanpa perlu keluar banyak duit.
John Parmelee, penulis Politics and Twitter Revolution, berujar bahwa media ciutan ini mampu menyetrir agenda pemberitaan media arus utama tentang topik apa saja yang harus diliput. Tambahnya, Twitter telah digunakan oleh politisi untuk mempengaruhi pihak-pihak yang berpengaruh.
Donald Trump secara nyata menyetir agenda peliputan media di seluruh Amerika. Dia menciptakan diskursus yang masif, namun sekalipun dia tidak pernah terpengaruh untuk mengubah kebijakannya. Bahkan ada yang tadinya menentang jadi terpengaruh dan akhirnya mendukung, paling tidak menyetujui, kebijakannya. Tidak heran jika di tengah hujatan, pendukung Trump tidak pernah berkurang malahan kemungkinan bertambah.
Trump tahu persis bahwa dunia media sosial seperti pasar yang hiruk pikuk, semua orang bicara tapi tidak ada akhirnya. Lenyap begitu saja dan semua orang berjalan dengan agenda mereka masing-masing.
Kondisi inilah yang diinginkan oleh para joker politik. Merekalah yang tahu apa agenda di balik semua komentarnya. Mereka membalikkan pandangan bahwa komentar “bodoh” yang terus menerus dikeluarkan membuat mereka tidak akan terpilih lagi. Mereka tidak takut dengan pandangan netizen bahwa ulah itu hanya mempermalukan dan merendahkan harkat martabat mereka sendiri.
Nyatanya, para joker politik ini tengah menghimpun massa lewat kekuatan dan kharisma primordial yang sangat kental dalam perpolitikan di Indonesia di konstituennya dan di kalangan mereka yang berseberangan dengan pemerintah.
Block Vote
Sampai sekarang tidak ada bukti komentar nyeleneh di media sosial berdampak buruk pada elektabilitas seorang anggota Parlemen. Di alam nyata, masyarakat menganggap apa yang media sosial hanyalah main-main saja.
Saya pernah beberapa kali hadir dalam acara kunjungan wakil rakyat ketika reses . Beberapa di antara mereka dari partai yang kontroversial di media sosial. Nyatanya mereka disukai dan dicintai konstituennya. Masyarakat memandang anggota parlemen ini selalu bagi-bagi rejeki.
Dalam kunjungan tersebut, para wakil rakyat menyodorkan aneka fasilitas yang diberikan secara langsung dan janji-janji masa depan yang bisa ditagih oleh massa pendukungnya. Misalnya saja, langsung meminta stafnya mencatat nama-nama warga yang belum punya BPJS untuk mendapatkan KJS gratis. Atau langsung memberikan santunan dan bea siswa di hadapan warga.
Mereka juga mengajarkan trik-trik untuk memaksa pemerintah membayar atau mengerjakan sesuatu dengan memanfaatkan celah undang-undang. Jika mentok, para anggota Dewan itu berkata, “Jika ada masalah dengan lurah, camat atau pejabat Rumah Sakit, telepon saya langsung. Ini nomor HP saya dan temui saya di jam-jam ini di rumah. Saya akan melayani Anda.”
Semua orang tepuk tangan dan memuji-muji. Wajah rakyat yang diundang makin cerah karena di akhir acara ada bingkisan berupa uang dan sembako lengkap dengan kartu nama anggota Dewan itu.
Cara-cara demikian ini telah menciptakan blok pemilih solid yang pasti akan memilih mereka kembali. Harap juga diingat, para wakil rakyat itu juga punya tim lapangan tangguh yang mampu menangkap aspirasi masyarakat. Mereka memakai falsafah sederhana, “Ada gula, ada semut .”
Jadi, jangan heran jika ada seorang yang terpilih menjadi anggota parlemen daerah dari partai gurem karena berhasil menyakinkan masyarakat jika terpilih, dia akan membuat jalan-jalan mulus di sekitar kompleks perumahan warga. Dan memang jalan itu dibuat setelah dia terpilih.
Cara-cara demikian ini pastinya akan berulang pada Pemilu 2019, terlepas anggota parlemen atau partainya kontroversial di media sosial. Jadi, sekali lagi, jangan heran, misalnya, Fahri Hamzah masih bercokol di Senayan di 2019 karena didapuk oleh partai politik dan bahkan PKS merangkulnya kembali karena dia punya massa yang sangat besar.
Atau Fadli Zon terpilih kembali dan tersenyum mengejek para penghujatnya. Dan Anda.. ya Anda.. yang berharap mereka hancur, pasti “gondoknya” setengah mati…
Kolom terkait:
Fahri Hamzah dan Rontoknya Narasi Besar Status Quo Politik