Kamis, April 25, 2024

Ibu Kota Baru dan Mimpi Sang Bapak Proklamator

Roy Martin Simamora
Roy Martin Simamora
Peminat gender studies. Alumnus Hua-Shih College of Education, National Dong Hwa University, Taiwan.

Pemindahan ibu kota ke luar Jawa kembali menghangat. Jika melihat ke belakang, wacana pemindahan ibu kota sudah digaungkan sejak tahun 2010 yang lalu di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Muncul pertanyaan: mengapa pemindahan ibu kota harus dilakukan?

Berbagai alasan bermunculan, salah satunya adalah kemacetan yang melanda kota Jakarta. Saking parahnya tingkat kemacetan yang ada, sampai-sampai jika Jakarta diguyur hujan agak lama, sistem transportasi yang ada nyaris lumpuh seketika. Belum lagi jika ditambah dengan persoalan banjir akibat tumpukan sampah ibu kota yang dibuang begitu saja ke sungai. Tidak heran jika wacana pemindahan ibu kota mulai menghangat lagi di masa pemerintahan Jokowi sekarang ini.

Karena itulah, calon ibu kota baru akan keluar akhir tahun ini. Perpindahan ibu kota atau pusat pemerintahan negara adalah sesuatu yang sangat biasa, karena pernah dilakukan oleh banyak negara di dunia. Negara yang pernah berpindah ibu kota di antaranya adalah Turki (dari Istanbul ke Ankara), Brazil (dari Rio de Janeiro ke Brasilia), Amerika Serikat (dari New York ke Washington DC), Jepang (dari Kyoto ke Tokyo), Australia (dari Sidney ke Canberra), serta Jerman (dari Bonn ke Berlin).

Kemacetan dan banjir yang kian lama kian bertambah parah terjadi di Ibu Kota Jakarta tercinta menjadikan wacana pemindahan ibu kota ke kota lain menghangat kembali. Meskipun demikian, tak sedikit pula warga yang berpendapat sebaliknya. Berbagai permasalahan maupun segala kelebihan yang ada di Jakarta membuat pro dan kontra pemindahan ibu kota menjadi topik menarik untuk ditelisik.

Banyak yang berpendapat, alasan memindahkan ibu kota Jakarta tidak masuk akal. Opsi pemindahan ibu kota dari Jakarta sudah dikaji pemerintah sejak berbulan-bulan lalu. Saya masa ingat, di masa pemerintahan SBY dikatakan bahwa perlunya mengkaji wacana pemindahan ibu kota. Kondisi Jakarta sebagai sebuah ibu kota negara dirasakan semakin tidak nyaman. Beban fungsi pelayanan dan kelayakan Jakarta dirasakan semakin tidak optimal, terutama akibat penyimpangan penataan ruang dan mempertimbangkan kemacetan lalu lintas, bencana banjir, dan kerawanan gempa.

Ia menambahkan bahwa kebijakan memindahkan ibu kota negara dari Jakarta sangatlah relevan. Menurutnya, wacana pemindahan ibu kota juga dapat dilihat sebagai suatu upaya mendorong keseimbangan pembangunan wilayah dengan meredistribusi kegiatan  pemerintahan, bisnis, seni, budaya dan industri keluar wilayah Jakarta dan sekitarnya.

Di sisi lain, dengan pendapat berbeda, mantan Wakil Presiden, Jusuf Kalla yang juga Wakil Presiden RI sekarang ini—justru tak setuju dengan usulan pemindahan ibu kota dari Jakarta karena alasan banjir yang melanda kota Jakarta.

Menurut Kalla, solusi yang terbaik menangani banjir adalah memperbaiki infrastruktur Jakarta. Kalau ingin pindah, pertama, ke mana? Kedua, pindah kantor gampang, pindah orangnya bagaimana? Kalau pegawai pusat di Jakarta katakanlah 200 ribu orang di pusat, itu bagaimana caranya? Tidak semudah itu, kata Jusuf Kalla usai bertemu SBY di kantor Presiden, Jakarta, Jumat 18 Januari 2013. (Vivanews.com, 21/01/13)

Wacana pemindahan ibu kota Indonesia ke Kota Palangkaraya pernah diungkapkan Presiden pertama RI Soekarno saat meresmikan Palangkaraya sebagai ibu kota Provinsi Kalimantan Tengah pada 1957. Soekarno bahkan merancang sendiri kota yang diimpikannya menjadi ibu kota masa depan Indonesia.

Soekarno membayangkan di pusat kotanya itu ada jalan raya, ada Bundaran HI dan Tugu Selamat datang seperti di Jakarta. Di tengah Palangkaraya sudah dibangun sebuah bundaran yang dilengkapi enam persimpangan jalan. Begitulah kira-kira bayangan dari Soekarno dan alasan pemindahan ibu kota suatu saat nanti.

Rencana kawasan pembangunan kota Palangkaraya mencakup areal seluas 2.600 km persegi atau tiga kali lipat luas Jakarta saat ini. Palangkaraya yang terletak di Pulau Kalimantan berdekatan dengan sejumlah negara, seperti Malaysia, Brunei, dan Singapura. Lokasi ini dinilai strategis karena tidak terlalu ke barat ataupun timur. Palangkaraya juga adalah daerah aman gempa karena tidak masuk ‘ring of fire’ dan tidak ada gunung berapi disana.

Jika melihat impian dari Bung Karno di atas, bukan tidak mungkin pemindahan ibu kota dapat dilakukan. Tapi, itu semua perlu ada pertimbangan yang matang agar tidak menyesal di kemudian hari. Negara-negara yang pernah berpindah ibu kota pasti berpikir tiga kali untuk memindahkan ibu kotanya.

Salah satu negara yang pernah berpindah ibu kota adalah Brasil. Kurun waktu 1763 hingga 1960, Ibu Kota Rio de Janeiro menjadi pusat negara Brasil, namun kini sudah berpindah ke Brasilia. Pemindahan ini atas prakarsa mantan Presiden Juscelino Kubitschek yang menilai kawasan itu sudah terlalu padat dan tidak tertib. Namun, di masa awal memindahkan ibu kota, dia malah susah payah menghijrahkan fungsi-fungsi pemerintah bahkan dua dekade setelah itu, pemerintah masih mengiming-imingi warga dengan uang bagi yang mau menetap di Brasilia.

Jelas terlihat memindahkan sebuah ibu kota ke kota lain bukanlah perkara gampang. Banyak pertimbangan yang perlu diperhatikan, salah satunya memindahkan kantor pemerintahan pusat. Memindahkan ibu kota bukan seperti semudah kita membalikkan telapak tangan. Perlu sinergitas dan dikaji lebih teliti dan mendalam agar tak menjadi persoalan pelik di kemudian hari.

Melihat dualisme pendapat mengenai usulan pemindahan Ibu Kota Jakarta di tengah kepungan banjir dan kemacetan akut, saya berpendapat sebaiknya wacana pemindahan ibu kota dipikirkan secara matang-matang.

Sejurus dengan itu, banjir yang mengepung kota Jakarta harus dijadikan pelajaran yang berharga di kemudian hari agar semua manusia lebih tanggap akan bahaya banjir. Sesungguhnya, problem utamanya adalah kurangnya kesadaran masyarakat akan mencintai lingkungan. Sejatinya, banjir merupakan sebuah pesan alam yang tak bisa dielakkan akibat keteledoran kita.

Mencintai lingkungan layaknya seperti kita mencintai diri kita sendiri. Kita hanya dituntut untuk selalu memelihara kebersihan dan jangan membuang sampah sembarangan.

Kolom terkait:

Pemindahan Ibu Kota Negara: Dari Imam Ali, Sukarno, hingga Anies Baswedan

Belajar Melupakan Jakarta

Saatnya Jokowi Memindahkan Ibu Kota

Keniscayaan Ibu Kota Baru

Bedol Ibu Kota bukan Bedol Desa

Roy Martin Simamora
Roy Martin Simamora
Peminat gender studies. Alumnus Hua-Shih College of Education, National Dong Hwa University, Taiwan.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.