Di Indonesia, ada penyakit gila PKI. Sedikit-sedikit PKI. Sedikit-sedikit PKI. Sepertinya, PKI ada di mana-mana. Di sekolah, di kantor, di masjid, di terminal, di kampus. Bahkan ada PKI di lembaran uang kertas.
Ingat, waktu Rizieq Shihab menunjukkan gambar logo BI pada uang kertas baru yang ditudingnya sebagai manifestasi gambar palu-arit? Gambar rectoverso logo BI itu sama sekali tidak seperti palu, apalagi arit. Tapi apakah penting gambar itu seperti apa? Saya rasa bukan itu maksud Rizieq.
Jika pun gambarnya berbentuk kepiting, memang siapa yang bisa menyalahkan jika Rizieq berpikiran cangkang kepiting itu mirip palu dan arit yang sedang ngambek? Bukankah tidak semua orang punya nilai bagus dalam pelajaran menggambar? Saya sendiri melihat gambar rectoverso logo BI itu malah seperti lambang apotek, mirip ular melilit gelas.
Tapi, sudahlah, tidak penting juga apa gambar itu sebenarnya. Yang mau disampaikan Rizieq waktu itu adalah pemerintah sedang berusaha menyelipkan logo PKI pada lembaran uang kertas.
Mau yang lebih gila lagi? Tengku Zulkarnaen dalam salah satu cuitannya meng-upload gambar gedung Alexis, yang katanya melambangkan tulisan PKI. Di atas gedung lokalisasi kelas atas itu memang ada ornamen suir-suir warna-warni. Eh, menurut tafsir Tengku, suiran itu membentuk huruf P, K, dan I. Padahal, orang juga bisa membacanya sebagai huruf H, huruf R kecil, gambar pedang atau mungkin hanya sekadar motif tanpa arti.
Kivlen Zein lain lagi; dia berteriak di Indonesia kini sudah ada 15 juta anggota PKI aktif, dan jika ditambah keluarganya bisa mencapai 60 juta orang. Busyet, 60 juta. Itu sama saja dengan seperlima penduduk Indonesia. Jika ada partai politik di Indonesia punya anggota militan sebanyak itu, kenapa tidak mendeklarasikan diri saja?
Amien Rais malah tidak kalah seru. Di tengah orasi soal Rohingya, ujug-ujug dia malah bicara soal pemerintah yang memberi jalan pada PKI untuk bangkit kembali. Entah apa alasan doktor ilmu politik ini bicara demikian. Tapi tidak penting ada alasan rasional juga sebetulnya. Yang penting, PKI dianggap bangkit. Yang penting, ada sesuatu yang menakutkan yang dijejalkan kepada rakyat.
Bagi kita yang terbiasa berpikir rasional pasti cengengesan mendengar info-info seperti ini. Tapi tidak demikian bagi orang yang tidak terlatih tersenyum. Mereka akan langsung naik darah mendengar kata kebangkitan PKI. Tidak perlu penjelasan rasional untuk membangkitkan emosi mereka. Sebab, berpikir dengan akal sehat memang bukan menjadi kebiasaan mereka.
Nah, isu kebangkitan PKI memang ditujukan untuk jenis orang-orang seperti ini. PKI adalah hantu yang diciptakan untuk menakut-nakuti rakyat. Hantu ini perlu diciptakan agar masyarakat punya perasaan terancam. Orang yang merasa terancam akan kehilangan rasionalitasnya. Lalu gampang diajak ngamuk. Atau gampang diombang-ambingkan keadaan.
Lalu, bagaimana dengan ajakan nonton bareng film Pengkhianatan G-30-S/PKI yang diajukan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo? Nah, ini bisa ditafsirkan dari dua sisi. Sisi positif, mungkin saja Panglima merasa hantu PKI ini sudah dijadikan isu murahan yang terus menerus dihembus-hembuskan untuk menjatuhkan pemerintahan Jokowi.
Apalagi tudingan Amien Rais itu merupakan tudingan yang serius. Oleh sebab itu, atas nama TNI, Gatot malah memerintahkan jajarannya untuk nobar film G-30-S/PKI, sekadar menunjukkan bahwa pemerintah sama sekali tidak punya kepentingan atas bangkitnya hantu seperti PKI.
Kedua, ada juga yang membaca bahwa mungkin saja langkah nobar itu justru seperti ikut-ikutan menyebarkan hantu PKI untuk membuat masyarakat takut. Di sini orang mencurigai Gatot sedang memanfaatkan posisinya untuk bermain politik. Setidaknya ikut meramaikan menyebaran hantu PKI yang sudah lama jadi bangkai. Ikut menyemarakkan ketakutan rakyat.
Kita tentu tidak mudah menerka arah kebijakan yang diambil Panglima TNI tersebut. Biarlah waktu yang akan membuktikan.
Yang lebih seru lagi, ada sekelompok orang yang besok (29 September) mau demonstrasi besar-besaran dengan agenda tolak kebangkitan PKI dan juga menolak kehadiran Perppu Ormas yang mencerabut izin HTI. Padahal salah satu butir dalam Perppu itu adalah melarang semua organisasi beraliran komunis. Ini adalah demonstrasi yang paling absurd yang pernah kita tahu.
Bagaimana mungkin menolak kehadiran PKI sekaligus menolak Perppu yang salah satu isinya melarang ormas berpaham komunis. Itu sama saja menolak kehadiran PSK, tapi sekaligus menentang penggusuran Kalijodo.
Sekali lagi, di sini tidak penting lagi rasionalitas. Tidak penting lagi isi pikiran. Sebab, hantu ya hantu. Untuk menakut-nakutin. Bukan untuk dipikirkan.
Tampaknya untuk menghadapi hantu PKI ini Indonesia membutuhkan kelompok Scooby Do. Anda tahu film kartun klasik ini, kan?
Scooby Doo adalah nama anjing penakut yang menjadi teman setia Shaggy, lelaki kerempeng berjenggot tipis dengan celana yang tidak cingkrang. Ada lagi teman lainnya, yaitu Fred Jones, Daphne Blake, dan Velma Dinkley. Nah, mereka inilah para pemburu misteri untuk dibongkar.
Satu hal yang bisa kita tarik pelajaran dari film Scooby Doo bahwa semua hantu dan kekuatan ghaib yang meneror masyarakat biasanya ada tokoh antagonis yang memetik keuntungan dari ketakutan masyarakat. Mereka berkepentingan untuk memelihara ketakutan itu. Itulah gunanya saat kecil kita nonton film kartun. Agar bisa memetik pelajaran dari sana.
Jadi, menjelang 30 September ini, mari kita saksikan kebangkitan PKI yang mirip hantu seperti kita menonton film Scooby Doo.
Atau mungkin bangsa ini membutuhkan Scooby Doo untuk membongkar siapa tokoh antagonis yang sedang menakut-nakuti rakyat dengan hantu kebangkitan PKI? Kalau itu sih, malaikat juga tahu. Siapa yang jadi kandidatnya…
Kolom terkait:
Yuk, Nonton Bareng G30S/PKI, Senyap, dan Jagal!