Sabtu, April 27, 2024

72 Tahun Kemerdekaan dan Isu-isu Krusial Kita

Mimin Dwi Hartono
Mimin Dwi Hartono
Staf Senior Komnas HAM. Tulisan ini merupakan pandangan pribadi.
Presiden Joko Widodo didampingi Ketua MPR Zulkifli Hasan menghadiri pembukaan Sidang Tahunan MPR Tahun 2017 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/8). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Kita, bangsa Indonesia, merayakan Hari Kemerdekaan ke 72 tahun pada 17 Agustus 2017. Secara umum, langkah perjalanan bangsa sudah berada pada rute yang benar. Akan tetapi, terdapat isu-isu krusial terkait dengan rute dan pencapaian kewajiban negara dalam menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-hak asasi manusia (HAM).

Kemerdekaan adalah hak segala bangsa, oleh karena itu segala bentuk penjajahan harus dihapuskan. Demikian penegasan di dalam Pembukaan UUD 1945.

Setiap orang dilahirkan setara dan bebas, demikian pula dengan setiap bangsa: berhak untuk merdeka. Kemerdekaan adalah fondasi dan pintu gerbang bagi bangsa dalam melaksanakan program dan kebijakan pembangunan di segala sektor untuk kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat, tanpa terkecuali.

Tidak boleh ada orang atau sekelompok orang atau sekelompok etnis atau wilayah, tidak terjamah oleh pembangunan. Setiap orang, apa pun latar belakang dan asal wilayah, berhak atas pembangunan dan untuk membangun. Namun faktanya, pembangunan belum merata di banyak sektor dan banyak wilayah.

Pembangunan masih terkonsentrasi di wilayah Indonesia Barat dan Indonesia Tengah. Sementara itu, wilayah Timur masih jauh dari nikmat pembangunan dan rasa satu bangsa. Akibatnya, kesenjangan kesejahteraan sosial dan ekonomi terjadi sangat tajam, antarwilayah khususnya Jawa dan luar Jawa. Indeks Gini, indeks yang mengukur kesenjangan ekonomi, pada 2011-2016, masih berkisar pada angka 0,40 persen (Sumber: Indonesia Invesment). Artinya, semakin tinggi Indeks Gini, semakin tajam kesenjangan yang terjadi.

Padahal, Produk Domestik Bruto meningkat tajam, dari US$163 miliar pada 1999 menjadi US$861 miliar pada 2015. Berdasar laporan Bank Dunia (2015), 20 persen kelompok orang kaya di Indonesia menguasai 80 persen ekonomi nasional.

Kebijakan prioritas Presiden Joko Widodo lewat Program Strategis Nasional yang melingkupi sekitar 265 proyek di berbagai wilayah diikhtiarkan untuk mengatasi kesenjangan dan memicu pembangunan antarwilayah.

Proyek itu di antaranya pembangunan pembangkit listrik 35.000 MW, ribuan kilometer jalan tol, puluhan pelabuhan, puluhan bandara, jalan trans Papua/Kalimantan, belasan waduk/bendungan dan belasan Kawasan Ekonomi Khusus. Adapun dana yang dibutuhkan oleh merealisasikan proyek-proyek itu mencapai sekitar Rp 5.000 triliun.

Namun demikian, niatan baik dari kebijakan prestisius itu jangan lantas menimbulkan persoalan lebih lanjut, seperti pengabaian dan pelanggaran HAM. Atau, malahan menciptakan koridor ekonomi baru yang eksklusif dan membuat kesenjangan ekonomi pindah ke daerah-daerah tertentu.

Maka, agar tetap dalam koridor penghormatan dan perlindungan HAM, pemerintah harus menyiapkan instrumen “Human Rights Safe Guard.” Kita menginginkan pembangunan yang berdampak positif pada penikmatan dan pemenuhan HAM, bukan sebaliknya.

Ikhtiar yang “cukup positif” di ranah sosial dan ekonomi di antaranya melalui skema Proyek Strategis Nasional, ternyata tidak sejalan dengan penghormatan dan pemenuhan hak-hak sipil dan politik.

Terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2/2017 tentang Pembubaran Ormas telah mengancam hak-hak sipil dan politik warga negara. Hal ini karena di dalamnya memotong (by pass) due process of law atas mekanisme pembubaran ormas tanpa melalui pengadilan.

Perppu juga mengkriminalkan keanggotaan seseorang pada ormas yang dilarang oleh pemerintah. Bahaya lebih lanjut dari Perppu ini adalah potensi terjadinya tindakan sewenang-wenang oleh negara atau organisasi masyarakat tertentu terhadap orang atau sekelompok orang yang menjadi anggota ormas yang telah dibubarkan pemerintah. Hal ini, misalnya, berpotensi terjadi pada anggota HTI , khususnya yang berprofesi sebagai dosen dan aparatur sipil negara.

Pembentukan Satuan Tugas oleh Menteri Dalam Negeri untuk menelusuri dan mengidentifikasi anggota HTI patut dikritisi karena berpotensi terjadinya abuse of power dan pelanggaran HAM. Padahal, proses gugatan atas Perppu Ormas juga sedang berjalan di Mahkamah Konstitusi.

Pun dengan eksekusi atas mereka yang terindikasi terlibat dalam perdagangan narkoba yang diduga sewenang-wenang. Beberapa waktu lalu Presiden Jokowi telah meminta tindakan tegas terhadap mereka yang terkibat dalam bisnis narkoba, yaitu dengan menembak mati. Instruksi ini dikhawatirkan diterjemahkan lain oleh aparat hukum di lapangan.

Kita sepakat dan tidak membantah bahwa narkoba adalah musuh terbesar kita sebagai bangsa. Narkoba harus diberantas seakar-akarnya, tanpa ampun! Namun, harus menghormati dan dalam koridor due process of law. Pelanggaran hukum tidak bisa diatasi dengan bentuk pelanggaran hukum yang lain.

Sebagaimana dilansir the Jakarta Post (14/8/17), sejak Januari-Juli 2017, ada 56 orang yang diduga terlibat dalam bisnis narkoba, telah ditembak mati (extrajudical killing). Amnesti Internasional Indonesia menyebutkan hal itu sebagai sebagai tindakan yang sewenang-wenang dan meminta adanya investigasi. Dikhawatirkan, penanganan kejahatan narkoba model Duterte, yang telah membunuh 8.000 orang yang diduga terlibat dalam bisnis narkoba, akan ditiru oleh Pemerintah Indonesia.

Lebih jauh, isu SARA dikhawatirkan akan tetap dijadikan sebagai senjata politik untuk memenuhi ambisi dan libido politik niretika dan minus moral. Politisasi dan kapitalisasi SARA sangat berbahaya karena langsung menyentuh hal yang esensial dan mendasar kemanusiaan kita sebagai bangsa Indonesia.

Pada 2018, akan ada ratusan pilkada di tingkat provinsi dan kabupaten. Lebih khusus, kita harus mewaspadai dan mencegah isu SARA dipergunakan di Pilkada Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Pihak yang menjadi pemenang di tiga wilayah yang paling banyak jumlah pemilihnya itu akan memiliki modal penting dalam Pemilihan Presiden 2019.

Perang terhadap korupsi juga masih jauh dari selesai. Kasus teror yang menimpa Novel Baswedan, menjadi pekerjaan penting bagi Presiden Jokowi dan Kapolri untuk menguak dan menuntaskannya secara transparan. Meskipun KPK tidak berhenti menindak para koruptor, akutnya korupsi telah menjangkiti segenap sendi kehidupan. Tidak ada jawaban lain, selain kita semua harus terlibat mencegah dan menumpas korupsi. Korupsi yang akut akan mengerogoti kekuatan dan kemerdekaan bangsa kita.

Kita pantas dan harus bersyukur atas nikmat dan rahmat kemerdekaan yang telah dianugerahkan kepada bangsa Indonesia. Usia 72 tahun bukan usia yang muda, namun juga bukan usia yang matang sebagai sebuah bangsa.

Kita jangan lantas berpuas diri dengan pencapaian yang ada, karena rajutan nasionalisme, kebersatuan, dan kebangsaan kita masih mudah goyah dan diancam oleh riak-riak SARA, korupsi, pelanggaran HAM, serta kesenjangan kesejahteraan sosial dan ekonomi yang masih akut.

Presiden Joko Widodo dan jajaran pemerintahannya mengemban tugas yang berat di tengah berbagai intrik politik, yakni memelihara persatuan dan kesatuan serta memakmurkan rakyat seluruhnya. Presiden Jokowi memimpin bangsa di tengah friksi dan fragmentasi para elite negara atas dasar kepentingan ekonomi dan politik yang bisa “menusuk” dari dalam.

Maka, ungkapan Bapak Proklamator Ir Soekarno masih tetap relevan dan kontekstual sampai sekarang, bahwa perjuangan memimpin bangsa saat ini lebih berat karena “menghadapi musuh dari bangsa sendiri.”

Akhirnya, dirgahayu Negara Kesatuan Republik Indonesia, semoga tetap abadi dan berdiri kokoh dalam pilar penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Merdeka!!!

Baca juga:

Mengenang Kemerdekaan, Mengenang Franky

Memperalat Negara [Renungan 71 Tahun Kemerdekaan Indonesia]

Memimpin Kemerdekaan [Refleksi 71 Tahun Kemerdekaan Indonesia]

Mimin Dwi Hartono
Mimin Dwi Hartono
Staf Senior Komnas HAM. Tulisan ini merupakan pandangan pribadi.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.