Dalam mempelajari sistem politik, para antropolog mengkaji berbagai cara yang dilakukan orang untuk memperoleh kekuasaan. Atau mempelajari kemampuan seseorang (baca: otoritas) untuk membuat orang lain melakukan apa yang diinginkannya, sehingga dapat diterima secara sosial dalam meraih dan menggunakan kekuasaan.
Jika ilmuwan politik fokus pada partai politik, pemilu, elektabilitas dan elektoral paslon dan persoalan negara-bangsa lainnya, maka antropolog politik lebih berminat dalam mengkaji organisasi politik dari berbagai jenis masyarakat, seperti masyarakat kota, desa, masyarakat asli dan lokal, pesisir, pedalaman dan “kampung” atau enklave-enklave yang ada di perkotaan (urban areas) (Elaine M Reeves 2010: 182-190).
Fokus kajiannya adalah pada sistem tipologi dalam organisasi politik seperti tipe kepemimpinan, integrasi dan kohesi sosial di masyarakat, mekanisme pengambilan keputusan dan tingkat kendali (kontrol) atas masyarakat (Bonvillain 2010: 303). Seperti halnya sistem tipologi lainnya, tipe-tipe ini bersifat ideal dan terdapat variasi dalam kelompok serta bagaimana mencapainya.
Saat ini berbagai jenis organisasi politik beroperasi dalam sistem negara-bangsa modern termasuk Indonesia. Sayangnya, masih sedikit antropolog yang mengkaji aspek ini. Mengapa? Persoalannya adalah masih banyak yang melihat antropologi melulu tentang masyarakat tradisional dan primitif. Antropologi tidak cocok untuk orang kota! Itu pandangan banyak orang.
Padahal, dari segi bahasa, antropologi adalah ilmu tentang manusia (the study of man): mau dia manusia kota atau desa. Sudah ada antropolog yang merintis apa yang dia sebut dengan Urban Anthropology atau antropologi masyarakat kota (Peter J.M 2015: 774). Sebuah cabang ilmu antropologi yang semakin populer karena diprediksi pada paruh kedua abad ke 21 nanti, 80% penduduk dunia akan berada di kota. Saran saya harus lebih banyak lagi yang melakukannya. Terutama di Indonesia, ketika persoalan urbanisasi menjadi persoalan klasik di banyak kota yang baru tumbuh di Indonesia.
Dari segi pendekatan dan teori sistem, antropologi itu lengkap. Antropologi dikenal dengan pendekatan interdisipliner, non-representatif, non-referensial, dan non-Cartesian yang menyatukan ilmu-ilmu alam dan sosial untuk memahami masyarakat dengan segala kompleksitasnya.
Singkat kata, antropologi politik adalah studi perbandingan politik dalam berbagai latar sejarah, sosial, dan budaya di masyarakat. Pandangan tradisional di kalangan ilmuwan politik tentang politik lebih menitikberatkan pembahasannya pada aspek organisasi partai-partai politik, institusi, ormas dan lembaga-lembaga seperti lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif.
Sementara, para antropolog lebih fokus pada perilaku atau tingkah laku politik para aktor politik. Hakekat organisasi politik adalah pada lingkup politik yang dimanifestasikan oleh aktor-aktor atau pelaksana politik seperti tokoh-tokoh parpol, pemerintahan dan wakil-wakil rakyat dalam meraih dan menggunakan kekuasaan.
Referensi:
Bonvillain, Nancy. Cultural Anthropology, 2nd edition. Boston: Prentice Hall, 2010.
Nas, Peter J. M. (2015-01-01). Wright, James D., ed. Urban Anthropology. Oxford: Elsevier. hlm. 774–782.
Reeves, Elaine M. “Political Organizations.” In 21st Century Anthropology: A Reference Handbook, Vol. 1, edited by H. James Birx, p. 182-190. Thousand Oaks, CA: SAGE Publications, Inc., 2010.