“Alhamdulillah dan bersyukur kami mampu menang atas Filipina, apalagi dengan skor sangat telak. Apresiasi serta terimakasih kepada pemain yang sudah berjuang di laga ini,” begitulah komentar singkat Indra Sjafri, pelatih Timnas Indonesia U-19, ihwal hasil kemenangan anak-anak asuhnya atas Filipina dengan skor telak 9-0 dalam lanjutan fase grup Piala AFF U-182017 di Stadion Thuwunna, Yangon, Myanmar, Kamis (7/9) petang.
Empat tahun silam ada memori manis di Stadion Gelora Delta Sidoarjo. Saat itu masyarakat pecinta sepak bola tanah air dibuat bangga oleh penampilan timnas U-19 yang mampu keluar sebagai kampiun di ajang AFF tingkat usia muda.
Bukan hanya raihan prestasi kala itu yang menjadikan bangsa ini bangga, optimisme tinggi masyarakat akan prestasi sepak bola tanah air di masa depan seakan terang benderang pada tim yang diasuh oleh Indra Sjafri. Lantaran penampilan ciamik yang dipertontonkan oleh Evan Dimas dkk mampu mengundang decak kagum pecinta sepak bola tanah air.
Selain talenta-talenta muda berbakat yang mampu menghapuskan mitos timnas selalu gagal di final sejak terakhir kali meraih emas di Sea Games 1991, Indra Sjafri sang arsitek adalah orang yang berada di balik kesuksesan timnas U-19 menjadi juara. Juru taktik asal Sumatera Barat ini berhasil meramu kekuatan timnas dengan menghadirkan permainan berkelas ala sepak bola modern.
Hasil yang diraih saat itu bukan didapat dengan cara instan. Sepak terjang Indra Sjafri untuk menemukan bibit muda bertalenta harus ditempuh dengan cara yang jarang dilakukan oleh kebanyakan tim kepelatihan timnas. Dia langsung turun sendiri ke daerah-daerah untuk mencari dan melihat talenta muda yang dimiliki oleh bangsa ini.
F.X Rudi Gunawan dan Guntur Cahyo Utomo mengisahkan perjalanan heroik timnas U-19 dan sang pelatih dalam buku berjudul Semangat Membatu dan Menolak Menyerah.
Dua buku inspiratif tersebut cukup menggugah para pembacanya, termasuk saya, yang saat itu juga ikut menikmati isi bukunya. Setidaknya pecinta sepak bola tanah air harus memiliki kepercayaan diri yang tinggi terhadap masa depan sepak bola timnas kita, karena lecutan motivasi seorang Indra Sjafri kepada anak asuhnya untuk berjuang demi bangsanya bisa dipetik dari buku tersebut.
Apalagi jika ditambah dengan visi kepelatihan Indra Sjafri dimiliki oleh pelatih-pelatih timnas hari ini dan di kemudian hari. Pelatih yang juga pernah menjadi kepala kantor pos tersebut adalah pelatih yang cukup berkarakter dan tegas dalam kepemimpinannya, semua itu bisa dilihat dari perilaku anak asuhnya di dalam lapangan.
Asa tinggi yang dipupuk Indra Sjafri kepada para punggawanya adalah membawa Timnas Indonesia berlaga di kejuaraan bergengsi Piala Dunia. Walau nampak terdengar jumawa, tanpa kepercayaan diri yang dimiliki oleh segenap pemain maupun segenap elemen bangsa ini, hal yang selalu diimpikan itu tidak akan pernah terwujud.
“Timnas Indonesia saat ini layak disebut sebagai raksasa Asia, itu saya tidak asal ngomong. Kemampuan passing itu sudah setara dengan tim-tim elite Eropa,” ungkap si arsitek sesaat setelah berhasil mengalahkan Korea Selatan 3-2 dalam laga terakhir Penyisihan Grup G Piala Asia U-19 pada 2013 lalu (BBC Indonesia). Meski demikian, capaian timnas di Piala Asia U-20 saat itu tidak memuaskan dan target untuk lolos kualifikasi Piala Dunia U-20 tidak tercapai.
Kita lupakan sejenak pengalaman tiga tahun lalu yang mungkin cukup berarti untuk Indra Sjafri dan pemain-pemain yang diorbitkannya itu. Nyatanya jebolan timnas U-19 pada gelaran AFF 2013 terdahulu kini telah menjelma menjadi pemain penting di klub masing-masing. Dan yang baru hangat pemberitaannya ialah raihan perunggu pada Sea Games di Malaysia tempo hari sebagian besar pernah dipoles oleh tangan dingin Indra Sjafri.
Bukan Indra Sjafri namanya jika tidak melahirkan talenta-talenta baru. Setelah ditunjuk kembali untuk menukangi Timnas U-19 pasca dicabutnya sanksi FIFA, ia kembali turun gunung untuk menemukan bakat-bakat muda di tanah air.
Keikutsertaan Timnas U-19 di Toulon Tounament 2017 di Prancis menjadi rangkaian agenda pemanasan Timnas Garuda “Nusantara” sebelum tampil di Piala AFF U-19 dan Kualifikasi Piala Asia U-19 2018. Yang saat itu tergabung bersama Brasil, Republik Ceko, dan Skotlandia. Praktis Timnas U-19 berada di klasemen paling bawah dengan raihan poin nol di Grup C
Kendati demikian, bakat-bakat muda Indonesia mampu menyihir para penonton yang menyaksikan lansung turnamen rutinan tersebut, skema umpan pe-pe-pa (pendek, pendek, panjang) yang menjadi ciri khas pelatih bertangan dingin ini terbukti membuat timnas Brasil yang secara umur satu bahkan dua tahun di atas mereka dibuat kelimpungan.
Dikutip dari situs fourfourtwo.com, bahwa skuat Garuda Muda mendapatkan kredit lebih atas performanya yang dinilai lebih baik ketimbang Bahrain dan Jepang yang juga berpartisipasi di ajang yang sama. Meskipun tidak berhasil membawa pulang tropi juara, pemain timnas Indonesia mendapatkan penghargaan individu Jouer Revelation Trophee yang diberikan kepada Egy Maulana Vikri, gelar yang pernah diperoleh Cristiano Ronaldo dan Zinedine Zidane di masa mudanya.
Tidak hanya itu, penampilan impresif timnas saat itu menimbulkan desas desus soal punggawa timnas yang dilirik oleh pemandu bakat Eropa yang ikut memantau turnamen tersebut.
Setelah melalui persiapan yang cukup matang, tangan dingin Indra Sjafri diharapkan mampu mengulangi kembali kejayaan empat tahun silam di Sidoarjo terulang kembali di Yangon Myanmar kali ini, yang notabene secara kualitas permainan mengalami perkembangan cukup pesat. Dan secara mentalitas tim sudah cukup teruji pengalaman bertandingnya.
Tentu Indra Sjafri sangat paham betul sejauhmana harapan masyarakat pecinta sepak bola tanah air dengan capaian timnas yang sedang ditukanginya.