Minggu, November 24, 2024

Mr. President, Njenengan Salah Pilih Menag!

Akhmad Sahal
Akhmad Sahal
Kandidat PhD, University of Pennsylvania, Amerika Serikat. Pengurus Cabang Istimewa NU Amerika.
- Advertisement -

Awal periode kedua Presiden Joko Widodo menegaskan: “Harus ada upaya serius untuk mencegah meluasnya, apa yang selama ini banyak disebut sebagai radikalisme. Kita ingin yang berkaitan dengan pemberantasan radikalisme, yang berkaitan dengan intoleransi, betul-betul secara konkret bisa dilakukan oleh Kemenag.” Demikian pernyataan Pak Jokowi.

Dari pernyataan tersebut kita tahu, betapa agenda pemberantasan radikalisme dan intoleransi merupakan salah satu prioritas utama Jokowi. Dan ujung tombaknya adalah Kemenag.

Saya sependapat, radikalisme memang ancaman yang nyata ada. Dan sekarang berlipat ganda.

Tapi banyak yang nyinyir dan denial, memungkiri kenyataan.

Ada yang bilang radikalisme itu hantu bikinan Pemerintah, stigmatisasi terhadap umat Islam. Ini suuzon. Lha wong yang resah dengan radikalisme justru banyak tokoh-tokoh Islam. Lagi pula, yang jadi korban tindakan radikal juga kebanyakan orang-orang Islam. Jangan-jangan yang bilang begini justru simpatisan radikalisme.

Ada juga yang ngomong, pokok masalahnya bukan radikalisme, tapi ketidakadilan dan ketimpangan sosial. Ini juga tak berdasar. Riset dan kajian mutakhir mengenai radikalisme menunjukkan, mereka yang terpapar radikalisme justru kebanyakan bukan kalangan miskin dan tak berpendidikan. Melainkan kelas menengah muslim perkotaan, kaum terdidik, dunia kampus dan perkantoran.

Radikalisme intinya adalah pemahaman keagamaan yang mau mengganti negara Pancasila yang dicap thoghut, dengan metode kekerasan. Diganti dengan negara syariah atau khilafah. Ciri-cirinya, merasa paling benar, paling sesuai dengan maunya Allah. Yang beda dengan mereka dianggap sesat dan kafir. Paham semacam ini kalau diwujudkan dalam bentuk tindakan, jatuhnya menjadi terorisme.

Saat ini ide-ide radikal menyebar luas di Negeri ini. Ini butuh penyikapan dan tindakan yang tegas.

Makanya ketika Jokowi memilih Fachrul Razi yang berlatar militer, saya menaruh harapan. Apalagi di awalnya dia bilang: Saya menteri semua agama.

Tapi ternyata makin ke sini Menag kita makin ngaco! Pasang badan untuk FPI. Menag kok ngotot belain ormas intoleran. Ketika ada kasus pelarangan perayaan Natal di Sumbar, Menag memakluminya dengan alasan itu kesepakatan Pemerintah Daerah dan warga setempat. Menag kok tunduk dengan tirani mayoritas. Dan terakhir, kegaduhan yang dia bikin sendiri tapi lalu diralatnya sendiri, yakni wacana pemulangan eks WNI pro ISIS. Menampung eks ISIS dengan dalih menyebarkan Islam moderat ke mereka. Kok aneh?

- Advertisement -

Pak Menag begitu mudah takluk dengan kaum intoleran. Dia harusnya tahu, intoleransi itu benih yang memunculkan terorisme. Kalau intoleransi dibiarkan, ia akan menjadi embrio bagi radikalisme. Kalau radikalisme dibiarkan, ia akan berkembang menjadi terorisme.

Urutannya begini: Intoleran, itu anti terhadap yang beda keyakinan atau paham agama. Radikal, itu memusuhi yang beda. Teroris, itu memerangi yang beda agama atau beda keyakinan.

Jadi kalau gak ingin ada terorisme, jangan kasih angin ke radikalisme. Kalau gak ingin ada radikalisme, jangan berikan hati ke intoleransi.

Singkatnya, langkah-langkah Pak Fahcrul Razi bukan hanya kontraproduktif, tapi justru memperkuat arus intoleransi dan radikalisme.

Mr. President, ternyata Njenengan salah pilih Menag.

Pak Jokowi butuh Menag yang berani melawan intoleransi. Termasuk membongkar aturan-aturan yang melanggengkan intoleransi. Salah satunya: Keputusan Bersama Menag dan Mendagri tentang pendirian rumah ibadah. Ini harusnya dibatalkan, karena bertentangan dengan konstitusi.

Negara harus hadir untuk melindungi hak warga negara untuk beribadah. Itulah alasan negara ada, untuk menjamin hak-hak fundamental warga negara. Jangan justru tunduk pada tekanan massa yang mengatasnamakan mayoritas, apapun agamanya.

Selain itu, Jokowi butuh Menag yang bukan hanya aktif mempromosikan Islam moderat, tapi juga gencar melawan paham-paham ekstrem, tatharruf. Dakwah kebencian berbasis SARA harus dilarang. Penceramah agama yang menghasut dan memprovokasi harus ditindak.

Ini butuh menteri yang betul-betul mengerti masalahnya. Dan berani tegas melawan radikalisme dan intoleransi.

Ini yang tidak tampak dalam diri Menag sekarang. Pak Fachrul orang hebat. Karir dan prestasinya di militer cemerlang. Tapi beliau gak cocok jadi Menag.

Pak Jokowi butuh Menag yang handal. Jangan diserahkan ke yang bukan ahlinya. Idza wussidal amr ila ghairi ahlih, fantadzir al-sa’ah. Jika sesuatu diserahkan pada yang bukan ahlinya, tunggulah saat kehancurannya.

Akhmad Sahal
Akhmad Sahal
Kandidat PhD, University of Pennsylvania, Amerika Serikat. Pengurus Cabang Istimewa NU Amerika.
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.