Keterlibatan artis dalam industri seksual komersial lagi-lagi bukan cuma isapan jempol. Untuk kesekian kalinya polisi kembali mengungkap keterlibatan salah satu artis yang diduga terlibat kasus prostitusi daring. Seorang artis berinisial PA tertangkap basah sedang melayani lelaki hidung belang di salah satu hotel Kota Batu, Jumat malam, 25 Oktober 2019 lalu.
PA adalah salah satu artis yang dijajakan lewat media sosial. JL, seorang mucikari yang mendatangkan PA dari Jakarta, dilaporkan juga ikut ditangkap bersama laki-laki yang memesannya. PA adalah artis yang kesekian kali ditangkap aparat kepolisian. Sebelumnya sejumlah artis dilaporkan juga pernah tertangkap tangan terlibat dalam bisnis prostitusi. Vanessa Angel dan model majalah pria dewasa, Avriellya Shaqila, adalah dua artis yang pernah diamankan aparat kepolisian karena menjadi pelaku prostitusi daring.
Faktor Penyebab
Bagi masyarakat awam, kasus keterlibatan artis dalam dunia prostitusi, meski tidak lagi mengejutkan, bisa jadi sangat mengherankan. Kenapa artis yang sehari-hari sudah bergelimang harta masih saja mau nyambi bekerja sebagai pelacur? Secara garis besar, ada sejumlah faktor yang kerap kali menyebabkan artis terjerumus dalam perangkap industri seksual komersial.
Pertama, imbas dari gaya hidup sebagian artis yang hedonis, tetapi belum didukung oleh kondisi finansial yang mapan. Sebagian artis kelas dua yang kariernya nanggung, yang tidak tahan godaan, dan berpikiran pragmatis, bukan tidak mungkin kemudian memilih jalan pintas. Menjadi penjaja layanan cinta dengan tarif hingga puluhan juta rupiah tentu menjadi pilihan yang sulit ditepis.
Melihat artis papan atas dengan kekayaan hingga ratusan miliar atau bahkan triliunan rupiah tentu menjadi impian sekaligus mengundang rasa iri. Mencoba mencari rezeki melalui jalan halal sulit, maka jangan heran jika sebagian artis kemudian memilih jalan alternatif yang melewati batas norma sosial dan bahkan koridor hukum. Menjadi pelacur kelas atas adalah salah satu pilihan menggiurkan.
Kedua, berkaitan dengan sikap pragmatis sebagian artis yang memanfaatkan peluang di tengah iklim persaingan hidup yang makin keras. Di dunia industri seksual komersial, selama ini sosok yang menjadi primadona umumnya adalah pelajar, mahasiswa, dan artis.
Kehadiran artis dalam dunia prostitusi sering menjadi primadona yang paling diburu pasar laki-laki hidung belang yang kelebihan uang dan membutuhkan sensasi. Bisa dibayangkan, bekerja hanya dalam hitungan jam, seorang artis yang merangkap menjadi pelacur niscaya bisa meraup penghasilan hingga puluhan juta rupiah.
Ketiga, imbas dari sikap dan perkembangan gaya hidup masyarakat yang makin permisif. Berbeda dengan masyarakat konvensional yang masih menjunjung tinggi moralitas dan anti hal-hal yang dinilai maksiat, dewasa ini penilaian masyarakat sedikit-banyak mulai bergeser.
Ketika di media massa diberitakan kasus artis yang tertangkap basah terlibat dalam bisnis prostitusi, maka yang namanya stigma negatif tidak lagi memiliki daya regulasi. Alih-alih mengecam dan mendiskriminasi artis yang ketahuan merangkap menjadi pelacur, saat ini ada kesan kuat masyarakat menjadi makin terbiasa menyikapi kasus seperti ini.
Seorang artis yang tertangkap basah menjajakan diri, dan kemudian dinyatakan bersalah, ketika selesai menjalani masa hukumannya ia justru menjadi makin populer dan bahkan bukan tidak mungkin tarifnya malah naik. Artis bersangkutan bukan masuk daftar hitam (di-blacklist) dan kariernya hancur, justru dalam kenyataan berbagai tawaran kontrak malah berdatangan.
Masyarakat yang menyaksikan kasus seperti ini biasanya juga tidak mempermasalahkan. Bukan hanya memaklumi, tetapi tidak jarang juga mereka malah menjadi bagian dari penggemar yang tetap memuja artis kesayangannya–terlepas apa pun perilaku dari artis yang bersangkutan telah melewati batas moralitas ataukah tidak.
Menggiurkan dan Menggelinjang
Apakah kasus tertangkapnya PA merupakan akhir dari keterlibatan artis dalam dunia prostitusi harus diakui masih menjadi tanda tanya. Meski sudah sederetan artis tertangkap basah dan harus menjalani hukuman atas perbuatannya terlibat dalam industri jasa layanan seksual, tampaknya bukan jaminan tidak akan muncul kasus serupa di lain waktu.
Kesulitan mencegah, apalagi menghentikan, keterlibatan artis dalam industri seksual komersial sedikit-banyak berkaitan dengan perputaran uang di balik bisnis ini. Prostitusi merupakan bisnis yang melibatkan dana hingga miliaran dolar dan sangat menguntungkan secara ekonomis.
Studi yang dilakukan oleh Buruh Internasional memperkirakan di Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Thailand, perempuan yang bekerja dalam bidang prostitusi ini mencapai 0,25 sampai 1,5 persen dari keseluruhan populasi perempuan di berbagai negara tersebut. Sumbangan dan perhitungan dari sektor seks komersial ini diperkirakan antara 2 sampai 14 persen dari pendapatan negara atau produk domestik bruto.
Sejauhmana prediksi angka-angka dalam bisnis prostitusi benar tentu masih harus dibuktikan lewat kajian lebih mendalam. Tetapi, sebagai bagian dari sektor perekonomian yang tertutup, perputaran uang dalam bisnis prostitusi merupakan aktivitas shadow economy yang bebas dari pajak tentu merupakan daya tarik tersendiri bagi siapa pun yang terlibat di dalamnya, tak terkecuali artis.
Sepanjang dalam industri seksual komersial godaan penghasilan yang ditawarkan menggiurkan, maka sepanjang itu pula bisnis prostitusi tetap akan sulit dihapuskan. Seorang artis yang sehari-hari bergelimang harta, ketika dalam kehidupannya tidak kuat menahan godaan, maka prostitusi akan menjadi pilihan yang menarik.
Menjadi artis sekaligus pelacur kelas atas adalah kombinasi peran yang sama-sama menjanjikan penghasilan besar. Menjalani satu peran saja sudah membuat orang bergelimang harta, apa jadinya jika seorang artis juga merangkap keduanya sebagai pekerjaam sambilan?
Bacaan terkait
Alexis dan Bisnis Prostitusi yang tak Pernah Mati