Mari kita lakukan kilas balik yang benar-benar dramatis, meninjau kembali awal mula abad ke-21. Di sana, kita menyaksikan kemunculan seorang Vladimir Putin muda—seorang pemimpin yang tampak ragu-ragu, langkahnya masih terkesan hati-hati, dan jelas masih dalam tahap pembelajaran. Namun, adegan telah berubah drastis. Hari ini, Putin berdiri sebagai salah satu pemimpin yang paling lama berkuasa di dunia, sebuah sosok yang telah menjabat selama seperempat abad, 25 tahun yang tak terputus. Meskipun ia berganti peran antara menjadi presiden dan perdana menteri, satu hal tetap konstan: kendali absolut selalu berada di tangannya.
Dalam seperempat abad yang penuh gejolak ini, pertanyaan kritisnya adalah: Bagaimana tepatnya Vladimir Putin telah merombak arsitektur politik global? Dan warisan transformatif apa yang dihasilkan oleh 25 tahun doktrin “Putinisme” ini?
Dampak kepemimpinan Putin dapat diuraikan secara komprehensif menjadi empat pilar utama.
Pilar pertama dan fondasi dari kekuasaannya adalah klaim bahwa Putin telah menghidupkan kembali Rusia dari ambang kematian. Meskipun klaim ini terdengar bombastis dan dramatis, melihat data ekonomi pada akhir abad ke-20 menegaskan bahwa ini bukanlah hiperbola belaka, melainkan sebuah realitas pahit.
Selama bertahun-tahun pasca-Soviet, perekonomian Rusia berada dalam kondisi yang sangat menyedihkan dan terus merosot. Pada tahun 1990, pertumbuhan tercatat minus 3%. Pada tahun 1995, pertumbuhan semakin memburuk menjadi minus 4,1%. Puncaknya di tahun 1998, dengan angka yang mencengangkan, minus 5,3%.
Pada titik ini, mayoritas analis dan pengamat geopolitik internasional telah mencoret Rusia. Negara itu tidak hanya dianggap gagal untuk menjadi kekuatan besar global, tetapi bahkan diprediksi akan menjadi negara yang hancur, terpecah-belah, dan sepenuhnya tidak relevan di panggung dunia.
Namun, segalanya berubah setelah kedatangan Putin pada tahun 1999. Periode milenium baru membawa pemulihan yang spektakuler. Pada tahun 2000, Rusia mencapai pertumbuhan dua digit sebesar 10%. Pada tahun 2005, momentum berlanjut dengan pertumbuhan sebesar 6,4%. Bahkan pada tahun 2010, pertumbuhannya masih solid di angka 4,5%.
Kunci dari kebangkitan ini adalah strategi Putin dalam memaksimalkan pemanfaatan sumber daya energi Rusia yang melimpah. Melalui kebijakan ini, ia berhasil menyeret Beruang Rusia—simbol kekuatan negara—keluar dari tidurnya yang panjang dan menyakitkan.
Setelah membangun kembali fondasi ekonomi domestik, tiba saatnya bagi Rusia untuk kembali mengumumkan kehadirannya di kancah internasional. Inilah jejak kedua Putin di abad ke-21: serangkaian operasi militer dan intervensi yang berani.
Pasca-runtuhnya Tembok Berlin pada 1991, dunia memasuki era yang didominasi oleh satu kutub, di mana Amerika Serikat memegang supremasi penuh. Dalam tatanan ini, AS hampir bisa melakukan serangan atau invasi apa pun tanpa konsekuensi besar, sementara semua negara lain diharapkan untuk berjalan dengan hati-hati dan mematuhi aturan main Barat. Namun, Putin secara tegas menolak untuk tunduk pada norma ini.
Berbeda dengan ekspektasi pasca-Perang Dingin, Presiden Putin secara fundamental menolak untuk menjadi pemain yang penurut. Rusia, di bawah kepemimpinannya, memilih jalur konfrontasi yang menantang hegemoni Amerika Serikat dan Barat
- 2008 – Intervensi Georgia: Putin menguji batas-batas hegemoni Barat dengan menginvasi negara tetangga, Georgia, sebuah langkah yang secara jelas mengirimkan pesan bahwa Moskow tidak akan mentoleransi ekspansi NATO di wilayahnya.
- 2014 – Pencaplokan Krimea: Pelanggaran besar berikutnya datang ketika Rusia menginvasi dan secara ilegal menduduki Krimea, semenanjung strategis di Ukraina.
- 2015 – Keterlibatan di Suriah: Rusia kemudian secara langsung bergabung dalam konflik, terjun ke Perang Saudara Suriah untuk mendukung rezim Bashar al-Assad, sebuah manuver yang secara efektif memperluas pengaruh militer Moskow jauh di luar perbatasan tradisionalnya.
- 2022 – Invasi Penuh ke Ukraina: Puncaknya adalah serangan skala penuh ke seluruh Ukraina, sebuah agresi yang mengejutkan dunia dan merupakan tantangan paling signifikan terhadap kedaulatan negara di Eropa sejak Perang Dunia II.
Dalam pandangan Putin, serangkaian tindakan militer yang berani dan kontroversial ini dibenarkan sebagai upaya penting untuk mempertahankan kepentingan vital Rusia dari apa yang dianggapnya sebagai ancaman yang didorong oleh Barat. Namun, dampaknya telah melampaui perbatasan regional. Secara global, manuver Putin telah memicu guncangan yang meluas. Ekonomi Global. Harga minyak melonjak tak terkendali, dan harga pangan mengalami lonjakan tajam. Logistik dan Perdagangan. Rute pelayaran kritis terpengaruh, dan rantai pasokan global mengalami pemutusan dan gangguan yang parah.
Singkatnya, aksi-aksi strategis dan militer Putin telah menciptakan gejolak yang masif dalam tatanan dunia. Meskipun motif di baliknya—entah itu pertahanan murni atau ambisi imperial—tetap menjadi perdebatan sengit di antara para ahli, dampak destabilisasi globalnya tidak dapat disangkal dan sangatlah nyata.
Peralihan strategis besar berikutnya adalah jejak ketiga yang ditinggalkan Putin: poros Rusia dari Barat ke Timur, menuju Asia. Secara historis, pemikiran geopolitik Rusia selalu berfokus ke arah barat, dan ini memiliki alasan yang kuat. Demografi: Sebagian besar populasi Rusia tinggal di bagian barat. Ekonomi: Mayoritas aktivitas perdagangan mereka terjalin dengan negara-negara Eropa. Keamanan: Musuh-musuh utama mereka, terutama NATO, secara tradisional datang dari arah barat.
Oleh karena itu, kebijakan luar negeri Rusia secara alami condong ke arah Eropa, sebuah kecenderungan yang berlaku di semua rezim—mulai dari Kekaisaran Rusia, Uni Soviet, hingga Federasi Rusia modern.
Namun, di bawah Putin, paradigma ini telah berubah total. Dia secara sadar dan sengaja telah mengikat masa depan dan kekayaan Rusia pada nasib Timur. Ini adalah pergeseran geopolitik monumental yang mengubah identitas dan prioritas strategis negara tersebut.
Pergeseran drastis ini tercermin jelas dalam data perdagangan. Perhatikan lonjakan yang signifikan ini. Pada tahun 2013 hanya 26% dari total perdagangan Rusia yang terjadi di kawasan Indo-Pasifik. Lalu pada 2021 angka ini melonjak secara substansial hingga hampir 34%.
Kemungkinan besar, angka-angka ini telah meroket lebih tinggi lagi saat ini. Pasca-invasi ke Ukraina, sanksi Barat memaksa Moskow untuk mengalihkan totalitas ekspor energinya, yang mengakibatkan perdagangan minyak melonjak secara eksponensial. Mayoritas minyak mentah Rusia yang sebelumnya mengalir ke Eropa kini dialihkan, dengan sebagian besar berakhir di India dan Tiongkok.
Namun, fokus ke Timur ini melampaui sekadar perdagangan komoditas. Putin secara aktif memperkuat ikatan strategisnya di Asia, terutama dengan membangun hubungan yang semakin erat dengan Korea Utara. Kolaborasi ini tidak hanya bersifat diplomatik; dilaporkan melibatkan pengerahan tentara Korea Utara untuk bertempur di Ukraina, dan yang lebih mengkhawatirkan, berbagi teknologi strategis dan militer dengan Pyongyang. Semua manuver ini merupakan konfirmasi tegas atas poros geopolitik timur yang telah disematkan Putin. Rusia, yang selama berabad-abad dianggap sebagai kekuatan Eropa, kini lebih akurat digambarkan sebagai negara yang terkalibrasi ke Asia dalam hal orientasi politik, militer, dan ekonominya.
Pergeseran mendalam ini secara alami membawa kita pada dampak paling akhir dan paling penting dari era Putin. Jejak keempat dari pemerintahan Putin adalah proyek ambisius untuk merongrong dan membongkar hegemoni global Amerika Serikat. Ini adalah upaya multi-dimensi yang dilakukan di berbagai bidang:
- Tantangan Militer Terbuka. Operasi-operasi militer Rusia adalah tantangan yang secara terbuka menguji batas kesabaran dan kemauan AS. Kegagalan Amerika untuk mengambil tindakan signifikan setelah intervensi di Georgia dan pencaplokan Krimea, serta kesulitan yang dihadapi dalam intervensi di Ukraina, menunjukkan bahwa kekuatan AS—yang sebelumnya menjabat sebagai ‘polisi global’ pada 1990-an dan awal 2000-an—kini mulai memudar di mata dunia.
- Perlawanan Finansial. Arena peperangan ini tidak hanya terbatas pada medan tempur, tetapi juga keuangan. Putin berada di garis depan gerakan global untuk melawan dominasi dolar AS. Ia secara agresif mempromosikan mata uang dan mekanisme pembayaran alternatif untuk mengurangi ketergantungan global pada sistem keuangan yang didominasi oleh Amerika.
Strategi yang digunakan Putin dapat digambarkan bukan sebagai serangan frontal habis-habisan, melainkan sebagai “kematian oleh seribu sayatan” (death by a thousand cuts). Rencana jangka panjang Rusia adalah untuk secara perlahan mengikis dan mengurangi kekuatan hegemonik Amerika. Mungkin inilah salah satu alasan mengapa Putin tampak menyukai tokoh seperti Donald Trump—karena, dari sudut pandang Moskow, Trump secara internal telah membantu melemahkan tatanan dan institusi Amerika.
Terlepas dari semua yang telah dicapai, satu hal yang jelas: Putin belum selesai. Misi kebangkitan Rusia yang ia mulai sejak tahun 2000 terus berlanjut hingga lebih dari 25 tahun kemudian. Namun, apa motif terdalam yang menggerakkan sosok misterius ini?
- Banyak pihak di Barat percaya bahwa ia memimpikan kembali kejayaan dan imperialisme masa Uni Soviet di bawah bendera kebanggaan Rusia. Pihak lain berargumen bahwa ia hanya mendambakan dunia yang multipolar, di mana Rusia diakui memiliki tempat yang sah dan setara di meja perundingan global—sebuah dunia di mana tidak ada kekuatan tunggal yang berhak menceramahinya. Ada pula yang berspekulasi bahwa motifnya murni bersifat pribadi, yaitu obsesi tak terbatas terhadap kekuasaan dan kendali di dalam dan di luar negerinya.
Faktanya, tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui dengan pasti motif sejati Putin. Dan justru misteri yang menyelimuti ambisinya inilah yang terus menambah daya tarik, ketakutan, dan kompleksitas dari kultus Vladimir Putin di mata dunia.
