Senin, Desember 9, 2024

Mahkamah Partai Politik

Khairul Fahmi
Khairul Fahmi
Doktor Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), pengajar Hukum Tata Negara, peneliti Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO), Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang.
- Advertisement -

golkarKetua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie (tengah) didampingi Wakil Ketua Umum Agung Laksono (kedua kanan), Ketua DPP Yorrys Raweyai (kedua kiri), tokoh senior partai Theo L Sambuaga (kanan), dan Agun Gunajar Sudarsa (kiri) memimpin pertemuan dengan Barisan Muda Partai Golkar di kantor DPP Partai Golkar, Jakarta. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari.

Mahkamah Partai Politik bukan makhluk baru dalam perpolitikan Indonesia. Keberadaannya diakui dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik. Namun ia belum menunjukkan taringnya sehingga publik belum merasakan arti dan fungsinya.

Peran lembaga ini kian terasa penting dalam satu tahun terakhir. Terutama ketika sejumlah partai politik didera konflik internal serius. Pembelahan partai politik menjadi dua koalisi besar seusai Pemilu 2014 menjadi salah satu pemicu retaknya hubungan internal partai politik. Bahkan kondisi tersebut berujung pada terbelahnya kepengurusan partai politik. Sebagian menghendaki berada di barisan oposisi, yang lain ingin mendukung pemerintah.

Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Golkar adalah contoh nyata. Sampai saat ini konflik internal keduanya makin meruncing. Dalam penyelesaian konflik, jalur pengadilan justru menjadi pilihan utama pihak-pihak bersengketa. Ini menunjukkan, Mahkamah Partai ternyata belum menjadi pilihan pertama yang dinilai lebih efektif.

UU 2/2011 sesungguhnya telah menentukan apa saja kewenangan Mahkamah Partai Politik. Pasal 32 ayat (2) pada pokoknya mengatur, penyelesaian perselisihan internal partai politik dilakukan oleh suatu mahkamah partai politik atau sebutan lain yang dibentuk oleh partai politik.

Ketentuan tersebut menegaskan, yurisdiksi Mahkamah Partai adalah menyelesaikan perselisihan internal partai. Penjelasan Pasal 32 ayat (1) UU Partai Politik memerinci apa saja jenis perselisihan internal partai politik, yaitu: (1) perselisihan yang berkenaan dengan kepengurusan; (2) pelanggaran terhadap hak anggota partai politik; (3) pemecatan tanpa alasan yang jelas; (4) penyalahgunaan kewenangan; (5) pertanggungjawaban keuangan; dan/atau (6) keberatan terhadap keputusan partai politik.

Dengan kewenangan itu, tak ada alasan menempatkan mekanisme penyelesaian sengketa oleh Mahkamah Partai sekadar pelengkap dari sistem penyelesaian perselisihan internal partai. Sebab, mekanisme itu disediakan untuk memastikan penyelesaian perselisihan lebih mengedepankan semangat seperti tertuang dalam AD/ART partai.

Dengan demikian, eksistensi Mahkamah Partai sebagai lembaga yang akan memastikan kedaulatan partai politik terjaga dengan baik. Mahkamah Partai berkedudukan sebagai institusi yang akan mengawal dihormatinya kekuasaan tertinggi di dalam partai dan memastikan semua proses internal sesuai ketentuan peraturan yang berlaku. Bahkan, mahkamah ini dapat dinilai sebagai institusi tumpuan dalam rangka memastikan keutuhan sebuah partai politik.

Mengapa perselisihan internal di PPP dan Partai Golkar justru seperti tak berujung? Mengapa kehadiran Mahkamah Partai seperti ada dan tiada?

Ada dua problem serius terkait Mahkamah Partai Politik. Pertama, partai politik masih gagap dengan keberadaan mahkamah ini. Partai politik belum punya desain jelas ihwal penempatan Mahkamah Partai dalam penyelesaian perselisihan internal. Partai politik masih meraba-raba bagaimana Mahkamah Partai bekerja dan bagaimana putusan dan pelaksanaannya ditindaklanjuti.

- Advertisement -

Dalam kasus PPP, Mahkamah Partai dinilai melampaui kewenangan, sehingga putusannya dikesampingkan. Dalam kasus Golkar, putusan Mahkamah Partai justru dinilai membingungkan. Dengan komposisi hakim yang hanya efektif empat orang, Mahkamah Partai mengambil keputusan dalam keraguan. Dua hakim memenangkan kubu Agung Laksano dan dua orang lainnya malah melimpahkan penyelesaian perselisihan pada proses kasasi di Mahkamah Agung.

Dua pengalaman tersebut membuktikan betapa partai politik masih gagap dengan kehadiran Mahkamah Partai.

Kedua, ada sejumlah norma UU Partai Politik yang menimbulkan banyak tafsir dan menyulitkan bagi eksekusi putusan Mahkamah Partai. UU menentukan ada putusan yang bersifat final dan mengingat, dan ada pula yang tidak. Adapun rumusan yang ada justru terbuka ruang bagi banyak penafsiran. Selain itu, jenis perselisihan yang semestinya diatur dalam batang tubuh undang-undang justru hanya diletakkan pada bagian penjelasan.

Untuk mengatasinya, UU Partai Politik perlu diubah. Perubahan mesti dilakukan ke arah memperkuat posisi dan kewenangan, mengatur komposisi dan pengisian keanggotaan Mahkamah Partai yang lebih objektif (tapi tetap dari internal partai) dan menentukan secara tegas alur penyelesaian sengketa internal oleh Mahkamah Partai hingga keterlibatan pengadilan negara dalam penyelesaian sengketa internal partai.

*Peneliti Pusat Studi Konstitusi, Universitas Andalas, Padang

Khairul Fahmi
Khairul Fahmi
Doktor Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), pengajar Hukum Tata Negara, peneliti Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO), Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang.
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.