Jumat, April 19, 2024

Lansia, Pandemi dan Ketimpangan Vaksin 

Paulus Mujiran
Paulus Mujiran
Paulus Mujiran, MSi Alumnus Pascasarjana Undip Semarang. Kolumnis, penulis buku, peneliti The Dickstra Syndicate Semarang.

Kelompok lanjut usia (lansia) menjadi komunitas yang paling rentan terdampak pandemi. Meski virus Covid-19 menginfeksi semua orang namun WHO mengkategorikan penduduk lansia (berusia 65 tahun ke atas) merupakan kelompok yang lebih rentan terpapar virus. Di Eropa,  WHO mengatakan 95% kasus kematian di masa pandemi ini didominasi oleh lansia. Tidak ada informasi yang pasti untuk kematian lansia di tanah air akibat pandemi, namun mereka masuk kelompok resiko tinggi sehingga program vaksinasi didahulukan.

Indonesia memasuki negara aging society atau banyak penduduk berusia tua. Artinya jumlah penduduk lansia mencapai lebih dari 5 persen dari total penduduk. Fakta ini membuat penduduk lansia menghadapi tantangan dalam mengisi hari tuanya. Termasuk dalam menghadapi pandemi Covid-19. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) penduduk usia lansia atau di atas 65 tahun saat ini sebanyak 16 juta jiwa. Jumlah ini sebesar 5,95% dari total penduduk Indonesia yang tercatat sebanyak 270,2 juta jiwa.

Karentanan lansia terjadi karena hanya 13,3 persen lansia yang sehat dalam menjalankan aktivitas. Sebanyak 61,6 persen lansia menjelang renta dan 25 persen sudah renta atau sudah tidak lagi dapat melakukan aktivitas sehari-hari. Semakin tua seseorang maka kerentanan menghadapi pandemi kian besar. Resiko terinfeksi bahkan kematian kian besar.  Lansia yang sudah tak mandiri lagi atau bergantung dengan orang lain, kognisi dan fungsional yang menurun, masalah psikososial yang kompleks dan memiliki multipel penyakit lebih beresiko.

Mengutip riset Christensen (2009 dan Gatimu (2016) lansia dikatakan rentan karena berbagai sebab. Faktor usia yang tua menjadi salah satu penanda. Hidup yang lama bukan berarti hidup dalam kondisi sehat. Bertambahnya usia juga diikuti dengan meningkatnya kecenderungan untuk sakit dan memiliki keterbatasan fisik karena terjadi penurunan kemampuan fisik yang cukup drastis (Sari Stefani, 2020). Riset Prasasti (2021) juga mempertegas resiko yang dihadapi lansia kian besar terutama mereka yang memiliki penyakit bawaan/komorbid khronis yang dapat membahayakan jiwanya.

Di tengah pandemi lansia dengan penyakit khronis khususnya penyakit kardiovaskuler, diabetes dan obesitas merupakan faktor yang dapat membuat tingkat infeksi pasien Covid-19 menjadi lebih berat. Di pihak lain, saat pandemi lansia semakin tersisih di lingkungan sosial. Meski umumnya mereka paling patuh para protokol kesehatan namun lansia  dipaksa mengurangi aktivitas sosial hingga mengganggu fungsi sosialisasi dan kesehatan  mental  mereka.

Di pihak lain perhatian untuk lansia juga soal pemenuhan hak mendapatkan vaksinasi yang masih senjang. Dalam soal vaksin Covid-19 berdasarkan data Kemenkes  misalnya pada November 2021 dari jumlah lansia secara nasional sebanyak 16.064.499 yang telah divaksin dosis pertama baru baru  5.791.922 orang  (28,67%)  dan dosis kedua 4.090.176 orang  (18,98 persen).

Artinya terdapat kesenjangan menganga antara lansia yang belum dan sudah divaksin.  Dalam soal vaksin ini harus ada kesungguhan karena lansia termasuk kelompok rentan yang memiliki resiko lebih tinggi. Di tengah pandemi lansia perlu mendapat perhatian khusus untuk pemenuhan vaksinasi karena mereka masuk kategori resiko terbesar.  Sayang memang tidak banyak lembaga yang secara khusus memperhatikan para lansia selain oleh keluarga masing-masing. Ironisnya banyak keluarga menganggap lansia sebagai “sampah” karena tidak lagi mampu berproduksi, tidak menghasilkan dan memiliki ketergantungan pada lingkungan.

Untuk memberikan perhatian pada lansia, di negara ini pernah hadir Komisi Nasional Lanjut Usia (Komnas Lansia) dan di daerah Komisariat Daerah Lanjut Usia (Komda Lansia) di Provinsi dan Kabupaten/Kota. Lembaga yang lahir di era Presiden Megawati ini bertujuan memberikan perhatian lebih serius terhadap para lansia.

Namun lembaga itu dibubarkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) No.12 tahun 2020 yang telah ditandatangani oleh Presiden Jokowi pada hari Kamis, 26 November 2020 dengan alasan penataan kelembagaan. Juga dianggap tidak efektif. Baik Komnas lansia maupun Komda lansia meski ketuanya adalah menteri sosial di pusat dan di daerah ketuanya adalah gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, walikota/wakil walikota tetapi pengurusnya  kebanyakan adalah lansia.

Sehingga pemberdayaan usia lanjut tidak maksimal. Dengan pembubaran lembaga itu praktis tak ada mitra kerja pemerintah dalam memberikan perhatian pada lansia. Warisan kearifan dan kesetiaan menjalani hidup yang panjang adalah teladan yang penting bagi lansia. Di tengah pandemi lansia tetap diarahkan memiliki kesibukan yang bermanfaat agar tidak merasa terasing. Agar tidak terisolasi dengan orang-orang terdekatnya juga perlu dicari cara dengan memanfaatkan media-media sosial agar tetap dapat berkomunikasi.

Mengajak mereka mengisi waktu luang dengan bercocok tanam, menyulam, menjahit untuk lansia perempuan bisa diusahakan. Sementara lansia laki-laki seperti berkebun, menulis, membuat kerajinan rumah tangga, aktif dalam kegiatan kampung dapat menjadi cara mengisi waktu luang agar kehadirannya tetap merasa berguna.

Pandemi ini jangan sampai lansia merasa kesepian. Dan lebih dari itu jangan sampai mereka berada dalam kerentanan serius sehingga mengancam jiwanya.  Namun lebih dari itu di tengah pandemi perlindungan utama soal vaksin harus diperhatikan dengan seksama.

Paulus Mujiran
Paulus Mujiran
Paulus Mujiran, MSi Alumnus Pascasarjana Undip Semarang. Kolumnis, penulis buku, peneliti The Dickstra Syndicate Semarang.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.