Senin, Desember 9, 2024

Korona, Elite, dan Spirit Filantropi Warga

Eriton
Eriton
Penulis dan Mahasiswa Magister Sosiologi UMM, Malang-Aceh
- Advertisement -

Dampak pandemi korona kian mencemaskan. Sampai detik ini telah menjangkiti 203 negara di seluruh dunia sejak Desember tahun lalu mewabah di Wuhan, Cina. Kurang dari 4 bulan hampir 1 juta orang terpapar dan puluhan ribu meninggal dunia.

Di Indonesia, menurut data Kemenkes per hari ini 3 April, telah 1986 orang positif korona dan 181 orang tidak tertolong nyawanya. Itupun belum cukup karena statistik harian terus meningkat di seluruh dunia.World Health Organization, sebagai lembaga paling otoritatif telah menginstruksikan kepada semua negara terus bergerak bersama melawan wabah ini. Lembaga kesehatan dunia tersebut pada Rabu 1 April lalu dalam konferensi  persnya mengamanatkan agar menggerakkan semua sektor termasuk komunitas dalam memerangi Coronavorus Disease-2019 (CoviD-19).

Tidak hanya itu menurut  WHO konsolidasi perlu dilakukan dalam segala bidang, bukan hanya kesehatan, akan tetapi sosial, hingga ekonomi. Mungkin saja WHO telah mengira-ngira dampak destruktif lebih besar ke depan. Pasalnya korona memang buta warna. Tidak mengenal negara maju, berkembang atau negara miskin. Terlebih soal strata sosial.

Para petinggi Negara pun masuk daftar yang terinfeksi korona. Menteri Perhubungan RI Budi Karya, Perdana Menteri dan Menteri Kesehatan Inggris Boris Johnson dan Matt Hancock, anggota Kerajaan Inggris, Pengrenan Charles, hingga Kepala Staf Angkatan Darat Italia, Salvatore Farina.Sementara itu menyikapi perkembangan yang ada, pemerintah kita telah melakukan langkah-langkah maju.

Pembangunan RS khusus korona di Batam, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), dan kabarnya akan menggelontorkan dana 405, 1 triliun, yang dialokasikan untuk bidang kesehatan, ekonomi dan sosial. Tentu saja upaya tersebut adalah komitmen elit melawan korona. Akan tetapi itu saja tidak cukup, tanpa dukungan dari semua anak bangsa.

Kedermawanan sebagai Pilihan

Fenomena korona menyodorkan kita data bahwa kedermawanan anak bangsa masih terpatri. Ini nyata dari apa yang kita lihat di lapangan. Betapa antusiasme masyarakat dalam berderma sangat tinggi. Meski dalam segala keterbatasan ternyata kemurahan hati tidak pernah kehilangan ruang. Mereka tidak melihat berapa harta benda yang dipunya. Justru yang terfikir adalah masih banyak hal yang bisa dilakukan dalam situasi seburuk apapun.

Kini memberi apa saja yang dimiliki untuk meringankan beban negara dan saudara kita sebangsa merupakan pilihan.Beberapa hari lalu viral di media sosial, Habib Hasan Mulachela membantu warga di Solo dengan membagikan beras dan uang. Alasan sederhananya hanya itu yang dia bisa perbuat.

Di lain pihak organisasi keagamaan, LSM, juga juga turut ambil andil. Muhammadiyah misalnya, ormas tajir ini jauh-jauh hari telah menyiapkan sejumlah Rumah Sakit miliknya untuk menanggulangi warga terpapar korona dan tes kesehatan gratis. Pembagian masker dan handsanitizer, penyemprotan vaksin hingga membentuk tim relawan. Semuanya terkoordinasi melalui Lazismu dan MDMC.

Ragam cara lain juga terus diupayakan. Penggalangan dana  di kitabisa.com misalnya. Yang membuka peluang siapa saja untuk terlibat membantu. Meski sumbangan tersebut berjumlah kecil.  Najwa Shihab merilis sebuah video pendek yang mengesankan mengenai harapan mereka donatur dari ragam profesi, yang memberi sebisanya di kitabisa.com.

Masih banyak yang tidak terpantau turut terlibat meringankan beban semua dalam melawan covid-19. Mungkin saja mereka yang menjual harta benda miliknya, kemudian uangnya disumbang, para dokter bertugas profesional sampai-sampai menyumbang nyawa karena terpapar virus, para aktifis mahasiswa yang melakukan giat edukasi korona di desa-desa. Atau mungkin mereka yang tidak bisa memberikan apa-apa, memilih di rumah mengikuti anjuran dokter dan pemerintah guna memutus rantai penyebaran korona.

- Advertisement -

Badai Pasti Berlalu

Yuval Noah Harari dalam sebuah tulisan lepasnya yang bertajuk “Dunia setelah Virus Korona” di Financil Times, ia memberikan stimulus tentang optimisme. Bahwa apapun tantangan global yang lahir dapatlah diatasi sejauh ilmu pengetahuan (akal sehat) dijadikan patokan. Tidak ngotot dan ngeyel. Pun apa yang dilakukan semua saudara kita tersebut sarat pesan yang optimisme.

Bayangkan saja, mereka bukan partai politik, politisi, apalagi kandidat kepala daerah, mereka bebas dari kepentingan politik partai apapun dan siapapun.Mereka semua cuma rakyat biasa dan berprofesi biasa. Yang secara individu maupun terhimpun melalui organisasi. Akan tetapi tergerak naluri manusiawinya melihat realitas sosial yang tengah kita hadapai saat ini.

Secara tidak langsung kepedulian bersama tersebut melahirkan harapan baru. Bahwa keralaan, semangat gorong-gorong, akan terus hadir.  Hatta tantangan apapun yang akan dihadapi ke depan dipastikan dapat tertatasi. Masyarakat mulai dari Desa hingga perkotaan telah menjadi garis depan menerapkan prilaku wawas diri hingga ragam aktifitas sosial positif lainnya. Tujuannya satu yakni menciptakan tatanan sosial yang nyaman kembali bagi semua.

Spirit filantropi masyarakat tersebut haruslah terus dirawat dan ditumbuhkembangkan oleh elit negeri ini. Utamanya dari godaan kelompok yang sengaja mencari keuntungan pribadi, baik politik maupun ekonomi. Berita hoax (tidak benar) dan penimbun masker misalnya. Beredarnya berita bohong di tengah wabah ini membuat masyarakat terpecah dan kehilangan soliditas.

Mengapa gerakan swadaya ini perlu dirawat sebab praktis lebih cepat dirasakan kehadirannya. Ketimbang kebijakan pemerintah yang membutuhkan serangkaian proses birokrasi rumit dan politis. Selainnya peran-peran di akar rumput tersebut telah berfungsi sebagai stimulator baru bagi mereka yang tak berdaya di segala segi. Baik psikologis, ekonomi, kesehatan dan seterusnya.

Di lain sisi, tentu saja menjadi cambuk kepada pemerintah untuk berbuat lebih keras lagi melawan korona dan apa saja yang bisa merenggut kesejahteraan rakyat. Termasuk Omnibus law, rencana pembebasan koruptor, kenaikan gaji KPK, dan sejumlah kebijakan oportunis lainnya.

Eriton
Eriton
Penulis dan Mahasiswa Magister Sosiologi UMM, Malang-Aceh
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.