Kongres V Partai Amanat Nasional baru saja selesai. Namun, kongres yang digelar pada tanggal 10–12 Februari 2020 di Kendari, Sulawesi Tenggara, sempat diwarnai kericuhan. Suasana persidangan menjadi saksi luka bagi perhelatan akbar partai yang lahir dari rahim reformasi ini. Aksi saling lempar kursi antar peserta kongres pun mengakibatkan 4 orang peserta terluka.
Potret ini tentu sangat memprihatinkan kita bersama. Alih–alih dapat menunjukkan kedewasaan demokrasi, yang terjadi justru menodai demokrasi itu sendiri. Padahal, perbedaan pilihan menjadi hal yang wajar, tanpa harus berkelahi untuk memperebutkan posisi dalam partai. Layaknya sebuah kompetisi dalam pemilihan, menang dan kalah adalah sebuah keniscayaan. Para kandidat beserta para pendukungnya harus sudah siap menerima apapun hasilnya.
Sejak awal ditetapkan sebagai calon ketua umum partai, mestinya para kandidat sudah memiliki jiwa patriotisme yang tinggi dan kedewasaan dalam bersikap. Mengikrarkan siap menang dan siap kalah. Jiwa patriotisme ini pun tak hanya berlaku bagi calon ketua umum tapi juga seluruh tim pendukung. Meski tetap pada kenyataannya hal itu akan sangat sulit direalisasikan.
Namun, kita semua harus sadar bahwa partai politik adalah pilar utama demokrasi. Sukses tidaknya demokrasi suatu bangsa, salah satunya ditentukan oleh kualitas partai politik. Clinton Rossiter, seorang ilmuwan politik pernah mengatakan “tidak ada demokrasi tanpa politik, dan tidak ada politik tanpa partai”. Eksistensi partai politik menjadi ruh yang memberikan nyawa demokrasi.
Kasus kericuhan tersebut harus menjadi pengalaman yang sangat berharga untuk partai politik lainnya. Bagaimanapun, etika politik berbangsa dan bernegara ini harus tetap dijunjung tinggi. Mengendalikan hawa nafsu untuk kepentingan khalayak akan jauh lebih bermaslahat.
Sejatinya, politik bukan hanya soal berebut kekuasaan. Ada yang jauh lebih penting dari itu, yakni menjaga dan merawat iklim politik agar tetap sejuk. Polemik dan konflik di internal partai politik karena berebut kekuasaan, hanya akan menghabiskan energi, tenaga waktu dan pikiran yang terbuang sia–sia. Pada akhirnya, justru yang menjadi kewajiban partai politik itu sendiri menjadi tidak tertunaikan.
Salah satu hal yang bisa dijadikan ikhtiar untuk menjaga iklim politik yang tenang adalah dengan tetap menjaga soliditas. Hal ini seharusnya menjadi harga mati yang tidak bisa ditawar lagi. Mempererat dan menjungjung tinggi tali persaudaraan menjadi kebutuhan suatu bangsa agar tetap kokoh. Karena ke depan kita akan bersama–sama menghadapi persoalan bangsa yang terbilang cukup kompleks.
Terdapat empat isu global yang kini sedang dihadapi yakni demografi, globalilasi, pengelolaan sumber daya alam dan perubahan iklim (Smith, 2011). Kalau di internal partai politik masih saja tidak beres, bagaimana mau menghadapi tantangan bangsa di masa yang akan datang?
Oleh karenanya, mulai saat ini stop mencari celah–celah kesalahan orang lain. Tidak ada satu pun kader partai yang sempurna. Kelemahan satu kader dapat ditutupi oleh kelebihan kader yang lain, sehingga semua saling melengkapi. Kita harus sama–sama rukun, bergandengan tangan untuk mewujud bangsa Indonesia yang lebih baik lagi. Toh, jabatan itu hanya sementara saja, tidak ada yang abadi. Tali persaudaraan yang seharusnya hakiki. Saling mendukung bukan saling menjatuhkan.
PAN Pacsa Kongres
Terpilihnya kembali Zulkifli Hasan sebagai Ketua Umum Partai Amanat Nasional Periode 2020–2025 menjadi catatan sejarah. Karena baru kali ini terdapat ketua umum yang berhasil menjabat dua kali berturut-turut. Penulis meyakini bahwa terpilihnya Zulkifli Hasan membawa angin segar dan dapat menurunkan suhu politik yang sempat memanas di internal partai berlambang matahari terbit.
Kini, sudah menjadi sebuah keharusan PAN untuk kembali ke khittahnya. Hal ini juga menjadi tantangan tersendiri untuk membuktikan bahwa PAN tetap menjadi partai reformis. Peran vital partai politik dalam kehidupan bernegara sebagai penyalur aspirasi politik, pendidikan politik, pengkaderan dan fungsi partai politik harus senantiasa digelorakan.
Sejalan dengan Undang–Undang Nomor 2 tahun 2011 juga mengamanatkan bahwa partai politik harus melakukan pembenahan pada dua hal. Pertama, membentuk sikap dan perilaku partai politik yang terpola atau sistemik sehingga terwujud budaya politik yang mendukung prinsip-prinsip dasar sistem demokrasi. Hal ini ditunjukkan dengan sikap dan perilaku partai politik yang memiliki sistem seleksi dan rekrutmen keanggotaan yang memadai serta mengembangkan sistem perkaderan dan kepemimpinan politik yang kuat.
Kedua, memaksimalkan fungsi partai politik baik fungsi terhadap negara maupun fungsi terhadap rakyat melalui pendidikan politik, perkaderan dan rekrutmen calon yang efektif untuk menghasilkan kader-kader pemimpin yang memiliki integritas dan kemampuan di bidang politik yang mumpuni.
Selain itu, persepsi publik yang hari ini cenderung negatif dalam menilai kinerja partai politik karena dianggap gagal melahirkan kader pemimpin yang berkualitas, akibat maraknya korupsi yang terjadi menjadi hal yang perlu dievaluasi. Semua dugaan – dugaan itu dapat ditepis dengan melakukan aksi nyata.
Harapannya, terlepas apakah PAN akan menjadi partai oposisi atau tidak, ketika terdapat kebijakan pemerintah yang tidak sesuai dengan kehendak rakyat, maka bersikaplah kritis seraya menyiapkan solusi atas kebijakan yang tak searah.
Terlebih, di Tahun 2020 ini akan diselenggarakan Pilkada serentak di 270 daerah. Partai berlambang matahari ini wajib berkomitmen untuk tidak menetapkan dan menerima mahar calon kepala daerah yang akan maju di pencalonan. Silahkan cari kader partai yang mumpuni dan berintegritas berasal dari domisili setempat untuk dicalonkan secara demokratis dan terbuka. Hal ini menjadi penting agar dapat menekan angka korupsi bukan membuka celah korupsi.
Semoga langkah PAN kedepan menjadi salah satu partai yang bisa menjawab harapan rakyat Indonesia dalam mewujudkan keadilan dan kesejahteraan.