Beginilah kurang lebih penampilan juru ukur pertanahan ATR/BPN (Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional) di masa pandemi. Meski jauh berkurang kerja di lapangan, banyak dari teman-teman ini yang terus bekerja. Meski dengan harus berkeringat karena tambahan pakaian pengaman dari Covid-19.
Tidak cukup hanya mengandalkan juru ukur ASN yang kami punya, ada tenaga tambahan juru ukur berlisensi dari pihak ketiga yang kami pekerjakan. Ada setidaknya 12.000 mereka ini yang menggantungkan hidup dengan bekerja sebagai tenaga juru ukur, kerja sama dengan Kementerian ATR/BPN.
Sebagian besar mereka hari ini kehilangan pendapatan, karena pekerjaan yang hilang dan tertunda. Anggaran kami pun sudah banyak terhambat karena ekonomi yang melambat. Pilihan pun kian menyusut seiring tabungan yang menciut. Ini hanya dari satu sektor, sementara pandemi ini berdampak pada seluruh sektor, dan pada saat bersamaan. Tak hanya di negeri ini tapi di seluruh negeri di bumi ini.
Dalam situasi begini, saya rasa memang tidak ada pilihan selain memang kita harus mulai kembali bekerja. Tentu tidak akan sama dengan sebelum pandemi, tetapi akan sangat berbeda dengan strategi yang harus berubah.
Dengan gaya yang jauh lebih sederhana ini sudah dan terus dilakukan oleh abang kandung saya yang pedagang ayam potong di pasar Jatinegara. Yang bahkan pada saat pandemi sedang hebohnya di episentrum Jakarta ini, dia tetap berdagang di pasar, bersama puluhan pedagang lain di kios basah di basement pasar.
Masker kain sederhana dan vitamin saban hari menjadi alat pengaman hariannya. Dia juga menolak waktu kami saudara-saudaranya menawarkan untuk dia tidak usah berdagang saja, nanti kita patungan untuk memberinya sedikit pendapatan untuk hidup sehari-harinya.
Dia menolak karena berdagang dan bekerja bukan sekadar pendapatan baginya, tetapi juga harga diri dan penghargaan pada dirinya sendiri (yang kebetulan memang tinggal sendiri di rumah orang tua kami dulu).
Hari ini saya belajar banyak dari teman-teman juru ukur kami, hari ini saya diingatkan lagi oleh abang saya yang terhormat. Semata hanya bekerja di rumah adalah kemewahan bagi mereka.
Barangkali kita memang harus mulai membiasakan hidup bersama Covid-19, memahami kekuatannya, menghargai kelemahannya. Ekonomi harus kembali bergerak, rakyat sudah harus kembali mendapat penghasilan.
Tentu, ini bukan pilihan mudah. Tetapi sedikit empati pada orang-orang seperti juru ukur kami, seperti abang saya sendiri tadi, barangkali bisa membantu kita semua memahami situasi, dan semua upaya yang sedang dilakukan, dalam lebih dan kurangnya. Untuk ini, saya akan mulai dari diri sendiri terlebih dahulu. Berkah dalem.