Jumat, Maret 29, 2024

Pemecatan Julen Lopetegui dan Rutinitas Real Madrid

Mahfud Ikhwan
Mahfud Ikhwan
Penulis Novel "Dawuk: Kisah Kelabu dari Rumbuk Randu"; Pengelola Blog Belakanggawang.

Real Madrid memecat Julen Lopetegui. Ah, tak adakah berita yang lebih menarik dari itu? Sepanjang sejarahnya, Real Madrid menunjuk dan memecat pelatihnya segampang mereka memangkas rumput lapangan Santiago Bernabeau menjelang pertandingan. Jadi, tak ada yang istimewa.

Mereka punya presiden klub legendaris—stadion mereka dinamai dengan namanya. Mereka juga punya pemain-pemain legendaris: Di Stefano, Puskas, Butragueno, Raul, Casillas. Mereka bahkan punya tim legendaris, yang mereka namai Quinta del Buitre, yang menjadi tim paling sukses secara domestik di Spanyol pada dekade ’80-an. Mereka juga punya Galacticos, istilah yang menandai tim dan era yang tidak terlalu jelas apa ukurannya, kecuali tinggi harga beli dan gaji pemainnya.

Yang tak mereka punya adalah pelatih legendaris.

Mereka pernah punya pelatih yang, jika diukur dari trofi yang didapatkannya, akan sangat sulit dicari padanannya. Namanya Miguel Munoz. Melatih antara 1960 sampai 1974, ia memenangkan European Cup (sekarang Liga Champions) dua kali sebagai pelatih, menyusul tiga kali trofi yang sama saat ia menjadi pemain Madrid. Sementara, total gelar La Liga ia persembahkan bagi El Real sebanyak 13 kali, dengan rincian 5 kali sebagai pemain dan 9 kali sebagai pelatih. Pep Guardiola yang agung itu niscaya tak bisa bahkan sekadar untuk mendekatinya.

Munoz diabadikan namanya oleh koran Spanyol Marca bagi penghargaan tahunan untuk pelatih terbaik di La Liga. Namun, untuk pengabdiannya selama total 26 tahun di Real Madrid (10 tahun sebagai pemain dan 16 tahun sebagai pelatih), ia hanya disebut enam kali dalam buku Sid Lowe yang seminal tentang sejarah El Clasico, Fear and Loathing in La Liga—bandingkan dengan Jenderal Franco yang empat kali lipat lebih banyak disebut dalam buku itu. Itu pun kebanyakan disebut di bab-bab tentang orang lain, yaitu Alfredo Di Stefano dan Helenio Herrera.

Nama pertama adalah puncak sejarah kebesaran Real Madrid di lapangan, yang karena perlakuan Munoz akhirnya hengkang dari Madrid—boleh jadi inilah asal-muasal kekurangpopuleran Munoz di Madrid. Nama kedua adalah orang yang ditunjuk Barcelona untuk menghentikan dominasi Madrid dan Munoz di Eropa, tapi baru berhasil melakukannya justru ketika melatih Internazionale.

Dalam 20 tahun terakhir, 20 kali juga Madrid berganti pelatih. Sebagian memang sosok level B dan bukan pelatih pilihan pertama, di mana nama Julen Lopetegui ada di antaranya (selain nama seperti Manuel Pellegrini, Juande Ramos, Juan Ramon Lopez Caro, Mariano Garcia Remon, Vanderley Luxemburgo, hingga Carloz Queiroz). Tapi, beberapa di antaranya adalah pelatih terbaik di dunia di masanya. Sebut saja Fabio Cappelo (dua kali), Jupp Heynckes, Vincente Del Bosque, Jose Mourinho, hingga Carlo Ancelotti.

Pelatih-pelatih hebat yang disebut lebih belakang itu bukan hanya hebat reputasinya sebelum datang, tapi juga berprestasi saat melatih Real Madrid. Capello memberikan dua juara La Liga yang sedang sangat dibutuhkan Madrid di dua kali masa kepelatihannya yang pendek; Heynckes memberikan gelar Liga Champions ketujuh, atau yang pertama di era televisi berwarna; Del Bosque memberikan semua piala yang bisa didapatnya bersama Madrid, juga sebuah tim yang hebat; Mourinho mempersembahkan juara Liga dan menghentikan dominasi Barcelona—setidaknya begitulah klaimnya; sedang Ancelotti mewujudkan obsesi La Decima, gelar kesepuluh Liga Champions, yang kemudian membuka keran bagi datangnya gelar ke-11, ke-12, dan ke-13. Toh semuanya kena pecat, atau setidaknya “penghentian kontrak berdasar kesepakatan bersama”.

Julen Lopetegui bukan pelatih buruk ketika ia ditunjuk menjadi pelatih baru Madrid, di malam menjelang pembukaan Piala Dunia 2018, empat bulan lalu. Setidaknya, itulah yang ditunjukkan dari catatan statistiknya selama memegang timnas Spanyol, dan terutama prestasinya dengan timnas kelompok umur—ia juara Eropa saat melatih timnas Spanyol U-19 dan U-21. Penunjukannya sebagai penerus Zinedine Zidane memang sedikit mengejutkan, tapi CV-nya, juga relasinya di masa lalu dengan akademi Real Madrid, jelas menyediakan alasan yang cukup baginya untuk ngantor di Valdebebas.

Tapi, karena itu juga, tak seorang pun terkejut dengan pemecatannya. Ia melatih Real Madrid, dan ia membawa timnya terdampar di peringkat ke-9 di pekan ke-10, tiga peringkat di bawah tim promosi Real Valladolid, dan mereka baru saja dihantam 5-1 dalam El Clasico. Mana bisa orang membayangkan hal lain?

Madrid bisa memecat pelatih bergelimang gelar seperti Del Bosque hanya karena si pelatih tak suka dengan dijualnya seorang gelandang penting dan datangnya seorang pemain bintang yang tak dibutuhkan; Madrid memutus kontrak pelatih berkharisma macam Capello yang memberikan gelar Liga hanya karena timnya tidak bermain menyenangkan; Madrid dengan dingin melepas pelatih yang sangat berprestasi dan mudah dicintai seperti Ancelotti; Madrid tanpa ampun mengusir pergi Rafa Benitez di pekan ke-12 setelah selama 10 pekan sebelumnya tak terkalahkan. Jadi, Lopetegui tahu apa yang akan menimpanya setelah seluruh penonton di Camp Nou melambaikan tangan dengan lima jari mengembang ke arahnya.

Sekali lagi, Julen Lopetegui hanya salah satu dari 20 pelatih yang dipecat oleh Madrid dalam 20 tahun terakhir. Dan dengan empat kekalahan dan hanya empat kemenangan dalam 10 pekan, ia jelas salah satu yang terburuk di antara 20. Dan karena itu, pemecatannya adalah sesuatu yang rutin belaka.

Dan Real Madrid—dan sepakbolanya—akan kembali seperti biasa. Mereka menunjuk Santi Solari, mantan pemain sekaligus pelatih Real Madrid Castilla, tempat dari mana beberapa pelatih tersukses di Real Madrid berasal; mereka akan sedikit terburu-buru mencari pelatih, sebab ini baru akhir Oktober, dan tidak banyak pelatih tersedia yang sepadan dengan kebesaran Real Madrid. Mereka tampak tak akan bisa mengejar Barcelona di arena pacuan La Liga, dan akan terlalu ajaib jika bisa sampai ke final Liga Champions, apalagi kembali memenanginya; mungkin mereka akan menjebol deposito mereka di bank untuk menebus Neymar atau Hazard pada pergantian tahun, untuk menyelamatkan apa yang bisa diselamatkan.

Setelah itu, Real Madrid akan kembali terlihat sebagai Real Madrid. Ini klub yang merampas pelatih (sebagaimana juga pemain) dari tim lain, yang beberapa bulan kemudian mungkin saja memecatnya, dan mengulangi hal yang sama satu atau dua musim berikutnya—atau bahkan dalam beberapa bulan saja, seperti yang terjadi pada Julen Lopetegui.

Di klub ini, pelatih datang dan pergi, tak ubahnya pemain. Orang seperti Alex Ferguson dan Arsene Wenger tak akan bisa ditemukan di sini.

Meski demikian, brengseknya, mereka tak pernah lupa cara menjadi juara.

Mahfud Ikhwan
Mahfud Ikhwan
Penulis Novel "Dawuk: Kisah Kelabu dari Rumbuk Randu"; Pengelola Blog Belakanggawang.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.