Jumat, April 19, 2024

Jokowi, Asap, dan Kerusakan Lingkungan

Khairul Fahmi
Khairul Fahmi
Doktor Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), pengajar Hukum Tata Negara, peneliti Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO), Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang.
Personel TNI memadamkan api yang membakar perkebunan kelapa sawit di Sungai Aur, Muaro Jambi. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Personel TNI memadamkan api yang membakar perkebunan kelapa sawit di Sungai Aur, Muaro Jambi. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Setiap kemarau tiba, negeri ini selalu ribut soal pembakaran lahan, bahkan negeri tetangga juga ikut riuh. Setelah api berhasil dipadamkan atau padam sendiri di musim hujan, semua kembali tenang. Tahun depan peristiwa yang sama kembali terulang. Begitulah yang terjadi terus-menerus, berbilang tahun dalam satu dekade terakhir.

Sayangnya, sampai saat ini belum ada strategi yang disiapkan pemerintahan Joko Widodo untuk mencegah hal tersebut kembali terulang. Entah karena cepat lupa atau memang karena masalah ini tidak dianggap serius. Masalah pembakaran lahan seakan tidak diprioritaskan untuk ditangani secara baik. Pengelola negeri lebih cenderung sibuk mengurus agenda politik dan kenaikan gaji pejabat dibanding mengurus pembakaran lahan yang berhubungan dengan hajat kesehatan jutaan manusia di Sumatera dan Kalimantan.

Harus diakui, pemerintah telah mengambil sejumlah langkah guna memadamkan api. Namun yang semestinya dilakukan tidak sekadar itu, tapi juga menyusun sebuah strategi nasional agar pembakaran lahan tidak lagi terjadi di masa mendatang. Bila hanya mengambil langkah memadamkan api, itu sama artinya pemerintah membiarkan bencana di tengah ada kesempatan untuk mencegahnya.

Pemerintah harus menyadari, masalah pembakaran lahan bukan lagi sekadar isu menjaga kawasan, melainkan telah merambah isu kemanusiaan, khususnya hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Penanganan pembakaran hutan bukan lagi soal menjaga eksistensi hutan dari tangan jahil yang hendak mengubahnya menjadi hutan sawit atau hutan tanaman industri, tapi sudah masuk ada ranah menyelamatkan jutaan umat manusia yang hidup di sekitarnya.

Terkait hal itu, bagaimana mungkin pemerintah lebih mementingkan segentir orang yang memegang izin usaha perkebunan untuk tetap eksis dengan cara membakar hutan, sementara jutaan manusia lain terancam kehidupannya akibat kenakalan mereka?

Karena itu, sesungguhnya penanganan pembakaran lahan berada pada ayunan menjalankan amanat konstitusional memenuhi hak atas lingkungan yang sehat atau tetap membiarkan perilaku pembakaran lahan asalkan investasi tetap bertahan. Bila saat ini pendulum berada pada upaya menjaga keberlanjutan investasi perusahaan perkebunan, dengan perkembangan yang ada, pemerintah seharusnya menarik pendulum itu pada titik keseimbangan baru.

Pemerintah dengan peran yang dimilikinya bisa saja tetap melindungi keberlanjutan investasi perkebunan, tapi kewajiban utamanya memenuhi hak atas lingkungan yang sehat bagi setiap orang yang hidup di bumi Indonesia sesuai Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 harus dipenuhi.

Maka, strategi nasional penanganan pembakaran lahan menjadi sangat relevan untuk dirumuskan. Strategi tersebut lebih difokuskan pada bagaimana memperbaiki kelemahan-kelemahan aturan yang ada dan bagaimana pula menegakkannya secara konsisten. Ihwal sejumlah ketentuan UU Lingkungan Hidup–seperti masih dibolehkannya pembersihan lahan dengan cara membakar–sudah saatnya diperbaiki. Terkait penegakan hukum, masalah penegakan hukum yang tidak konsisten, tidak tegas, dan diskriminatif harus segera diakhiri.

Di antara dua hal tersebut, isu penegakan hukum jauh lebih penting untuk direncanakan secara lebih matang. Bagaimanapun, saat ini penegakan hukum di bidang lingkungan dihadapkan pada persoalan sikap tebang pilih aparat penegak hukum. Penegakan hukum terkesan hanya tajam pada perorangan, namun tumpul pada pelanggaran yang dilakukan korporasi. Jika saat ini terindikasi 14 perusahaan perkebunan yang melakukan pembakaran, penegakan hukum pidana lingkungan terhadap perusahaan tersebut harus dilakukan secara efektif dan tidak pilih kasih.

Selain menuntut secara pidana, langkah mencabut izin usaha sekaligus memberikan denda pada perusahaan yang melakukan pembakaran patut diterapkan. Bagaimanapun, masing-masing perusahaan bertanggung jawab atas lahan yang dipegangnya. Kegagalan mencegah atau tidak dipenuhinya standar pencegahan kebakaran lahan patut dijadikan alasan memberi hukuman serius berupa pencabutan izin dan denda atas kerusakan lingkungan.

Pada saat yang sama, karena pembakaran lahan tidak lagi hanya sekadar masalah lahan dan lingkungan, tapi juga bagian dari pelanggaran HAM, maka upaya menuntut pelaku pembakaran lahan atas dasar melanggar hak atas lingkungan hidup yang sehat patut diterapkan secara bersamaan. Dalam konteks itu, pelaku pembakaran lahan tidak saja dikenai sanksi pencabutan izin dan denda atas kerusakan yang ditimbulkan, tapi juga sanksi membayar restitusi atas pelanggaran hak atas lingkungan hidup kepada semua warga negara yang terkena dampak asap pembakaran.

Maka, setidaknya ada tiga lapis ancaman hukuman yang dapat diterapkan: pidana, sanksi administratif, dan pelanggaran HAM. Dengan ancaman yang demikian berat, tentu akan dapat memberi efek jera bagi orang ataupun perusahaan yang terus membiasakan diri membakar lahan. Hanya saja semua kembali terpulang pada bagaimana strategi penerapannnya.

Jika pemerintah tetap menggunakan cara-cara sebagaimana telah dilaksanakan selama ini, tentu tidak akan membuat jera perusak lingkungan. Akan tetapi, jika hukum diterapkan dengan mentalitas penegaknya yang baik, tahun depan jika pun akan terjadi kebakaran, setidaknya bukan lagi karena faktor kesalahan dan kesengajaan, melainkan mungkin karena faktor alam yang tak bisa diperkirakan oleh manusia.

Khairul Fahmi
Khairul Fahmi
Doktor Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), pengajar Hukum Tata Negara, peneliti Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO), Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.