Kamis, April 25, 2024

Agar Tidak Berdakwah Seperti Neno Warisman

Deding Ishak
Deding Ishak
Anggota Komisi VIII DPR RI.

Berdakwah adalah tanggung jawab istimewa dari Allah yang hanya diberikan kepada manusia sebagai khalifah di muka bumi. Bukan kepada hewan, tumbuhan, dan makhluk lainnya. Karena hanya manusia yang memiliki akal untuk berpikir dan mengerti ajaran Allah yang telah disampaikan melalui utusannya, Nabi Muhammad SAW.

Akan tetapi belakangan, menurut saya, tata cara dan adab berdakwah cenderung kurang diperhatikan. Hal ini terlihat dari munculnya ustaz atau ustazah yang menyampaikan dakwahnya tidak dengan dasar ilmu agama mumpuni dan justru cenderung menebar kebencian. Ambil saja contohnya dakwah yang dilakukan Sugik Nur dan Neno Warisman.

Saya cukup menyayangkan seruan Sugik Nur kepada jamaahnya bahwa Islam Nusantara yang menjadi metodologi pemikiran beragama Nahdlatul Ulama (NU) sesat dan menyebut Jokowi beserta pendukungnya memusuhi Islam. Menurut saya, seorang yang telah disebut ustaz, atau setidaknya telah mengakui dirinya sendiri sebagai ustaz dan berani berdakwah ke sana kemari, tidak sepatutnya dengan mudah menghukumi sesat suatu golongan atau individu tertentu.

Sebaliknya, seorang pendakwah mestilah mampu menjadi serupa awan yang memberi keteduhan kepada jamaahnya dan sekalian alam. Sebab, yang dia sampaikan adalah ajaran Islam. Agama yang rahmatan lil alamin. Agama yang memberi keselamatan dan ketenteraman bagi semua umat.

Akibat dakwah seperti Sugik tersebut dapat menciptakan yang disebut Alquran sebagai fasadun fil ardhi. Kerusakan di muka bumi. Karena, kebencian yang ditularkan kepada segerombolan orang tersebut akan meluas dan berdampak kepada pertentangan. Bukan tidak mungkin bahkan pertumpahan di antara sesama muslim yang artinya bertentangan dengan ajaran untuk menjaga ukhuwah Islamiyah.

Selain Sugik, saya juga menyayangkan Neno Warisman yang terlalu menyeret agama dalam kepentingan politik praktisnya. Seperti tampak dalam doanya ketika acara Munajat 212 beberapa waktu lalu yang seolah mengasosiasikan pilpres dengan perang Badar. Padahal faktanya semua kandidat yang bertarung adalah muslim. Jokowi, Kiai Ma’ruf, Prabowo, dan Sandiaga, menurut saya semuanya sedang berlomba-lomba kepada kebaikan. Fastabiqul khairat. Sehingga, tidak tepat jika menganggap momen pilpres adalah peperangan muslim versus nonmuslim.

Sebagai seorang yang disebut ustazah oleh pengikutnya, sudah semestinya Neno memahami bahwa menempatkan seorang muslim lain seolah kafir adalah kesalahan besar yang justru bisa menjerumuskannya kepada kekufuran itu sendiri. Lantaran ia menyangkal takdir Allah yang memberi nikmat Islam kepada orang tersebut.

Maka, agar tidak semakin banyak pendakwah seperti Sugik dan Neno, berikut adalah beberapa hal yang menurut saya mesti diperhatikan:

Pertama, menurut saya, pendakwah harus benar-benar paham ajaran Islam. Tidak sekadar tahu belaka. Mereka harus mempunyai dasar atas ajaran yang disampaikan. Dan, itu hanya bisa dicapai jika mereka telah mempelajari agama Islam secara utuh. Pendeknya, jika ingin menafsirkan ayat al-Qur’an, maka harus belajar lebih dulu dan paham ilmu tafsir. Jika ingin menghukumi suatu perkara, maka harus belajar lebih dulu dan paham ilmu ushul fiqh atau fiqh.

Sehingga, setiap ajaran mereka bisa dipertanggung jawabkan keabsahannya secara agama. Selayaknya ajaran ulama-ulama besar masa lalu yang selalu memiliki rujukan jelas atau dalam bahasa Arab jelas sanad dan ushulnya sampai ke Nabi Muhammad SAW. Karena mengajarkan agama tidak seperti mengajarkan ilmu lain. Ada pertanggung jawaban langsung kepada Allah saat yaumul hisab atas materi yang mereka sampaikan.

Kedua, materi dakwah harus disampaikan dengan tutur kata yang halus dan santun. Hal ini sesuai dengan firman Allah, “ud’u ila sabili rabbika bil hikmah wa mauidhatil hasanah wa jadilhum billati hia ahsan.” Yang bisa dimaknai “ajaklah mereka ke jalan Tuhanmu (Allah) dengan hikmah dan tutur kata yang santun dan debatlah mereka dengan bahasa yang baik.”

Artinya, meskipun ajaran agama memiliki ketegasan yang tidak bisa dikompromikan dengan apapun, tapi dalam menyampaikannya tidak harus dengan marah-marah. Apalagi sampai menyerukan kebencian. Ini pula yang telah dicontohkan Nabi Muhammad SAW. Beliau selalu santun dalam menyampaikan ajaran Islam, termasuk kepada orang-orang yang jelas memusuhinya.

Lebih dari itu, kesantunan dakwah adalah simbol ajaran Islam yang esensinya mengajak kepada kebaikan dan keselamatan. Tidak mungkin seorang dapat mengajak kepada kebaikan dan keselamatan dengan kebatilan dan kebencian.

Ketiga, tidak dikendalikan oleh kepentingan politik. Seorang individu memang wajar memiliki pandangan politik tertentu. Namun, jika ia menjadi pendakwah sudah tentu pandangan atau kepentingan politiknya tidak mengendalikan materi dakwahnya. Sebab, bila itu yang terjadi, sangat mungkin ia terjebak memanfaatkan agama sebagai alat mencapai kepentingan politiknya.

Sebaliknya, pendakwah yang baik seharusnya mampu menanamkan nilai-nilai agama ke dalam politik. Agar yang tercipta adalah kesantunan dan perdamaian. Lagi pula, yang semestinya menjadi instrumen adalah politik untuk mencapai tujuan beragama. Bukan agama yang menjadi instrumen mencapai tujuan berpolitik: kekuasaan.

Terakhir, menurut saya, umat juga harus kritis. Umat harus berani menyangkal pendapat atau ajaran pendakwah yang mengarah kepada ujaran kebencian dan pecah belah persaudaraan. Setidaknya dengan mempertanyakan dasar dari pendapat dan ajaran mereka.

Selain itu, umat Islam juga mesti pandai memilih ustaz atau ustazah untuk dijadikan rujukan. Harus dilihat dulu rekam jejaknya. Atau seperti yang termaktub dalam kitab Ta’lim Muta’lim karya Imam Az-Zarnuji, mereka harus dipastikan sebagai golongan irsyadu ustazin. Yakni, seorang yang mumpuni dalam ilmu agama sekaligus mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Jadi, antara pendakwah dengan umatnya mestilah saling mengoreksi. Pendakwah tidak boleh arogan dan merasa paling benar. Karena mereka bukan malaikat apalagi Tuhan. Umat juga bukan hewan yang selalu mesti dituntun penggembalanya.

Deding Ishak
Deding Ishak
Anggota Komisi VIII DPR RI.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.