Jumat, Maret 29, 2024

Jadi Wartawan itu Enak (2)

Socrates
Socrates
Wartawan Senior

Saat itu, awal reformasi, Batam menakutkan. Pelacuran, perjudian, kriminalitas, dan paling mendebarkan bentrok antar suku. Kemana-mana saya naik Honda GL Pro bekas. Delapan bulan saya tinggal di kantor, Jodoh. Tidur di bawah meja komputer di kasur bau Firaun. Banyak pulau, bekas iler.

Apa jadinya kalau beberapa wartawan lajang tinggal satu rumah? Tagihan telepon bengkak, rumah berantakan, pergi pagi pulang malam sehingga lupa bayar listrik. Itulah yang terjadi ketika kami ngontrak ramai-ramai. Saya, Yos, Hasan, Juanda dan Cahyono Adi. Saya baru pindah setelah rumah itu terbakar.

Saat kasus mobil bodong marak, saya berulang kali menulis. “Gara-gara tulisan Anda, ratusan mobil saya tertahan di Singapura,” kata seorang importir. Saya tulis, karena melanggar aturan. Mobil yang masuk Batam harus brand new. Aturan itu dilanggar selama sepuluh tahun.

Anehnya, ada orang yang mengirim surat kaleng ke kantor bahwa saya terima uang. Saya tidak takut, karena tidak melakukannya. Setahun kemudian, saya tahu siapa pelakunya. Surat itu saya simpan sampai sekarang. Untuk kenang-kenangan.

Karena jadi wartawan, saya bersahabat dengan banyak orang. Dari berbagai kalangan. Dari dulu, sampai sekarang. Dari pejabat sampai orang biasa. Dari orang biasa, jadi pejabat, lalu jadi orang biasa lagi. Dari pengusaha biasa, menanjak naik menjadi pengusaha nasional dan mendunia. Dari pengusaha terkemuka, gulung tikar. Begitulah kehidupan.

Uniknya, beberapa pengusaha yang menjadi sahabat saya itu, saya sampai mengenal putra mahkotanya, generasi kedua yang disiapkan meneruskan bisnisnya. Dulu saya wawancara bapaknya, sekarang wawancara anaknya. Saya senyum-senyum sendiri. Diam-diam membandingkan gayanya.

Dari Batam, meliput ke negara tetangga jadi mudah. Terutama ke Singapura, Malaysia dan Thailand. Saya punya teman wartawan Republika yang tugas di Kualalumpur dan wartawan The Strait Times di Singapura.

Saya menyaksikan, Singapura tumbuh jadi surga dunia belanja. Kecil, tapi gesit. “Singapore is different,” kata Lee Kuan Yew. City branding yang kuat dengan jargon Uniqly Singapore dikembangkan menjadi Live it up Singapore dengan slogan New Asia.

Begitu juga Malaysia yang mengembangkan wisata sehat di Melaka, diminati orang Indonesia. Para pegawainya bertanya, “who is the bos? Bos kami yang sebenar-benarnya adalah pasien, bukan pemilik rumah sakit,” kata Vincen Wan, marketing Mahkota Medical Centre, kepada saya.

Saya mengunjungi Port de Santiago atau Afamosa yang dibangun tahun 1511 dan menginap di Afamosa Resort. Malaysia sejak lama menggarap wisata halal dan menyediakan Arabian Village.

Saya tiga kali ke Genting Highland di puncak gunung Banjaran Titiwangsa, naik Genting Skyway kereta gantung yang beroperasi sejak 1977 dan tercepat di dunia. Sebanyak 22 tiang beton (pylon) dibangun di bukit dan pegunungan yang terjal, menjadi tiang penyangga cable car itu.

Saya juga dua kali ke Thailand, menelusuri pantai Pattaya, nonton Thai Girl Show dan menyaksikan Alcaraz kabaret yang memukau. Padahal, yang tampil adalah para bencong. Naik tuk-tuk, bajai ala Thailand, menyusuri kota Bangkok. Saat wabah Covid-19 kini menerpa, orang bersalaman dengan menempelkan kedua tangan di dada. Orang Thailand, sejak dulu melakukannya sambil berkata: Sawadikab.

Saya diajak ikut rombongan Otorita Batam ke Timur Tengah, ke Libanon, dan Yordania. Belajar soal free zone. Terbang via Singapura 10 jam dan transit di Dubai, bandara tercepat kedua di dunia perkembangannya. Bandara ini termasuk dalam kawasan Jebel Ali, nonstop 24 jam.

Banyak warga Philiphina yang bekerja di Bandara Dubai karena faktor bahasa. Saya bertemu ibu-ibu yang ketinggalan pesawat ke Kuwait, karena tidak punya boarding pass dan kesulitan berbahasa Inggris dan Arab. Semua mata uang, laku disana. Dubai menjelma jadi crossroad of the new global economy. Beirut yang pernah tercabik-cabik perang saudara, bangkit menjadi kota modern dan maju.

Dari Batam, hanya tiga orang wartawan yang ikut. Tiga lainnya dari Jakarta. Saya, Depan Maju Sihite dan Rumbadi Dale. Kini, kedua sahabat saya itu sudah almarhum. Rasa ingin tahu yang besar, jalan sendiri membuat saya tersasar. Saya kira masjid, ternyata gereja. Saya telepon Sihite, bertanya dia dimana. Dengan enteng dia menjawab: Di Libanon.

Saya jengkel, tapi tak berdaya. Apalagi, tak bisa bahasa Arab. Saya bersyukur, kini anak bujang saya, menguasai bahasa Inggris dan Arab, setelah 7 tahun di pesantren. Anak gadis saya juga bisa bahasa Inggris dan Mandarin. Sekarang kelas 1 SMA 3 Batam jurusan bahasa.

Kami bertemu Gus Dur di Beirut. Saya paham, kenapa beliau sangat toleran dan menghargai perbedaan. Warga Lebanon sangat heterogen. Ada masjid Al Omari dan Amir Assaf. Juga gereja The Greek Orthodox Cathedral of Saint George.

Juga ada obyek wisata Jounieh dan Casino du Liban. Beirut juga dijuluki Parisnya Timur Tengah. Mau tahu bagaimana rasanya masuk ke tempat hiburan di Beirut? Hanya ruangan temaram, ada musik dari piano dan orang berdansa. Harga minumannya minta ampun mahalnya.

Wanita Lebanon terkenal cantik dan modis. Kata Dubes RI, wanita Libanon tercantik di dunia. “Bayangannya saja cantik,” katanya, terbahak. Kami sering terpana menatap kaum wanita di Beirut. Tapi, rasanya mustahil mereka tertarik pada wajah dan body pas-pasan macam saya. Mungkin Pak Ismeth Abdullah beda. Wajahnya Arab dan mancung pula.

Obyek wisata Lebanon juga fantastis. Berkunjung ke gua Al-Kahfi, berenang dan mengapung di Laut Mati, pengalaman yang berkesan dan luar biasa. Terletak 400 meter di bawah permukaan laut, airnya sangat asin dan pahit. Saya coba mengambil batu di dasar yang dangkal. Rasanya, tangan ditolak-tolak ke atas.

Lumpurnya diolah jadi handbody, facial scrub, dan sabun. Setelah dipakai, kulit jadi halus. Saya menyesal membeli sedikit. Jangan-jangan, karena sering mandi di laut mati itulah, wanita Lebanon cantik-cantik.

Gua Jeita Grotto yang ditemukan 1836 sangat indah. Batu-batu alam berubah seperti kristal yang terbentuk sejak ribuan tahun silam. Dari Bukit Neba, tempat wafatnya nabi Musa AS, ada replika tongkatnya dan dari ketinggian, bisa terlihat kota Hebron, Jerusalem dan Jerikho.

Jordania, secara fisik tampak lebih maju dibanding negara Arab lainnya. Mereka menyebut dirinya The Hasemite Kingdom of Jordan. Jordania tenang-tenang saja, meski negara tetangganya berkecamuk. Jordania berbatasan dengan Irak, Syiria, Israel dan Palestina.

Negara ini punya kawasan ekonomi khusus Aqaba dan Zarka. Usai perang Irak, bisnis mobil bekas melonjak. Baik dari Lebanon maupun Jordania. Dikirim kemana? Ya, ke Irak itulah. (bersambung)

Socrates
Socrates
Wartawan Senior
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.