1 Oktober 2017 adalah hari bersejarah bagi warga Catalonia. Referendum akhirnya digelar. Referendum yang bertujuan untuk memisahkan diri dari Spanyol itu dinyatakan ilegal oleh pengadilan ketatanegaraan Spanyol. Aparat Kepolisian Spanyol bertindak keras untuk menggagalkannya. Kubu pro dan kontra kemerdekaan sama-sama turun ke jalan. Ada kerusuhan yang mengakibatkan 11 polisi dan 337 warga terluka.
Catalonia merupakan daerah kaya dan menjadi pusat bisnis, keuangan, olah raga, dan seni. Warganya merasa berbeda kulturnya dengan Spanyol dan ingin mengelola daerah mereka sendiri. Pendapatan pajak cukup besar disetorkan kepada pemerintah pusat di Madrid, ibu kota Spanyol. Namun, efeknya dirasa kurang bagi kesejahteraan warga Catalonia.
Laporan BBC (2/10) menyebutkan bahwa pihak pro kemerdekaan mengklaim memenangkan hak merdeka untuk menjadi negara, di mana referendum telah membuka pintu sebuah unilateral declaration of independence. Partisipasi referendum tercatat sebanyak mencapai 42,3 persen dari total warga 5,3 juta orang. Adapun hasil referendum adalah 90 persen memilih kemerdekaan.
Referendum memberikan implikasi bagi banyak sektor. Salah satunya adalah sepakbola. Kota Catalonia tercatata memiliki tiga klub yang berkiprah di La Liga, yaitu Barcelona, Espanyol, dan Girona.
Referendum dan Barca
Berdasarkan pengalaman liga sepak bola Eropa, klub bebas menentukan pilihannya, tetap di Liga Spanyol atau menyeberang ke negara tetangga seperti Italia, Prancis, atau bahkan Liga Inggris (Figueras, 2017). Peraturan UEFA tidak melarang klub untuk bermain di liga luar negeri.
Di Liga Spanyol sendiri, ada tim yang berasal dari negara lain. Monaco juga bermain di Prancis, dan tim asal Wales bermain di Liga Inggris. Namun Presiden Liga Spanyol tegas menyatakan klub Catalan jika merdeka tak akan bisa lagi bermain di Liga Spanyol. Bagaimanapun, kondisi ini akan memberikan implikasi bagi industri sepakbola La Liga, khususnya terkait klub raksasa Barca.
Efek memanasnya referendum, laga Barca melawan Las Palmas di Stadion Camp Nou, Minggu (1/10), berlangsung tanpa penonton. Hal ini menjadi pilihan Blaugrana karena kondisi keamanan Catalonia. Laga ini jelas berlangsung hambar dan mengurangi banyak pemasukan. Kondisi diprediksikan semakin hambar jika La Liga tanpa Barca. Kekuatan besar La Liga berada pada dua klub raksasa, yaitu Barca dan Real Madrid.
Barca secara tidak langsung memberikan dukungan referendum sejak lama. Situs resmi Barca bahkan eksplisit mendukung sentimen Catalan dan mempertahankan budaya serta bahasa mereka. Barca, konon, didirikan sebagai simbol perlawanan kebudayaan Catalan atas penindasan Spanyol.
Mantan Presiden Barceleona 2003-2010, Joan Laporta, dikenal sebagai tokoh vokal pendukung referendum. Di sisi pemain dukungan diberikan, misalnya, oleh Xavi Hernandez dan Gerard Pique, meski keduanya juga memperkuat Timnas Spanyol.
Barca adalah klub tersukses Spanyol dan mengungguli rival bebuyutannya, Real Madrid. Sepanjang sejarah klub ini telah mengoleksi 75 trofi. Selanjutnya Real Madrid berada di posisi kedua dengan raihan 74 gelar, Athletic Bilbao 31 trofi, dan Atletico Madrid 26 kali juara.
Hingga akhir 2016 Barca tercatat sebagau klub sepakbola terkaya kedua di dunia. Klub Catalan ini mendapatkan 560.8 juta Euro atau setara dengan Rp 8,4 triliun. Angka ini sedikit di bawah Los Blancos atau Real Madrid, yaitu 577 juta Euro atau setara dengan Rp 8,7 Triliun. Nilai ekonomi ini tentu berimbas bagi La Liga jika benar-benar kelak mencoret Barca.
Pilihan La Liga
Regulasi sepakbola internasional memang mengatur bahwa sepakbola terbebas dan tidak boleh terkait urusan politik. Sejak beberapa tahun terakhir, fans Barca kerap mengibarkan bendera Catalonia atau ‘esteladas’, baik saat kandang atau tandang. Barca pernah disanksi dan juga pernah memenangkan banding di Pengadilan Madrid hingga diperbolehkan.
Mendasarkan hal di atas, sebenarnya La Liga masih bisa terbuka bagi Barca. Apalagi sudah banyak contohnya. Hambatannya hanya pada regulasi sepakbola Spanyol yang menutup pintu Barca jika Catalonia merdeka.
Otoritas sepakbola Spanyol semestinya realistis dan tidak terseret psikologi politik negaranya. Sepakbola industri menghajatkan hadirnya klub kuat, berprestasi, dan berlevel internasional. Langkah pertama yang penting dilakukan adalah mengevaluasi regulasi sepakbolanya. UEFA dan FIFA dapat turun tangan atau dilibatkan mengingat sepakbola sifatnya universal.
Daya tawar Barca dalam hal ini di atas angin. Klub ini menjadi bebas ikut ke liga negara mana saja, meski konsekuensinya akan menaikkan biaya operasional. Barca pun secara hitungan ekonomi akan tetap menguntungkan jika masih ikut La Liga. Rivalitas dengan Real Madrid menjadi pemicu prestasi dan daya jual tersendiri. Tidak ada salahnya Barca melunak dan bersedia melakukan perundingan dengan Otoritas sepakbola Spanyol.
Jika tetap tidak bisa masuk lagi ke La Liga, perhitungan cermat mesti dilakukan dalam menentukan pilihan. Pilihannya antara lain ke Prancis, Portugal, Italia, Jerman, atau Inggris. Hitungan geografis yang lebih menguntungkan adalah Portugal atau Prancis. Jika memilih dua negara ini, maka kualitas liga yang lebih baik adalah Prancis.
Berikutnya adalah Italia, Jerman, dan Inggris. Jarak ketiganya seimbang. Kualitas liganya juga tidak jauh beda. Hanya Liga Primer Inggris sedikit lebih unggul dalam hal industri sepakbola. Rivalitas di Liga Inggris juga cukup panas setiap tahunnya. Klub-klub dunia yang berlaga juga lebih banyak yang memiliki level setara.
La Liga penting memikirkan rekayasa industri sepakbola jika ditinggal Barca. Calon rival Los Blancos perlu direkayasa ulang. Klub yang memungkinkan dinaikkan levelnya seperti Athletico Madrid, Valencia, Celta Vigo, dan lainnya.
Real Madrid juga akan terimbas ekonominya. Langkah pengamanan mesti dipersiapkan ke depan. Isu-isu rivalitas dengan klub selain Barca perlu mulai dimunculkan. Baik itu level antar klub maupun antar pemain.
Raja dalam industri sepakbola adalah fans dan penonton. Klub dan otoritas sepakbola mesti mampu memuaskan dan menyuguhkan dinamika liga yang menarik. Kejayaan La Liga tanpa Barca akan bisa menjadi kenangan belaka jika tidak ada rekayasa penyikapan. La Liga juga bisa tidak terpengaruh signifikan apabila tanggap dan tepat menyikapinya.