General Assembly (GA) Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO) yang dimulai pada 4 Desember sudah rampung pada 9 Desember lalu. Agenda utama GA 2017 ini adalah memenangkan Pemilu 2018. Karena itu, seluruh delegasi GA harus berkonsentrasi untuk meraih kejayaan politik UMNO kembali memenangkan pemilu dengan perolehan suara maksimal 2/3 kursi.
Saat ini UMNO dan Barisan Nasional memang masih dominan menguasai 40% kursi di Parlemen dan 38 kementerian kabinet. Pemilu 2018 harus mencapai 2/3. Ini tentu modal politik penting UMNO untuk berlaga meraih kemenangan.
Psikologi atau mentalitas menang harus dibangun oleh UMNO dan ini sudah dilakukan. Spirit ini terasa sepanjang GA berjalan. Persuasi pucuk pimpinan UMNO kepada seluruh delegasi GA juga nampak efektif tidak memperbincangkan suksesi di internal UMNO. Tidak akan ada pergantian kepemimpinan Najib Tun Razak dan wakilnya sebelum Pemilu 2018.
GA telah memberikan modal penting bagi UMNO untuk melakukan konsolidasi dan memperkokoh secara efektif kepemimpinan Najib. Tidak ada perbedaan pendapat, apalagi pertentangan, di kalangan delegasi GA; mereka bulat mempertahankan kepemimpinan Najib.
Menurunnya perolehan suara UMNO pasca Mahathir lengser sebetulnya merupakan pukulan berat. Ini menunjukkan bahwa UMNO semakin tidak populer dan semakin tinggi tingkat akseptabelitas politik (political accestability) kekuatan koalisi oposisi. Ditambah, isu 1 MDB yang begitu gencar diteriakkan oleh gerakan Mahathir telah memperkuat delegitimasi terhadap kepemimpinan Najib.
Konfidensi politik Perdana Menteri Najib dan UMNO cukup terganggu, apalagi wakil PM sendiri bersama sejumlah elite UMNO lainnya juga mulai meragukan dan bahkan mengkritik Najib. Akan tetapi, GA menjadi jendela lebar bagi Najib khususnya untuk bisa bernafas lebih lega karena konfidensi politiknya mulai menguat. Ada beberapa langkah atau strategi yang dilakukan
Pertama, langkah ofensif. Gerakan Mahathir Mohamad mendemo dan menuntut Najib untuk turun dari jabatannya sebagai Perdana Menteri sekaligus menggerakkan oposisi memang dirasakan sangat mengganggu. Hal ini bisa dibaca sebagai ancaman bagi eksistensi dan keberlangsungan UMNO. Karena itu, jika ini dibiarkan, maka psikologi politik di kalangan UMNO akan dipenuhi kecemasan saat berhadapan dengan gerakan yang dipimpin oleh tokoh politik kawakan dan berpengalaman, Mahathir. Feeling of insecurity begini tidak akan menyehatkan dan menguntungkan bagi masa depan UMNO.
Maka, cara membaca fenomena kebangkitan Mahathir dengan partai yang dibangunnya harus diubah; ini bukan kebangkitan yang benar-benar genuin untuk kepentingan Malaysia, akan tetapi gerakan Mahathir sebetulnya adalah sebuah “betrayal,” atau pengkhianatan politik yang tidak bisa dimaafkan. Kata-kata atau diksi “betrayal” inilah yang nampaknya sering disebut-sebut selama GA untuk menunjuk apa yang dilakukan Mahathir selama ini.
Mahathir adalah seorang tokoh/pemimpin penting dalam sejarah Malaysia. Dia dinilai telah berhasil memimpin Malaysia selama 22 tahun. Pada masanya, UMNO telah menjadi mesin politik yang sangat penting dan efektif untuk melakukan pembelaan dan mengangkat derajat serta memajukan Puak Melayu Muslim di Malaysia. Kepemimpinan UMNO di bawah Mahathir telah berhasil mewujudkan Malaysia sebagai sebuah negara yang maju dan diperhitungkan.
Akan tetapi, apa yang telah dilakukan Mahathir selama tiga tahun terakhir sejak tahun 2014 memperkuat keyakinan Najib dan elite UMNO lainnya bahwa Mahathir sesungguhnya sedang melakukan pengkhianatan terhadap kaum Melayu dan merusak cita-cita atau harapan masyarakat Melayu. Sentimen Kemelayuan, sebagaimana sentimen Keislaman, sangatlah penting dalam bangunan politik kontemporer di Malaysia. Dan Mahathir diyakini telah mengkhianati Melayu. Strategi ofensif inilah yang dilancarkan sepanjang GA.
Delegasi GA yang mayoritas bukan berasal dari pusat-pusat kekuasaan politik dan memiliki sentimen Kemelayuan yang cukup kental, tentu akan terusik dengan kenyataan adanya pengkhianatan terhadap perjuangan Melayu yang dilakukan Mahathir. “Betrayal” menjadi kunci penting bagi Najib untuk menyudutkan Mahathir sekaligus memperoleh dan memperkokoh kembali spirit seluruh anggota UMNO untuk memenangkan pemilu tahun 2018.
Kedua, memperkokoh loyalitas dan persatuan. Kekuatan partai antara lain dibangun melalui sebuah kepemimpinan yang efektif mengikat loyalitas semua anggota untuk bekerja atau berjuang dengan penuh dedikasi mewujudkan cita-cita bersama. Partai yang senantiasa dilanda konflik internal menunjukkan kepemimpinan yang tidak efektif. Jadi, kepemimpinan partai yang kuat ialah yang memiliki kemampuan cukup untuk mengelola perbedaan-perbedaan dengan baik sehingga menjadi kekuatan.
Konflik internal UMNO khususnya era Najib terjadi sangat serius terutama yang dipicu oleh keluarnya Mahathir dari UMNO kemudian mendirikan partai baru melakukan oposisi, bergabung dengan partai oposisi lainnya, untuk mengalahkan UMNO dalam Pemilu 2018. Karena itu, GA menjadi forum politik sangat strategis antara lain untuk menjaga dan mengkonsolidasi agar tidak ada lagi kader-kader UMNO yang dissident dan merusak kewibawaan partai.
Seluruh anggota dan kader UMNO harus menunjukkan loyalitas yang tinggi kepada partai, aturan-aturan partai, dan pimpinan partai. Loyalitas politik ini, antara lain, ditunjukkan dengan kepatuhan terhadap kebijakan dan arahan pimpinan partai. Arah penting yang ditegaskan dalam GA ialah memenangkan Pemilu 2018. Karena itu, jangan mempersoalkan kepemimpinan partai; jangan ada pemikiran dan keinginan untuk mengadakan suksesi di UMNO.
Najib berhasil meyakinkan dan mengikat loyalitas seluruh delegasi GA: tidak ada satu pun yang dissident, tidak ada delegasi yang menuntut pergantian pimpinan partai dan menyiapkan Pemilu 2018 secara maksimal.
Dengan loyalitas yang tinggi, jaminan memperkuat keutuhan dan unitas di lingkungan internal partai bisa terwujud. Unitas atau kesatuan/persatuan ini juga menjadi perhatian serius selama GA. Sebab, berdasarkan pada pengalaman pasca lengsernya Mahathir, konflik internal partai sangat merugikan. Merosotnya perolehan suara pemilu-pemilu pasca lengsernya Mahathir ada kaitannya dengan melemahnya kepemipinan antara lain juga karena konflik internal.
Ketiga, sikap menengah. Sebetulnya rivalitas politik (political rivalry) dalam panggung kebangsaan Malaysia masih kuat diwarnai oleh sentimen etnis. Kemunculan UMNO sebetulnya sejak awal memang didedikasikan untuk melakukan pemihakan kepada Puak Melayu. Melayuisme ini semakin menguat memang sejak Mahathir memimpin selama 22 tahun. Hal ini antara lain nampak menonjol dalam kebijakan-kebijakan pemerintah.
Pendekatan afirmatif untuk melakukan pembelaan terhadap Melayu ini cukup efektif mengubah atau mentransformasi posisi sosial ekonomi masyarakat Melayu. Mobilitas pendidikan bagi masyarakat Melayu juga semakin melaju. Intinya, politik afirmatif ini dilakukan agar Melayu benar-benar berjaya.
Langkah di atas memang ada kaitannya dengan sentimen anti-Cina sebagai akibat dari kebijakan pemerintah kolonial pra-kemerdekaan dan pemerintah sebelum Mahathir. Kebijakan ini dirasakan memarjinalisasi Melayu dan mengakibatkan bloody clash tahun 1969 yang melibatkan etnis Cina, Melayu dan India.
Najib menghadapi realitas internal bahwa di UMNO ada kelompok yang sangat konservatif anti-Cina. Di sisi lain, UMNO sesungguhnya membutuhkan suara etnis Cina dan karena itu harus mampu menunjukkan sikap yang jauh lebih bersahabat. Sikap yang harus ditunjukkan oleh Najib ialah memilih langkah tengah atau moderat sehingga bisa diterina baik oleh Melayu konservatif maupun etnis Cina.
Sikap ini juga harus ditunjukkan saat Najib merangkul Parti Islam se-Malaysia (PAS). Kritik dari internal UMNO muncul antara lain karena langkah Najib ini dinilai menghawatirkan akan membawa Malaysia menjadi Negara Islam konservatif. Kritik ini sudah dijelaskan oleh PAS bahwa hudud itu tak berkaitan Negara Islam. Ini soal semua masyarakat Malaysia yang menghargai atau menjunjung tinggi keadilan, HAM dan sebagainya. Penjelasan yang senada juga diberikan oleh Najib dan petinggi UMNO lainnya.
Jadi, ada karang Islamisme, karang Melayuisme, dan karang Cina yang harus dihadapi oleh Najib dan UMNO. Langkah memilih satu karang saja tidak akan produktif bagi kemajuan UMNO. Inilah pentingnya jalan tengah atau jalan moderat yang harus ditempuh Najib atau UMNO agar bisa membangun kohesi politik di kalangan kekuatan-kekuatan politik etnik. Ini modal yang dimiliki UMNO. Akan berjalan lancar dan berhasilkah Najib? Kita tunggu.