Jumat, April 26, 2024

Menuju Negara Kurdistan Merdeka

Ibnu Burdah
Ibnu Burdah
Pemerhati Timur Tengah dan Dunia Islam, Dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Situasi Timur Tengah, khususnya di Irak dan Suriah, mulai matang bagi lahirnya sebuah negara Kurdistan. Yakni, negara dengan penduduk mayoritas etnis Kurdi di sebagian wilayah yang biasa mereka sebut Kurdistan Raya. Di Irak, kekuatan gabungan telah berhasil menghabisi militan ISIS di Mosul. Dan Peshmarga, satuan militer Kurdi, berperan sangat besar bagi kemenangan itu.

Al-Barzani, pemimpin pemerintahan Kurdi, bersikeras menyelenggarakan referendum pemisahan dari Irak pada 25 September nanti.

Sementara di Suriah, sesudah perundingan Astana, pihak Kurdi akan menempatkan wakilnya dalam perundingan selanjutnya. Isu Kurdi (Kurdistan) semakin menguat untuk menjadi salah satu agenda penting dalam perundingan Suriah maupun di lapangan.

Kurdistan adalah wilayah yang menyatu tapi terbagi ke dalam empat negara: Suriah, Irak, Turki, dan Iran. Di tempat inilah etnis Kurdi secara turun-temurun tinggal. Mereka berasal dari nenek moyang sama, tinggal di satu wilayah, berbahasa dan berkultur dasar sama tetapi tak memiliki satu pun negara. Padahal jumlah penduduk Kurdistan bisa mencapai 50 kali penduduk negara-negara Arab kecil di dekatnya.

Al-Barzani, pemimpin “negara bagian” Irak, telah menyerukan istifta’ ‘amm (referundum) sejak dua tahun lalu sebagai solusi bagi Kurdi di Irak. Kini ia berulangkali menegaskan kembali untuk tetap menyelenggarakan referendum pemisahan diri dari Irak, kendati ditentang beberapa pihak.

Menurutnya, masa depan Kurdistan (Irak) harus ditentukan oleh rakyat di wilayah itu melalui referendum, apakah rakyat memilih tetap bersama Irak atau berpisah menjadi negara merdeka. Seruan Al-Barzani ini tentu bukan omong kosong. Ada perkembangan dinamis yang membuat etnis Kurdi di Irak khususnya semakin yakin untuk melangkah menuju negara merdeka. Keberhasilan mereka melakukan konsolidasi dalam pemerintahan otonomi luas (iqlim) beberapa tahun terakhir telah membuat kepercayaan diri mereka sebagai “bangsa” naik drastis.

Situasi itu makin matang dengan heroisme dan jasa besar pasukan Peshmerga dalam mengalahkan Daisy (ISIS). Di tengah melempemnya pasukan Irak dan milisi oposisi “moderat” di Suriah dalam menghadapi ISIS, pasukan Kurdi justru mencatat keberhasilan gemilang di banyak front.

Pertempuran-pertempuran heroik seperti di Kobbani dan Kirkuk dahulu menyulut euforia etnis Kurdistan untuk segera mendeklarasikan kemerdekaan. Bahkan, kekuatan besar dunia seperti AS dan Rusia pun “kepencut” dengan keberanian paramiliter Kurdi ini. Mereka tak bisa bertumpu pada operasi darat militer reguler Irak semata untuk mendukung serangan udaranya. Paramiliter Kurdi menjadi mitra strategis selama ini di samping pasukan elite antiteror Irak.

Singkat kata, etnis Kurdi sudah cukup siap untuk menjadi satu negara merdeka, khususnya di Irak. Bahkan di Suriah, mereka sempat memproklamirkan diri bagi berdirinya negara federal Kurdi, kendati yang ini akan menghadapi persoalan lebih rumit. Jalan yang dipilih Kurdistan Irak untuk merdeka sudah jelas, yakni melalui proses politik secara damai: referendum sebagaimana seruan Barzani hari-hari ini.

Tapi untuk mewujudkan mimpi klasik mereka itu tentu bukan perkara mudah. Etnis Kurdi, khususnya di Irak dan Suriah, terdiri dari banyak kelompok yang saling bersaing antara satu dengan yang lain. Tiga yang sangat menonjol adalah KDP (Kurdish Democratic Party) di bawah pimpinan Al-Barzani yang berkuasa sekarang di wilayah Kurdistan Irak, PUK (Patriotic Union of Kurdistan) di bawah pimpinan Jalal Thalabani. Dua partai ini sejak awal sangat sulit untuk menyatukan langkah, kendati kemudian bisa bersama membentuk pemerintahan di wilayah Kurdistan.

Sebelumnya mereka hampir selalu terpecah dalam berbagai proses politik dalam negeri Irak, terutama dalam memilih kawan koalisi. Kelompok ketiga adalah Gorrant, gerakan perubahan pimpinan Nashirwan Mustofa yang populer di kalangan anak muda Kurdi. Kelompok ini sekarang jadi oposisi kuat di wilayah Kurdistan Irak.

Pasti sulit untuk mencapai suara yang benar-benar bulat di antara mereka. Di Irak, perbedaan terjadi terutama mengenai tuntutan kapan referendum itu dilakukan, sebab itu sangat berpengaruh terhadap siapa yang akan berkuasa kelak jika negara Kurdistan itu benar-benar diproklamirkan.
Etnis Kurdi di Turki juga terpecah cukup tajam antara memisahkan diri atau tetap bersama Turki.

Bagaimanapun, nasib mereka di Turki sudah cukup baik. Ini terbukti dalam pemilu terakhir, basis-basis etnis Kurdi dimenangkan oleh Partai Keadilan dan Pembangunan pimpinan Erdogan, bukan partai berbasis Kurdi. Kebanyakan warga Kurdi di Turki juga menolak model perjuangan dengan kekerasan sebagaimana yang dilakukan PKK.

Tapi terkait dengan kemerdekaan, etnis Kurdi di Irak dan Suriah sepertinya semakin satu suara di tengah sangat lemahnya kontrol pemerintah pusat saat ini. Mereka sepertinya akan memanfaatkan kuatnya posisi mereka sekarang baik secara politik maupun militer untuk segera mewujudkan mimpi lama mereka, yakni berdirinya negara Kurdistan.

Persoalan yang paling berat tentu adalah pengakuan lingkungan sekitar, terutama Iran dan Turki. Jika Irak benar-benar menggelar referendum dalam waktu dekat ini dan jika itu terjadi, hampir pasti dimenangkan suara “berpisah” (infishal). Tentu ini sangat berpotensi “menular” ke Turki, sebab jaringan antarpartai dan organisasi Kurdi di empat negara di atas terjalin sangat kuat kendati terpecah dalam banyak faksi.

Turki tak ingin lahirnya negara baru yang kemudian menjadi sumber ancaman bagi negaranya atau setidaknya menjadi basis bagi musuh-musuhnya, terutama kelompok PKK. Sebagaimana diketahui, kendati terpisah perbatasan negara, partai-partai Kurdi itu membangun jaringan dan aliansi lintas negara. Karena itu, Turki yang masuk arena perang darat dengan dalih berperang lawan ISIS sebetulnya menarget PKK yang berbasis di wilayah-wilayah konflik baik di Irak maupun Suriah.

Negara-negara kawasan lain saat ini tak ada yang menyatakan dukungan ke arah referendum itu, apalagi bagi pendirian negara Kurdi merdeka. Setidaknya itu dalam pernyataan terbuka. Di antara negara-negara kawasan, hanya Israel yang jelas-jelas menyatakan dukungan bagi kemerdekaan Kurdi. Pernyataan itu disampaikan secara ekplisit oleh PM Netanyahu.

Pengakuan internasional juga menjadi hambatan yang tak mudah bagi upaya Kurdi untuk merdeka. Isu pendirian negara Kurdistan hampir tak pernah menjadi isu besar di meja negosiasi internasional. Isu ini kalah jauh dari isu Palestina merdeka selama empat atau lima dekade terakhir. Tapi menguatnya peranan Kurdi dalam perang melawan ISIS tiga tahun terakhir, baik di Suriah maupun Irak, telah menempatkan perjuangan mereka dalam sorotan internasional.

Faktor penting lain adalah perkembangan di medan perang melawan ISIS. Jika ISIS bisa segera dilumpuhkan dan pasukan Kurdi berperan besar, kemerdekaan salah satu wilayah Kurdistan terutama di Irak sulit akan dihindarkan. Wallahu a’lam.

Baca juga:

Menanti Negara Kurdi di Timur Tengah

Bom Istanbul: Antara Terorisme dan Separatisme Kurdi

Ibnu Burdah
Ibnu Burdah
Pemerhati Timur Tengah dan Dunia Islam, Dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.