Hari-hari ini kita larut memantau perkembangan situasi mencekam yang sedang terjadi di Marawi, salah satu kota di Filipina, yang diserbu dan dikuasai militan yang terhubung dengan kampiun kelompok teroris Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Tragisnya perhatian kita pada situasi di Marawi seketika buyar saat terjadi ledakan bom yang justru terjadi di negeri kita sendiri pekan lalu, tepatnya di Terminal Kampung Melayu, Jakarta (24/5).
Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian menyebut aksi teror ini terkait jaringan ISIS dari Jamaah Ansharu Daulah (JAD) di Bandung, seperti dilansir CNN Indonesia (26/5). Pada hari yang sama, kelompok ISIS melalui saluran medianya, Wakalah al-A’maq al-Ikhbariyah, mengeluarkan rilisan singkat bahwa pelakunya adalah anggotanya. Pernyataan ini kemudian dikutip Reuters.
Klopnya pernyataan kedua pihak, baik Polri dan ISIS, setidaknya menjadi titik terang dari sekian tanda tanya, meskipun ada teka-teki apa motif yang mendasari aksi maut tersebut. Sejauh ini, pengamat dan kepolisian menduga kuat aksi ini adalah balas dendam.
Kalau boleh menambahkan, tanpa bermaksud membesar-besarkan, saya menilai aksi terorisme di Kampung Melayu ada muatan kuat menjatuhkan reputasi Pemerintah RI di mata dunia.
Serangan bom bunuh diri ini hanya selang tiga hari dari kehadiran Presiden RI Joko Widodo di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Arab Islamic American Summit di Riyadh, Arab Saudi (21/5). Dalam pertemuan ini hadiri 56 kepala negara dan pemerintahan Arab dan Islam, yang juga diikuti Presiden AS Donald Trump.
Tema Arab Islamic American Summit adalah komitmen peserta KTT memerangi terorisme global. Tak sekadar mendatangi acara, Presiden Joko Widodo justru mendapat kepercayaan memberikan sambutan di hadapan konferensi. Presiden berbagi pandangan dan pengalaman bagaimana pemerintah dan bangsa Indonesia dalam memerangi ancaman terorisme.
Ada lima kepala negara yang memberi sambutan pidato selain Presiden Joko Widodo dalam konferensi ini. Mereka adalah Raja Arab Saudi Salman bin Abdul Aziz, Raja Jordania Abdullah II, Presiden Mesir Abdul Fatah al-Sisi, dan tentu saja Presiden AS Donald Trump.
Penampilan Presiden Indonesia sebagai pemberi sambutan merupakan penghargaan khusus bagi Indonesia. Sebab, tampil sebagai perwakilan Asia non-Arab, Presiden Jokowi menggeser Turki, Pakistan, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Alasannya, Indonesia dianggap memiliki keberhasilan dalam mengatasi ancaman terorisme.
Terlepas apakah teroris berhasil menjatuhkan kredibilitas Indonesia di mata dunia, yang jelas peristiwa bom Kampung Melayu benar-benar menjadi sorotan masyarakat internasional.
Teroris rupanya sengaja melakukan teror bom Kampung Melayu yang waktunya berdekatan dengan kejadian teror yang sedang terjadi di dunia, seperti bom Manchester dan jatuhnya kota Marawi ke tangan militan ISIS, yang semuanya menjadi fokus perhatian masyarakat internasional.
Tak diragukan lagi bahwa aksi terorisme ini memang dirancang dengan matang, dan sengaja diluncurkan saat momentum yang tepat seperti dijelaskan di atas.
Ini terlihat dari hasil investigasi polisi bahwa jaringan teroris Kampung Melayu berasal dari Bandung, namun nyatanya mereka sengaja memilih kota Jakarta sebagai sasaran. Hal ini juga menjadi faktor, teror kali ini gaungnya lebih mendunia. Tentu akan berbeda hasilnya jika kejadiannya di luar ibu kota negara.
Kemudian jenis terornya adalah bom bunuh diri dengan dua eksekutor. Teror jenis ini tentu membutuhkan sumber daya dan waktu persiapan yang relatif lama, lebih-lebih sasarannya adalah aparat keamanan. Seperti diketahui, 3 polisi gugur dan 5 luka-luka akibat tragedi ini.
Hasilnya, seperti kita lihat sendiri, teror bom di Jakarta ini berhasil menggemparkan jagat maya, tersiar luas di media arus utama negara-negara Barat dan Timur Tengah serta mendapat perhatian para pemimpin negara asing.
Pendek kata, serangan teror kali ini lebih dari sekadar dendam, tapi bertujuan menjatuhkan kredibilitas pemerintah Indonesia di mata dunia. Sebab, Indonesia selama ini dianggap berhasil menangani ancaman terorisme. Maka, setelah kejadian ini pemerintah dan aparat keamanan harus mengatasinya lebih serius, agar teror di negeri ini tidak menjadi siklus.