Jumat, Maret 29, 2024

Di Balik Perseteruan Qatar vs Arab Saudi

Moddie Wicaksono
Moddie Wicaksono
Pegiat GASPOLIAN (Gerakan Sadar Politik Internasional) Yogyakarta.
Kantor Qatar Airways di Manama, Bahrain, Senin (5/6). ANTARA FOTO/REUTERS/Hamad I Mohammed

Timur Tengah kembali bergejolak. Belum surut konflik yang terjadi di Suriah, bagian selatan wilayah Timur Tengah menuai konflik. Sebagai negara yang memiliki cadangan gas alam ketiga terbanyak di dunia, Qatar bertikai dengan beberapa negara di Timur Tengah, di antaranya Arab Saudi, Mesir, Bahrain, dan UEA.

Qatar dianggap Arab Saudi sebagai negara yang menyokong aliran dana untuk teroris. Di antaranya mendukung ISIS, Al-Qaeda, dan Ikhwanul Muslimin. Selain itu, Qatar sedang terlibat dalam hubungan harmonis dengan Iran yang notabene rival utama Arab Saudi

Perseteruan tersebut berawal dari berita yang menyebutkan bahwa pemimpin Qatar memuji Iran sebagai kekuatan global di Timur Tengah, plus penegasan bahwa Qatar ingin mengajak negara-negara Timur Tengah untuk melibatkan diri secara ekonomi dengan Iran.

Akibat pernyataan tersebut, Arab Saudi yang notabene sekutu Qatar sontak kebakaran jenggot. Qatar dituduh merusak hubungan mutualisme dan memulai perseteruan dengan Arab Saudi. Meski belakangan para pejabat Qatar mengklarifikasi pernyataan pemimpinnya dan menyebutkan bahwa berita tersebut tak benar, apa daya Arab Saudi telah melakukan manuver.

Manuver yang dimaksud adalah Arab Saudi memutus hubungan diplomatik secara total dengan Qatar. Keputusan yang mengejutkan tersebut rupanya diikuti oleh sebagian sekutu mereka di wilayah Teluk. Belakangan Libya Timur, Maladewa, dan Mauritania ikut menghentikan hubungan diplomatik dengan Qatar.

Ada beberapa hal yang patut dicermati oleh Qatar dalam menyikapi keputusan Arab Saudi dan para sekutunya.

Donald Trump Effect

Pertama, efek Donald Trump. Tak dapat dipungkiri, kedatangan Trump ke Riyadh secara tidak langsung menggerakkan situasi dan menghadirkan gejolak di Timur Tengah.  Trump berpidato dan membuat kesepakatan di hadapan 50 pemimpin Muslim untuk menghentikan radikalisme dan menghancurkan terorisme.

Trump juga menyatakan bahwa Iran wajib diperangi karena mendukung gerakan teroris. Bagi negara yang mendukung Iran, negara tersebut akan juga diisolasi. Alhasil, Qatar adalah negara pertama yang diisolasi setelah kesepakatan Trump dengan Arab Saudi dan sekutunya.

Dalam hal ini pula Trump membuat Hawkish effect, yaitu kebijakan agresif secara politik tanpa kompromi. Trump menyadari Iran adalah satu-satunya negara yang tak bisa dikendalikannya. Karenanya, Trump mencoba mengerahkan kekuatan untuk menjaring sebanyak-banyaknya negara sekutu untuk memperkuat aliansi antiterorisme dan radikalisme. Kebijakan tersebut telah dirancang dan menetapkan Riyadh sebagai pusat antiradikalisme.

Hubungan Iran, Turki, dan Qatar

Kedua, peran Iran dan Turki. Iran adalah negara pertama yang mengecam tindakan sewenang-wenang Arab Saudi yang menuduh Qatar sebagai negara pendukung teroris. Begitu pula Iran juga mengecam Trump yang intervensi terhadap urusan dalam negeri Timur Tengah.

Sejak 2016, Qatar memang telah melakukan hubungan mutualisme dengan Iran. Hal ini karena Qatar menjalankan kebijakan integrasi globalisasi ekonomi. Jadi, Qatar ingin memperkuat ekonominya dengan mencari kawan sebanyak-sebanyaknya. Tak peduli itu Arab Saudi, Iran maupun Turki.

Imbas dari keputusan Arab Saudi yang mengisolasi Qatar, melalui Menteri Luar Negerinya Turki ikut prihatin dengan keputusan Arab Saudi yang semena-mena. Turki ingin membantu tetapi menghadapi dilema karena di satu sisi mereka mendukung kebijakan Arab Saudi untuk melawan teroris. Namun di lain sisi, Turki melakukan hubungan bilateral dengan Qatar baik secara ekonomi, politik, maupun keamanan.

Namun, Turki telah melakukan keputusan berani dengan mendukung Qatar sepenuhnya. Bahkan beberapa pejabat Turki telah menyatakan dukungannya melalui media sosial mereka dengan menyertakan hastag #TurkeywithQatar. Sebuah keputusan yang mirip buah simalakama.

Konflik Ekonomi Politik Qatar vs Saudi

Ketiga, konflik ekonomi dan politik. Qatar menjadi ancaman serius bagi Arab Saudi dalam hal perekonomian. Sejak Emir Sheikh Tamam bin Hamad Al Thani memimpin, perekonomian dan kebijakan politik Qatar meningkat positif. Di antaranya mendirikan stasiun Al-Jazeera, cadangan gas alam meningkat, menjamin hak asasi masyarakat dan memperbolehkan pendirian gereja Katolik.

Selain itu, Qatar telah memperlebar perekonomiannya dengan hadirnya Qatar Airways yang secara tidak langsung akan menjadi rival utama bagi Saudi Airlines. Ditambah lagi, Qatar akan menjadi tuan rumah perhelatan akbar Piala Dunia 2022. Hal ini yang membuat Qatar menjadi pusat perhatian di Timur Tengah dan membuat sekutunya, Arab Saudi, was-was.

Sejatinya Arab Saudi ingin mengisolasi pergerakan yang begitu masif dari Qatar sejak tahun 2014. Ketika itu, Arab Saudi menarik duta besarnya karena Qatar mendukung Ikhwanul Muslimin dan terlalu intervensi terhadap Gulf Council Cooperation (GCC). Namun, momentum yang tepat itu baru hadir pada tahun 2017. Berita mengenai dukungan Qatar kepada Iran dan Israel harus diperkuat yang membuat Arab Saudi cukup berhati-hati. Maka, hal tersebut menjadi pemicu yang tepat untuk menghambat perekonomian Qatar.

Ekonomi adalah akar dari perseteruan Qatar dan Arab Saudi. Pemicunya adalah kehadiran Trump di Riyadh dan sebuah “berita” dari Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani yang menyebutkan Iran adalah kekuatan “global” dan hubungan dengan Israel harus diperkuat.

Agama bukan menjadi permasalahan karena Qatar dan Arab Saudi bermazhab Sunni. Bisa jadi kebijakan Qatar tak salah dalam menerapkan kebijakan ekonomi. Ini karena Qatar memang ingin memperlebar sayap perekonomian dengan integrasi ekonomi.

Namun, karena Qatar tak mau memilih kawan atau lawan, hal tersebut menyebabkan saat ini Qatar terisolasi dari sekutunya. Jika dilihat lebih mendalam lagi, konflik di Timur Tengah selalu berkaitan dan tak lepas dari ekonomi dan kepentingan politik. Sesungguhnya kebencian terhadap suatu negara adalah fana; hanya kepentingan ekonomi dan politik yang selalu abadi.

Moddie Wicaksono
Moddie Wicaksono
Pegiat GASPOLIAN (Gerakan Sadar Politik Internasional) Yogyakarta.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.