Jumat, April 26, 2024

ISIS, Ideologi Hari Kiamat, dan Kultus Al-Baghdadi

Iqbal Kholidi
Iqbal Kholidi
Penulis adalah pemerhati terorisme dan politik Timur Tengah
albaghdadi
Abu Bakar al-Baghdadi

Mesin propaganda kelompok militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) rupanya masih bekerja dengan baik. Salah satunya adalah terbitnya Dabiq edisi terbaru, sebuah majalah berbahasa Inggris yang dikelola oleh tim media ISIS. Majalah yang kini memasuki edisi ke-15 ini memang agak terlambat terbit dari edisi-edisi sebelumnya. Biasanya terbit dua bulan sekali.

Nama Dabiq diambil dari sebuah kawasan di sebelah utara Kota Aleppo, Suriah, tempat ISIS meyakini akan terjadi pertempuran besar yang berkecamuk di tempat tersebut. Kejadian ini sebagai salah satu tanda-tanda akhir zaman (apocalypse) yang diramalkan dalam sebuah hadis Nabi.

Dalam hadis itu dikatakan: “Kiamat takkan terjadi sehingga bangsa Romawi turun di A’maq atau Dabiq. Lalu mereka diserbu oleh balatentara dari Madinah, yang merupakan penduduk dunia yang terbaik waktu itu.”

ISIS tak sekadar mempercayai ramalan tersebut. Di banyak diskursus publiknya, ISIS menggunakan eskatologi Islam sebagai justifikasi untuk memobilisasi para jihadis agar bergabung dengannya. Sampai-sampai ISIS menamai majalahnya Dabiq dan agensi medianya dengan nama A’maq, nama tempat terjadinya perang akhir zaman seperti ramalan di hadis itu.

Menurut tafsiran ISIS, bangsa Romawi dalam hadis itu maksudnya adalah pasukan koalisi Barat. ISIS seringkali menyebutnya juga kaum kafir atau pasukan Salib.

Dalam setiap edisinya, majalah Dabiq juga kerap diawali dengan semboyan “apokaliptik” (hari kiamat) dari founding father ISIS, Abu Mus’ab al-Zarqawi: “Percikan api itu sudah menyala di sini; Irak dan panasnya akan terus berkobar hingga akan membakar pasukan salib di Dabiq.”

Direktur Institue for Policy Analysis of Conflict (IPAC) Sidney Jones mengungkapkan, salah satu faktor utama yang menyebabkan banyaknya warga asing (termasuk Indonesia) tertarik bergabung dengan ISIS adalah ramalan akhir zaman bahwa perang terakhir akan terjadi di Syam (Suriah). Sebab, Imam al-Mahdi akan datang. Faktor ekonomi bukanlah faktor yang utama.

Propaganda apokaliptik ISIS bahwa “kiamat sudah dekat” adalah rekrutmen yang kuat. Seolah inilah saat-saat yang menentukan, kesempatan terakhir umat manusia di dunia untuk memilih di pihak mana.

Dalam interpretasi ISIS, sosok Imam al-Mahdi akan muncul untuk memimpin pertempuran besar akhir zaman. Hanya mereka yang mendukung pihak Imam al-Mahdi yang selamat. Ideologi apokaliptik ISIS meyakini al-Mahdi akan muncul setelah kekhilafahan terbentuk. Al-Mahdi nantinya akan memimpin pasukan berbendera hitam dalam pertempuran final itu.

Sampai di sini semakin jelas motivasi ISIS selama ini menggunakan bendera hitam. Tak lain adalah menguatkan legitimasinya sebagai pasukan khilafah yang siap menyambut munculnya Imam al-Mahdi. Faktanya adalah ISIS telah mengumumkan berdirinya khilafah.

Setelah Jabhat Nusrah berpisah dengan al-Qaidah, kemudian menanggalkan “panji hitamnya” dan menggantinya dengan bendera putih bertuliskan nama organisasi baru Jabhat Fatih al-Sham (Front Penakluk Sham), ISIS semakin percaya diri bahwa dirinya adalah golongan yang paling mendekati dengan ramalan pasukan panji hitam itu.

ISIS terlihat piawai merawat ideologi apokaliptik di mata pengikutnya untuk menghindari perselisihan. Misalnya, kelompok ini menahan diri menyebut secara eksplisit siapakah sosok al-Mahdi itu, yang berarti pengikutnya harus menunggu dia untuk muncul sebelum dunia berakhir.

Namun, secara eksplisit ISIS merekonstruksi sosok al-Baghdadi sebagai Sang Khalifah. Ia diklaim adalah seorang yang memiliki garis keturunan Hussain, cucu Nabi Muhammad SAW. Sebab, sebagian ulama mengatakan syarat agar kekuasaan kekhilafahan yang sah adalah pemimpinnya harus keturunan Nabi. ISIS menggunakan argumen ini untuk membantah jihadis lain.

Genealogi ini cukup berpengaruh dan bisa memobilisasi pemuda Muslim dari berbagai tempat yang frustasi dengan gerakan atau tokoh Islam yang sudah ada. Al-Baghdadi diklaim termasuk anggota konfederasi tribal Quraisy, yang dipandang salah satu suku terhormat di Timur Tengah karena suku ini berhubungan erat dengan Nabi.

Di samping itu, ada sebagian ulama klasik yang memahami hadis secara tekstual, bahwa persyaratan suku Quraisy memang menjadi keharusan bagi seseorang menjadi khalifah.

Abu Bakar al-Baghdadi lahir pada tahun 1971 di dekat kota Samarra. Ia menempuh studi Islam dan memperoleh gelar master dan doktor di bidang studi Islam dari Universitas Ilmu Islam di daerah Adhamiya, pinggiran Baghdad. Ia terpengaruh paham puritan (salafisme) setelah dekat dengan Muhammed Hardan, salah satu veteran mujahidin perang Afghanistan pada 1990-an.

Perjalanannya terbilang panjang, pernah merasakan mendekam di kamp Bucca (penjara AS di Irak), sebuah “akademi jihad” yang membuat dirinya semakin ekstrim. Dia memimpin organisasi ISIS sejak kelompok ini masih berbentuk ISI (Islamic State of Iraq). Sebelumnya ia tercatat sebagai anggota Majelis Syura di kelompok ini.

Bagi ISIS, al-Baghdadi adalah pemimpin yang sempurna, bahkan bisa dikatakan menyisihkan figur Usamah bin Ladin yang hanya seorang miliuner. Al-Baghadadi tak hanya sekadar khalifah yang sah, ia dipandang pengikutnya sebagai tokoh yang sedang menjalankan skenario Tuhan di akhir zaman.

Singkat kata, apa pun tindakannya, ISIS selalu punya pembenaran. Daya tarik visi gelapnya tidak dapat diremehkan. Besar kemungkinan pihak-pihak yang memerangi ISIS selama ini tidak memahami siapa yang sedang mereka hadapi.

Iqbal Kholidi
Iqbal Kholidi
Penulis adalah pemerhati terorisme dan politik Timur Tengah
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.