Senin, April 29, 2024

Di Balik Kunjungan Komisioner Tinggi HAM

Mimin Dwi Hartono
Mimin Dwi Hartono
Staf Senior Komnas HAM. Tulisan ini merupakan pandangan pribadi.

Setelah hampir enam tahun, masyarakat Indonesia kembali mendapatkan kunjungan istimewa dari Komisioner Tinggi HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Adalah Zeid Ra’ad Al Hussein, Komisioner Tinggi HAM PBB sejak 1 September 2014, yang akan mengunjungi Indonesia pada 5-7 Februari 2018. Kunjungan Komisioner Tinggi HAM sebelumnya dilakukan oleh Navi Pillay pada 2012 yang lalu dan Mary Robinson pada 1999.

Mengampu jabatan orang nomor satu di Kantor Komisioner Tinggi HAM PBB, Zeid adalah orang Asia asal Yordania dan Muslim pertama yang menyandang jabatan mentereng ini. Sebelumnya, ia adalah Kepala Misi Permanen Kerajaan Yordania di PBB di New York dan salah satu tokoh di balik berdirinya Pengadilan Kriminal Internasional yang berlokasi di Haque, Belanda.

Kunjungannya akan sangat spesial dan bermakna, karena dia akan bertemu dengan pemerintah, lembaga negara, organisasi masyarakat sipil, dan perwakilan masyarakat, di negara Muslim terbesar di dunia. Banyak hal yang harapannya banyak diperoleh dan dipetik dari misinya selama empat hari ini.

Bagi Indonesia, baik pemerintah dan masyarakatnya, kunjungan Zeid sangat strategis. Hal ini karena posisi Zeid sebagai pejabat PBB yang berwenang mengkoordinasikan misi dan program PBB terkait dengan pemajuan dan penegakan HAM.

Dalam mekanisme HAM PBB, setidaknya ada dua mekanisme, yaitu mekanisme yang berbasis pada perjanjian (treaty based) dan berbasis pada piagam (charter based).

Mekanisme di bawah perjanjian, misalnya, adalah berbagai komisi atau komite yang bekerja untuk memastikan terlaksana dan dipatuhinya perjanjian HAM, di antaranya Kovenan Hak Sipil dan Politik, Kovenan Hak Ekonomi Sosial dan Budaya, dan Konvensi tentang Hak Penyandang Disabilitas.

Sedangkan di bawah mekanisme berbasis piagam, terdapat Dewan HAM, Universal Periodic Review dan Special Procedure (Pelapor Spesial dan Ahli Independen).

Selain mekanisme itu, terdapat banyak program PBB yang terkait dengan HAM, misalnya yang dijalankan oleh UNDP, UNESCO, UNHCR, ILO, dan UNICEF.

Peran dari Komisioner Tinggi HAM adalah menyelaraskan, mensinkronkan dan monitoring mekanisme dan berbagai program tersebut agar lebih efektif dan berdampak optimal bagi pemajuan dan penegakan HAM.

Dengan begitu, Zeid akan sangat berperan dalam mendorong kerja sama yang efekfif dengan pemerintah, lembaga negara, NGO, dan masyarakat, untuk pemajuan dan penegakan HAM di Indonesia, yang telah mengalami kemajuan akan tetapi juga masih banyak kasus-kasus HAM yang belum dituntaskan.

Dalam misinya enam tahun silam, Navi Pilay menyampaikan rekomendasi bagi perbaikan penegakan HAM di Tanah Air. Di antaranya, terkait dengan Papua dan kasus-kasus HAM yang masih stagnan dan pembunuhan Munir. Kedatangan Zeid, meskipun tidak bertujuan melakukan audit HAM, tentu akan menyinggung bagaimana rekomendasi dari pendahulunya itu diperhatikan oleh pemerintah Indonesia.

Zeid juga pasti mengapresiasi kebijakan dan kedatangan Presiden Jokowi ke tempat penampungan pengungsi Rohingya di Cox Bazar, Bangladesh, beberapa waktu lalu. Zeid akan mendorong Indonesia untuk menjadi juru perdamaian dan pemajuan HAM di Asia Tenggara.

Di samping itu, dalam pertemuan dengan Presiden Joko Widodo, masih tertundanya tujuh kasus pelanggaran HAM yang Berat di masa lalu pasti akan dibahas. Dalam peringatan Hari Hak Asasi Manusia, 10 Desember 2017 lalu, Jokowi menyampaikan pengakuan belum tuntasnya penegakan HAM.

Kunjungan Zeid menjadi peluang bagi pemerintah dan masyarakat untuk bekerjasama mendorong pemajuan dan penegakan HAM yang lebih baik. Di era keterbukaan saat ini, bukan saatnya kita bersikap tertutup dan sebaliknya mendorong adanya mekanisme kolaboratif dalam pemajuan dan penegakan HAM.

Akan lebih baik segala permasalahan dan kendala yang dihadapi dalam pemajuan dan penegakan HAM disampaikan dan dibahas secara terbuka dengan Komisioner Tinggi HAM. Dengan begitu, ia akan menerima informasi dan data langsung terkait dengan kondisi HAM di Indonesia dari  sumber utama, bukan dari sumber lain yang bisa jadi validitasnya kurang bisa dipertanggungjawabkan.

Zeid akan mendengar langsung berbagai perspektif tentang kondisi HAM dari  pemerintah, lembaga negara, dan organisasi masyarakat sipil, akan memperkaya wawasan dan pemahaman tentang kondisi HAM di Indonesia yang sangat dinamis.

Kita berharap kedatangan Komisioner  Zeid akan membawa dampak positif dan semangat konstruktif bagi pelaksanaan HAM yang kondusif di Indonesia dan regional Asia Tenggara.

Kolom terkait:

Munir dan Negara yang Akrab dengan Kehilangan dan Menghilangkan

Kaleidoskop 2017: Tahun-Tahun Komodifikasi dan Stagnasi HAM

Jokowi dan Retorika HAM

Saatnya Jokowi Memerdekakan Korban Pelanggaran HAM

Penegakan Hukum yang Dilupakan Jokowi-JK

Mimin Dwi Hartono
Mimin Dwi Hartono
Staf Senior Komnas HAM. Tulisan ini merupakan pandangan pribadi.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.