Sabtu, April 20, 2024

Panjang Umur Kaum Tani!

Nurhady Sirimorok
Nurhady Sirimorok
Peneliti isu-isu perdesaan; Pegiat di komunitas Ininnawa, Makassar.

Sudah seabad lebih mereka diramalkan akan hilang. Para petani kecil yang menggarap lahan sendiri niscaya akan lenyap, kata mereka. Ada dua teori besar yang mengeluarkan nubuat tentang kiamat kaum tani berbasis keluarga (peasant). Kedua ‘teori diferensiasi’ itu berlawanan dalam hampir semua aspek, tetapi sepakat bahwa jenis petani yang mengelola unit-unit usaha tani kecil itu akan punah.

Teori yang pertama menyebutkan bahwa kaum tani akan lenyap karena sistem bertani mereka tak cocok dengan mekanisme pasar. Sebagian besar kaum tani enggan atau tak sanggup mengadopsi teknologi dan institusi pendukung pasar yang baru sehingga dalam jangka panjang akan gagal memperluas usaha tani mereka. Karena itulah produksi mereka akan sulit mencapai skala ekonomi yang dapat bersaing dalam pasar terbuka. Mereka akan gagal mempertahankan harga produksi yang harus tetap murah di tengah kompetisi yang semakin ketat dan ongkos produksi yang kian meningkat.

Teori ini menginginkan setiap petani beralih rupa menjadi pengusaha yang mengikuti logika pasar agar tak terlempar keluar dari lahan. Tapi pada akhirnya, menurut teori ini, sebagian besar dari mereka—yang gagal menjadi entrepreneur—tetap akan meninggalkan lahan. Maka, kaum tani pasti akan lenyap karena logika pasar menginginkannya.

Sementara teori lainnya menyebut bahwa kaum tani akan hilang karena sebagian kecil dari mereka akan menjadi sukses dan berkembang menjadi petani kapitalis yang menguasai lahan besar, sementara sebagian besar akan bangkrut menjadi buruh tani, atau sama sekali terlempar keluar dari sektor pertanian. Akumulasi kepemilikan tanah menjadi faktor penentu di sini.

Akumulasi tanah ‘dari atas’ umumnya berlangsung lewat pencaplokan tanah besar-besaran oleh para kapitalis kakap. Sementara akumulasi ‘dari bawah’ akan terjadi ketika petani yang lebih sukses pelan-pelan membeli tanah dari petani-petani yang akhirnya bangkrut. Para kapitalis inilah yang akan mengambil untung dari proses proletarisasi kaum tani. Ujung-ujungnya, sebagaimana teori sebelumnya, kaum tani dengan lahan nisbi kecil juga akan punah—yang ada hanya tuan tanah dan buruh tani.

Tapi seabad sudah lewat dan kaum tani masih hadir di tengah kita. Bahkan secara global dunia sedang menyaksikan pembesaran jumlah kaum tani, pembentukan ulang kaum tani (repeasantisasi). Di Tiongkok, Vietnam, dan negara Asia Tenggara lain, tampak pembalikan besar-besaran dengan munculnya 250-an juta unit usaha tani kecil.

Di Brasil, sejak 1970an, terjadi arus balik besar-besaran dari kantong-kantong kawasan kumuh perkotaan menuju perdesaan untuk membuka unit-unit usaha tani baru. Sampai tahun 2006 saja, lahan-lahan usaha tani yang mereka bangun sudah mencapai 32 juta hektare. Angka ini “lebih luas dari gabungan luas negara Swiss, Portugal, Belgia, Denmark, dan Belanda.” Begitu tulis van der Ploeg.

Bersamaan dengan itu gerakan-gerakan kaum tani semakin kuat dan semakin terhubung satu sama lain. La Via Campesina bisa kita rujuk sebagai salah satu gerakan kaum tani yang punya daya jangkau mengglobal. Dari sana kaum tani saling belajar dari pengalaman di negara masing-masing. Dari gerakan-gerakan seperti La Via Campesina, kaum tani juga saling mendukung gerakan lokal di daerah masing-masing, setidaknya di antara kelompok-kelompok kaum tani yang menjadi anggotanya. Selain membawa isu-isu kaum tani ke forum-forum global yang selama ini mengabaikan mereka.

Banyak penelitian pun sudah membuktikan bahwa unit-unit usaha kaum tani bisa lebih produktif dan efisien dibandingkan usaha tani skala besar. Mereka pun lebih bisa diharapkan menjaga kesehatan alam yang tengah didera pemanasan global lewat praktik pertanian polikultur dan wanatani (agroforestry), selain menyediakan makanan yang lebih sehat (lewat praktik pertanian organik) dengan kandungan gizi yang nisbi lebih lengkap.

Kaum tani pun bisa diharapkan untuk menjaga asa mewujudkan kedaulatan atas pangan. Keberadaan mereka, terutama bila kualitas kehidupan dan penghidupan mereka dapat diperbaiki, bisa memastikan tersedianya produksi pelbagai bahan pangan dari dalam negeri.

Sepertinya tak ada tanda-tanda bahwa kaum tani akan segera punah setelah seabad lebih mereka diramalkan akan lenyap. Bahkan, di tengah gencetan arus kapitalisme dan kebijakan negara yang seringkali tak memihak, secara ‘ajaib’ mereka malah bisa membesar. Dan sampai hari ini mereka masih menjadi penyumbang terbesar bahan makanan yang kita santap setiap hari.

Nurhady Sirimorok
Nurhady Sirimorok
Peneliti isu-isu perdesaan; Pegiat di komunitas Ininnawa, Makassar.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.