Jumat, April 19, 2024

Sejarah Peluh dan Keluh di Hari Buruh

Bandung Mawardi
Bandung Mawardi
Kuncen Bilik Literasi

Di tanah pembuangan bernama Boven Digul, Marco Kartodikromo melaporkan peristiwa penting dan bermakna di hari buruh. Marco, jurnalis dan sastrawan, mengisahkan geliat kaum pergerakan. Mereka enggan berputus asa meski menanggung hukuman dan derita akibat melawan kolonial.

Marco berkisah heroisme: “Pada 1 Mei 1928, orang-orang itoe mengadakan perajaan Hari Boeroeh, menjelenggarakan berbagai pertoendjoekan seperti gamelan, moesik, barongan, liongan, sport vinder. Gamelan diboeat dari rantang seng oleh Pontjopangrawit, boeangan dari Solo.”

Status sebagai orang-orang buangan tak menghentikan hasrat pergerakan, memperingati Hari Buruh untuk mengobarkan kesadaran dan perlawanan.

Selebrasi kemudian berubah siksa. Petugas memaksa 100 orang mengangkut seng dan motorbot, dari pukul 3 siang sampai 9 malam. Perintah kerja eksploitatif mengakibatkan orang-orang buangan mengalami kerusakan tubuh dan sakit. Kaum kolonial tak menghormati hak-hak kaum buangan dalam selebrasi Hari Buruh.

Sejarah harapan dan derita telah berlalu. Sekarang, publik mungkin lupa pada kemauan, imajinasi dan kekuatan perlawanan kaum buangan. Nasib tak berpihak kepada mereka. Sakit dan kematian adalah cerita besar ketimbang kebebasan. Marco Kartodikromo pun tamat di Boven Digoel.

Buruh terus menjadi tema menakutkan bagi kolonial. Di pelbagai kota, gerakan buruh bergemuruh, tak gentar menghadapi represi kolonial dan para majikan. Kaum pergerakan, jurnalis, intelektual, dan sastrawan bergerak bersama buruh. Suara buruh pun bergema tanpa keberakhiran.

K. Yudha dalam buku Merajakan Hari 1 Mei dengan Kesadaran (1952) menerangkan: “Gerakan kebangsaan mendapat sebesar-besar bantuan dari kaum pekerdja, kaum buruh umumnja, dalam arti bahwa gerakan-gerakan itu ikut serta dalam melemahkan kekuasaan kolonial, jang dewasa itu disatukan dan memang satu dengan kapitalisme-imperialisme.”

Kita lekas ingat gerakan buruh tampil di Hindia Belanda akibat perwujudan ide-ide dari para tokoh radikal: Semaoen, Darsono, Tan Malaka, Soewardi Soerjaningrat, Soerjopranoto, dan Haji Misbach.

Kaum buruh berikhtiar turut berpolitik dengan membentuk Partai Buruh (1948), dipimpin oleh SM Abidin. Partai Buruh berazas demokrasi, mengarahkan perjuangan menuju susunan “masjarakat sosialis”. Kaum buruh terlibat dalam agenda-agenda politik dan ekonomi.

Kolonialisme memang berlalu tapi kaum buruh tak usai mendapat stigma dan represi. Hak-hak kaum buruh terus disuarakan, melalui undang-undang dan aksi-aksi demonstrasi.

Sejarah kaum buruh belum sampai terang. Di Indonesia, kaum buruh masih melarat dan kesulitan mewujudkan hak-hak berlatar demokrasi dan revolusi. Buruh adalah tema besar tanpa janji kemenangan saat Indonesia sesak konflik ideologis dan persaingan partai politik, masa 1950-an dan 1960-an.

Situasi dilematis memicu kemunculan peran PKI. Aidit (1953) menulis: “Dalam keadaan seluruh kekuatan reaksi ditumpahkan untuk mengisolasi dan menghantjurkan gerakan buruh dengan fitnahan maupun aksi-aksi memetjah belah lainnja, dalam bulan Maret 1951, Partai Komunis Indonesia mengeluarkan sebuah resolusi tentang kewadjiban front persatuan buruh.” PKI memberi seruan keras: “… tidak mungkin ada pembangunan nasional dan tidak mungkin ada reorganisasi produksi djika tidak dilakukan nasionalisasi atas perusahaan-perusahaan vital …”

Kaum buruh semakin ditempatkan sebagai pihak penentu dari arah revolusi dan keberhasilan Indonesia mengejawantahkan “demokrasi rakjat”.

Pemerintahan Sukarno berakhir, berganti penguasa bernama Soeharto. Gerakan pembangunan menderu meski cuma memberi ilusi kesejahteraan. Rezim Orde Baru justru represif dan eksploitatif.

Aksi-aksi buruh sering ditangani pejabat dan aparat militer menggunakan teror dan kekerasan. Stigmatisasi dimunculkan agar ada kontrol atas gerakan buruh. Penguasa memiliki kecemasan dan kebencian. Kaum buruh pun tetap merana saat bergerak di masa Orde Baru.

Sejarah buruh adalah katalog peluh dan keluh tapi juga suara bergemuruh. Mereka sering ada di garis kekalahan akibat represi, diskriminasi, marginalisasi. Kebermaknaan buruh jarang berbalas gaji memadai, hak berpolitik, dan penghormatan. Buruh selalu ada di jalan pengharapan untuk bernasib baik meski sulit terwujud.

Sejarah buruh, sejarah harapan sepanjang masa. Gerakan mereka berwujud pidato, pamflet, demonstrasi, dan pemogokan.

Sekarang, sejarah gerakan kaum buruh sudah meniti abad XXI. Pemerintah telah mau memerahkan tanggal di kalender. Hari Buruh, hari libur nasional. Perubahan warna dalam kalender dianggap empati meski ribuan perkara tentang buruh masih belum diurusi secara bijak dan bertanggung jawab.

Buruh tak ragu berdemonstrasi, mengajukan rekomendasi, dan menebar propaganda demi perubahan nasib. Buruh tetap bersuara selama hak-hak masih ada di langit harapan. Indonesia negeri kaum buruh tapi belum berpihak kepada buruh.

Bandung Mawardi
Bandung Mawardi
Kuncen Bilik Literasi
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.