Kamis, April 25, 2024

Hanya Political Will yang Bisa Selamatkan Petani Tembakau

Abdul Kadir Karding
Abdul Kadir Karding
Anggota DPR RI.

Alkisah, seorang wali bernama Ki Ageng Makukuhan diutus Sunan Kudus membuka lahan pertanian dan menyebarkan Islam di lereng Gunung Sindoro-Sumbing, Temanggung, Jawa Tengah. Salah satu bibit yang ia tanam,adalah tembakau.

Ki Ageng Makukuhan membuka lahan tembakau pertamanya di desa yang kini bernama Legoksari bersama warga setempat. Ternyata tanahnya cocok. Bibit tembakau yang ditanam tumbuh dengan subur dan memiliki aroma khas.

Kisah tersebut sampai sekarang dipercaya masyarakat Temanggung sebagai cikal-bakal tumbuhnya tembakau Srintil, jenis tembakau khas yang hanya tumbuh di daerah tersebut dengan kualitas terbaik di dunia. Harganya yang mahal membuat Srintil lebih banyak dijadikan campuran olahan rokok. Srintil juga menjadi andalan ekspor.

Untuk memperingati peristiwa tersebut, warga Temanggung selalu mengadakan perayaan Among Tebal setiap awal masa panen. Dengan harapan tembakau yang dihasilkan bisa nyrinthil (istilah Jawa untuk tembakau Srinthil) dan persaudaraan di antara petani dan warga setempat selalu terjalin erat.

Benar atau tidak kisah tersebut, tapi itu menunjukkan tembakau bukan sekadar tanaman hijau yang menjadi bahan baku rokok. Tapi telah menjadi budaya masyarakat Nusantara. Karena kisah sejenis juga hadir di tempat-tempat lain tembakau tumbuh subur.

Hemat saya, sebuah hal sampai dianggap budaya tidak pernah lepas dari manfaat yang telah diberikannya. Seperti halnya padi dan perayaan-perayaan jelang tanam atau panennya. Dan tembakau memang memberikan banyak manfaat bagi masyarakat Nusantara dari dulu hingga kini. Terutama secara ekonomi.

Rokok sebagai olahan tembakau adalah salah satu penghasil pendapatan negara terbesar dari cukai. Pada 2017 cukai rokok menyumbang APBN sebesar Rp149,9 triliun. Naik 6 persen dari APBN Perubahan 2016. Atau setara 10 persen target pendapatan pajak 2017.

Hasil dari cukai rokok itu turut menyumbang kemajuan daerah. Untuk anggaran 2017, Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) ditetapkan lebih dari Rp2 triliun atau sekitar 2 persen dari keseluruhan hasil cukai yang diperuntukkan bagi 339 daerah.

DBHCHT, sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28 Tahun 2016 tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau bisa dipergunakan daerah penerimanya sebagai modal pembangunan infrastruktur, pembinaan petani, pembinaan industri, pembinaan lingungan sosial, dan program lainnya.

Besarnya pendapatan cukai hasil tembakau tersebut tidak lepas dari luasnya persebaran perkebunan tembakau di negeri ini. Data Kementerian Pertanian menyatakan, pada 2017 seluruh perkebunan tembakau seluas 206.514 hektare. Mayoritas adalah Perkebunan Rakyat (205.608 hektare), disusul Perkebunan Negara (823 hektare), dan Perkebunan Besar Swasta (83 hektare).

Dengan kata lain, sumbangan pendapatan negara dari tembakau mayoritas diberikan rakyat atau petani dalam negeri. Sehingga tidak berlebihan kalau saya sebut tembakau adalah komoditas yang paling mandiri di negeri ini. Dari hulu ke hilir diproduksi di dalam negeri. Tidak berlebihan pula kalau saya sebut petani tembakau itu pahlawan negeri.

Petani Tembakau Tak Lepas Masalah

Hanya saja, yang saya sayangkan petani tembakau belum sepenuhnya mendapat pembelaan dari negara. Mereka masih kerap dikesampingkan dalam program-program percepatan kesejahteraan tani. Padahal, masih banyak petani tembakau yang hidup miskin. Terutama mereka yang tak memiliki perkebunan.

Salah satu yang membuat petani tembakau dalam negeri terancam, adalah lebarnya pintu impor tembakau. Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) pada semester I 2017 misalnya, impor tembakau mencapai volume 50,7 ribu ton. Naik dari 37,6 ribu ton pada periode sama di tahun sebelumnya.

Ironisnya, impor tembakau itu seiring dengan semakin gencarnya upaya-upaya pembatasan penananaman tembakau secara politik dan regulasi atas nama kesehatan. Termasuk kampanye mengganti tanaman tembakau dengan komoditas lain.

Akibatnya, pasaran tembakau lokal terhimpit dan mengalami penurunan harga di tingkat petani. Karena perusahaan-perusahaan rokok yang selama ini menjadi konsumen utama tembakau lokal cenderung membeli tembakau impor.

Kondisi ini sangat berpeluang membuat petani tembakau merugi dan akhirnya berhenti menanam. Kalau itu terjadi, besar kemungkinan membuat banyak perkebunan tembakau rakyat beralih kepemilikan ke perusahaan besar swasta yang mayoritas dimiliki asing. Terlebih saat ini perusahaan rokok besar juga sudah beralih kepemilikan ke asing, seperti Sampoerna yang beralih ke Philip Morris dan Bentoel beralih ke British American Tobaccoo.

Hal itu belum termasuk dampak sistemik yang menimpa kelompok pengusaha kecil, seperti pedagang rokok eceran, buruh panen tembakau, dan lain sebagainya.

Memihak Kepada Petani Tembakau

Guna menghalau hal itu dibutuhkan political will untuk membuat regulasi yang berpihak kepada petani tembakau.

Pertama, pemerintah harus membatasi impor tembakau dengan menaikkan harga cukai masuk tembakau impor. Sebaliknya, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdaganan perlu mulai memprioritaskan tembakau sebagai produk ekspor Indonesia. Lebih baik lagi kalau mau mengampanyekan jenis-jenis tembakau terbaik Indonesia ke dunia internasional. Saya kira kualitas tembakau Indonesia seperti tembakau Srintil bisa sangat bersaing dengan tembakau Kuba. Tinggal mau mempromosikannya saja atau tidak.

Kedua, dengan menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) bagi tembakau seperti halnya bagi beras. Ini berguna untuk menghalau permainan harga tembakau di tingkat tengkulak dan menstabilkan harga tembakau di pasaran. Sehingga, petani tidak sampai merugi.

Ketiga, pemerintah daerah membuat sentra penjualan tembakau. Dengan begitu pemerintah dapat lebih mengawasi penjualan tembakau dalam kaitannya menghalau monopoli dari pihak-pihak tertentu. Sentra-sentra ini bisa juga menjadi kawasan wisata ekonomi bagi orang-orang yang memiliki ketertarikan di bidang tembakau.

Keempat, pemerintah mestilah membuat laboratorium tembakau. Fungsinya untuk penelitian peningkatan kualitas tembakau dan mencari solusi dari keadaan alam yang tidak menentu demi menjaga stabilitas hasil panen tembakau. Karena semakin bagus kualitas tembakau, akan semakin tinggi harganya yang otomatis menguntungkan petani.

Kelima, mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertembakauan yang saat ini masih mandek pembahasannya karena menunggu Daftar Inventarisir Masalah (DIM) dari pemerintah. Bagaimanapun, hanya dengan Undang-Undang lah kesejahteraan petani tembakau dapat terus terjamin.

Kalau RUU Pertembakauan dirasa bertentangan dengan nalar kesehatan yang diakibatkan rokok sebagai produk olahan tembakau, emerintah dan kelompok-kelompok lain penentangnya mestilah membuka mata bahwa tembakau tidak sekadar bisa diolah menjadi rokok tapi juga bisa untuk terapi kesehatan dan lain sebagainya. Yang harus didorong adalah diversifikasi produk olahan tembakau. Dan itu bisa dilakukan lewat RUU Pertembakauan.

Sekali lagi, saya tegaskan, yang bisa menyelamatkan petani tembakau adalah politival will dari semua elemen pemangku kebijakan.

Abdul Kadir Karding
Abdul Kadir Karding
Anggota DPR RI.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.