Sabtu, April 27, 2024

Gerakan Bawah Tanah Merah Jelang 1927 di Sumatra Barat

Fikrul Hanif Sufyan
Fikrul Hanif Sufyan
Periset, penulis, dan pengajar sejarah

Jelang meledaknya revolusi 16 November 1926 dan 1 Januari 1927, PKI afdeelling Padang mempersiapkan organisasi bawah tanah, yang bertugas mengintimidasi, bahkan membunuhi orang-orang yang kontra revolusi. Keberadaan organisasi yang nanti bernama Sarekat Djin, Sarekat Hantu, dan Sarekat Itam merupakan realisasi dari instruksi Hoofdbestuur PKI mengenai DO pada akhir Maret 1926.

Serikat Djin berdiri pada April 1926. Organisasi itu menjadi ujung tombak program dari PKI untuk melakukan aksi teror dan intimidasi. Pada tanggal 8 Mei 1926 Sarekat Djin sudah mendirikan groepnya di Koto Tangah dan Pauh. Sarekat Djin Cabang Padang yang merekrut 40 orang parewa yang dipimpin si Patai.

Sebelum tahun 1926, si Patai sudah masuk dalam daftar pencarian PID. Pada tahun 1908 Patai pernah melancarkan aksi melawan pemerintah Hindia Hindia Belanda mengeluarkan aturan belasting. Gerombolan Si Patai kemudian membuat onar di Pauh. Beberapa pegawai pemerintah dibunuh. Namun ketika akan memasuki kota Padang, mereka berhasil dihalau tentara Belanda dekat Alai.

Rusli Amran menulis, bahwa Belanda mengategorikan Si Patai tidak sekadar penjahat biasa, tapi termasuk bandit yang merongrong pemerintahan. Perang belasting hanyalah momentum yang dimanfaatkannya saja, sebagai upaya menggulingkan pemerintahan.

Untuk meringkusnya, pemerintah Hindia mengandalkan dua orang Mantri Polisi Padang yang baru diangkat pada 1905, Bariun Sutan Batang Taris dan Abdullah Umar Marah Saleh Siregar (Amran, 1983; Zed, 2010: 87-89). Di bawah koordinasi Si Patai melakukan aksi teror dan pembunuhan terhadap pejabat Hindia Belanda di Lubuk Basung, Bukit Batabuah, Biaro, dan Gadut.

Pada pertengahan September 1926 Arif Fadhillah yang kena pasal persdelict bersama Abdullah–guru Adabiah School datang ke Singapura, untuk memenuhi undangan Tan Malaka. Arif Fadhillah sendiri terpilih, lantaran ia menjabat Ketua PKI Tjabang Padang.

Arif dan Abdullah berjumpa dengan Tan Malaka dan Subakat di Geylang Serai Singapura dalam empat hari. Dalam pertemuan itu, Arif diberi dokumen penting berjudul Lokal dan Nasional Aksi di Indonesia, yang terdiri dari enam belas lembar format folio yang diketik penuh, dengan diberi tanda Pulau Punjung, diserahkan Naar de Republik Indonesia, Gutji Wasiat Kaum Militer dan Semangat Muda.

Tan Malaka hanya berpesan kepada Arif, agar tidak menyebarluaskan foto Tan Malaka, Alimin dan Carona di Manila. Ia memperingatkan, agar Arif tidak meniru kelakuan Alimin yang memperbanyak foto, tanpa seizin Tan Malaka.

Ketika Arif bertolak menuju Medan, Djamaluddin Tamim menghubunginya dan membutuhkan uang sebanyak $ 1.500 untuk ongkos cetak Massa Actie in Indonesia. Arif langsung menyanggupi dan berjanji mengirimi ongkos cetaknya. Uang ditangan Arif berasal dari donasi gempa Padang Panjang dan iuran anggota PKI, untuk membuat bom, membuat pedang, membeli senjata dan lain sebagai-nya.

Tamim kemudian menghubungi percetakan India-Ceylon di Singapura, untuk mencetak seribu eksemplar Massa Actie dengan ongkos $ 1.250. Nasib naas menimpa Arif yang baru sampai di Padang Panjang tanggal 30 September 1926. Tiga bulan kemudian, tepatnya Desember 1926 Arif ditangkap di Sawahlunto.

Jelas sudah, nasib cetakan Massa Actie pun terkatung-katung, karena ketiadaan uang dari donatur yang sudah diamankan PID. Selain itu, disitanya sejumlah do-kumen dari tangan Arif, juga mencemaskan Subakat dan Tamim, sebab akan membahayakan keberadaan Tan Malaka.

Fikrul Hanif Sufyan
Fikrul Hanif Sufyan
Periset, penulis, dan pengajar sejarah
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.