Tahun 2024 hampir berakhir, dan jika kita harus mencari kata yang paling tepat untuk mendeskripsikannya, “bratty” mungkin adalah pilihan yang sempurna. Tapi jangan salah paham—ini bukan hinaan, meskipun di masa lalu istilah tersebut sering kali membawa konotasi negatif.
Selama hampir satu abad, brat digunakan untuk menggambarkan anak-anak yang nakal, sulit diatur, dan cenderung membangkang. Namun, tahun ini, makna kata itu berubah drastis, menjadi lebih berani dan memukau, semua berkat pengaruh penyanyi pop Inggris, Charli XCX. Dalam lagu yang ia ciptakan, Charli merayakan perempuan yang menolak tunduk pada norma-norma tradisional, menyebut mereka sebagai brat. Lagu itu bukan hanya diterima dengan baik, tetapi juga memicu gelombang viral di media sosial, menjadi anthem bagi Gen Z yang gemar menantang status quo.
Fenomena ini begitu besar hingga bahkan figur politik seperti Kamala Harris, kandidat presiden AS, ikut memanfaatkan momen ini dengan memberikan nuansa “bratty” pada merek media sosialnya. Dalam sekejap, istilah yang dulunya dianggap menghina berubah menjadi lambang kepercayaan diri, kemandirian, dan keberanian untuk menentang standar lama. Popularitas brat terus meroket, hingga akhirnya Collins Dictionary menobatkannya sebagai Word of the Year.
Kini, brat bukan lagi tentang kenakalan atau perilaku buruk. Kata ini telah berevolusi menjadi simbol semangat zaman: sebuah perayaan atas individu yang tidak takut menjadi dirinya sendiri. Namun, brat bukanlah satu-satunya kata yang mengalami revolusi semantik tahun ini. Kata lain yang tak kalah menarik adalah demure. Secara tradisional, demure sering diasosiasikan dengan perempuan yang pendiam, pemalu, atau berperilaku sopan—sebuah stereotip yang telah lama melekat. Tapi, di era digital yang serba cepat, tidak ada istilah yang aman dari interpretasi ulang.
Berawal dari tren viral di TikTok, demure mendapat angin segar dan menjadi sorotan. Penggunaannya melonjak hingga 1.200%, sementara pencariannya di Dictionary.com meningkat hingga 200 kali lipat. Tren ini tidak hanya menunjukkan betapa kuatnya pengaruh media sosial dalam membentuk bahasa, tetapi juga bagaimana makna tradisional dapat dilucuti dan diisi ulang dengan semangat baru. Melihat popularitas yang meroket, Dictionary.com membuat langkah yang cerdas dengan menobatkan demure sebagai salah satu kata paling berpengaruh tahun ini.
Kini, demure memiliki makna yang lebih kaya, sering digunakan dalam konteks satir untuk menyindir stereotip lama atau bahkan merayakan ketidakpatuhan secara halus. Transformasi ini menjadi bukti nyata bahwa bahasa adalah entitas yang hidup, terus berkembang seiring perubahan budaya dan teknologi. Dari brat hingga demure, 2024 adalah tahun di mana kata-kata tidak hanya mendefinisikan masa kita, tetapi juga membantu kita memahami bagaimana generasi muda memandang dunia.
Kini, demure telah menjadi semacam “selebritas semalam” dalam dunia linguistik, sering digunakan dalam konteks satir untuk mengejek stereotip tradisional atau, dengan nada humor, membahas isu-isu sosial seperti penghapusan utang mahasiswa di Amerika Serikat. Kata ini tidak lagi hanya menggambarkan seseorang yang pendiam atau sopan, melainkan menjadi alat untuk menyuarakan kritik dengan cara yang cerdas dan ironis. Namun, jika demure terdengar terlalu halus dan penuh kesopanan, ada satu kata baru yang jauh dari itu, dan bahkan mungkin menjadi antitesisnya: enshittification.
Kata yang satu ini cukup menarik perhatian hingga Kamus Macquarie di Australia menobatkannya sebagai Word of the Year. Apa arti enshittification? Secara sederhana, istilah ini merujuk pada perasaan bahwa segala sesuatu—dari ekonomi hingga politik, dan terutama dunia digital—sedang mengalami kemunduran atau semakin memburuk. Istilah ini sangat relevan dengan narasi modern, terutama ketika banyak orang merasa frustrasi dengan arah perkembangan platform digital. Bayangkan, misalnya, sebuah situs microblogging yang dulunya sukses besar, namun kehilangan kejayaannya karena pengambilalihan oleh seorang teknokrat yang membuat semuanya menjadi kacau. (Tentu saja, ini hanya contoh imajiner, tetapi cukup mencerminkan fenomena yang sebenarnya.)
Tapi jangan berhenti di situ, karena ada kata lain yang tak kalah menarik. Kamus Cambridge juga merilis Word of the Year-nya, dan pilihan mereka jatuh pada manifest. Kata ini memiliki makna unik—membayangkan kesuksesan dan percaya bahwa hanya dengan mempercayai gagasan tersebut, kesuksesan itu akan menjadi kenyataan. Kedengarannya seperti manifesto dari sebuah sekte, bukan? Namun, manifest ternyata cukup resonan di tahun 2024, hingga kata ini dicari sekitar 130.000 kali oleh para pengguna internet. Popularitasnya bahkan sebanding dengan sorotan yang didapatkan oleh kampanye Kamala Harris!
Baik itu enshittification yang menggambarkan kemunduran, atau manifest yang penuh optimisme magis, kedua kata ini menangkap semangat zaman dengan cara yang sangat berbeda. Tahun ini benar-benar menunjukkan bagaimana bahasa terus berkembang untuk mencerminkan perubahan budaya dan teknologi yang terjadi di sekitar kita.
Meskipun brat, demure, enshittification, dan manifest menjadi pemenang utama dalam penghargaan kata tahun ini, ada beberapa istilah lain yang turut mencuri perhatian dan memberikan warna tersendiri pada lanskap bahasa digital kita. Salah satunya adalah dulu, singkatan dari “delusional”, yang kini digunakan untuk menggambarkan harapan atau ekspektasi yang sangat tidak realistis—seperti protes politik Imran Khan yang terlalu optimis. Kemudian ada mid, sebuah kata yang digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang biasa saja, tidak cukup buruk untuk dikeluhkan, tetapi juga tidak memberikan kebahagiaan atau kepuasan. Sebagai contoh, bekerja di JP Morgan dengan janji pekan kerja 3,5 hari, tetapi tetap harus bekerja dari Senin hingga Jumat—ya, itu benar-benar mid.
Selain itu, ada juga kata era, yang dipopulerkan oleh Taylor Swift untuk menandai fase-fase tertentu dalam kehidupan atau karier seseorang. Misalnya, kita bisa menyebut fase “Swifty” Justin Trudeau yang kurang tepat waktu sebagai bagian dari era tersebut. Dan terakhir, istilah brain rot yang merujuk pada ketidakmampuan berpikir jernih setelah terlalu banyak mengonsumsi konten berkualitas rendah. Bayangkan itu sebagai kondisi yang dialami oleh tentara Korea Utara di Rusia setelah menemukan internet—kebingungan dan kelelahan mental akibat banjir informasi yang tidak berguna.
Mau suka atau tidak, kata-kata ini jelas mencerminkan zaman digital yang kita jalani. Generasi Z dengan penuh percaya diri telah berhasil “yassify” kamus, membuatnya lebih hidup dan sesuai dengan tren sosial saat ini. Dengan hampir satu juta kata dalam bahasa Inggris, pilihan kata-kata tahun ini mencerminkan betapa kuatnya pengaruh media sosial dalam membentuk bahasa dan budaya kita. Jika Anda bertanya-tanya, apakah orang benar-benar menggunakan kata-kata ini? Apakah ini merusak bahasa? Apakah orang bisa memahaminya tanpa penjelasan?—jawabannya mungkin Anda benar.
Namun, para leksikografer—mereka yang bertanggung jawab menyusun kamus—semakin sering mencari inspirasi dari media sosial. Di sanalah kata-kata baru mendapatkan momentum, membentuk gerakan sosial, dan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, dari budaya pop hingga politik. Jadi, jika Anda merasa bingung dan berpikir bahwa kata-kata ini lebih berfokus pada vibe daripada linguistik yang murni, Anda tidak salah. Memang situasinya bisa terasa mid, tetapi generasi muda cukup bratty untuk tetap mengabaikan eksistensialisme tersebut.
Sejak zaman dahulu, generasi muda selalu menciptakan bahasa mereka sendiri untuk menggambarkan dunia yang mereka alami. Ini adalah lingkaran kehidupan yang terus berputar, dan Words of the Year adalah bentuk perayaan terhadap variasi linguistik ini—terkadang absurd, namun tetap menarik dan tak terbantahkan.