Sabtu, April 27, 2024

Empat Cendekiawan dari Ciputat

Didin S Damanhuri
Didin S Damanhuri
Guru Besar IPB dan Staf Ahli Lemhannas RI

Tahun 70 awal yang merupakan masa pemerintah otoritarian, justru sangat subur para aktivis kampus yang kemudian mereka menjadi cendekiawan par excellent dengan reputasi bukan hanya direkognisi tingkat nasional tapi juga global, seperti Fachry Ali menyebut kepada rekannya Azyumardy Azra yang melaunching 8 buku sekaligus dalam rangka ultahnya yang ke 65 baru-baru ini.

Sebagai seorang sarjana lulusan IAIN Ciputat yang kemudian dapat Master dan Ph.D bidang politik dari Columbia University USA, dengan segala reputasinya sebagai cendekiawan, Azra adalah cendekiawan yang sangat produktif. Dia profesor pernah rektor UIN dua periode yang membangun kampus baik secara fisik dan kurikulum, seperti perubahan IAIN jadi UIN sekarang.

Kemudin saya membaca tulisan sangat serius dari Fachry Ali di Harian Kompas yang berjudul “Omnibuslaw, BUMN dan Negara” yang menurut saya adalah sebuah tulisan ekonomi politik yang sangat tajam dan memberikan perspektif teoritik dan kebijakan yang dapat memberi pengaruh kuat dalam praxis kebijakan di masa depan di tengah kritik dan pesimisme terhadap adanya omnibuslaw yang diajukan pemerintah.

Fachry adalah ilmuwan jebolan Ph.D bidang sejarah politik dari Monash University Australia, bimbingan profesor sejarah yang sangat terkrnal Ricklef. Dengan bekal BA dari IAIN Ciputat, ia diundang Ricklef untuk studi MA dan Ph.D di Australia. Kita kenal Fachry, tulisan-tulisan dan makalah-makalahnya sebagai pembicara tingkat nasional dan internasional dalam masalah-masalah politik yang selalu challenging dalam pemikiran-pemikirannya. Dan dia telah menulis di media dan buku sejak masih belia umur 20an waktu masih mahasiswa.

Dua lulusan UIN Ciputat lainnya adalah Bachtiar Effendy dan Komaruddin Hidayat. Yang disebut pertama yang baru-baru ini meninggal, juga penulis dan cendekiawan (dengan dasar keilmuan politik yang sementara banyak kalangan menyebut guru ilmu politik, khususnya politik Islam).

Bachtiar Effendy adalah jebolan MA dan Ph.D dari Ohio State University, Colombus USA. Tulisan-tulisannya bertebaran di jurnal-jurnal internasional. Dia sebagai salah seorang profesor (UIN dan pernah Dekan Fisipol) dan Ketua PP Muhammadiyah yang dikenal hamble dan tidak terlalu tertarik dalam politik praktis di tengah banyak tawaran-tawaran kalangan parpol atau pemerintahan. Dengan demikian, pemikiran-pemikirannya dianggap dapat menjadi referensi kalangan anak-anak muda milenial yang independen.

Yang keempat adalah Komaruddin Hidayat, adalah lulusan Ph.D filsafat dari Turki yang pernah jadi Ketua KPU, profesor dan rektor UIN setelah Azyumardi Azra. Dia sangat disukai sebagai penceramah agama di kalangan pemerintahan (kementrian-kementrian, Lemhanas, BUMN, perusahaan swasta dst). Tulisan-tulisan di media, buku-buku tentang psikologi dan filsafat, politik, pendidikan, dll, buku serta jurnal-jurnal. Terakhir sebenarnya juga calon kuat menteri agama periode kedua pemerintahan Jokowi.

Keempat punakawan Ciputat ini waktu mudanya sama-sama aktivis HMI hingga tingkat nasional. Barangkali dapat dikategorikan sebagai cendekiawan bangsa yang menyumbangkan apa yang dikenal sekarang sebagai Islam Wasathiyah (Islam Rahmatan lil alamin/universal) dengan segala kekuatan-kekuatan dan kelemahannya sebagai manusia maupun ilmuwan.

Salah satunya yang tercatat sebagaimana Nurcholish Madjid senior dari keempat cendekiawan tersebut, menurut saya adalah kurangnya atau tidak mau dikatakan absennya analisis struktural dalam melihat gejala sosial kemasyarakatan dan pembangunan umumnya. Atau sering juga disebut kelemahan pemikir modernis. Analisis struktural baik yang Marxian maipun non- marxian (termasuk post modernist dari Deurida dengan teori deconstruction-nya) di mana melihat anatomi persoalan yang memasukan lebih pentingnya pengaruh faktor struktur sosial dibanding aktor dan kultur.

Secara pribadi saya mengenal keempatnya sebagai sesama aktivis kampus tahun 70an. Saya dan keempat “punakawan” ini sering diskusi hingga kini, termasuk perbedaan dalam melihat masalah sosial kemasyarakatan dan pembangunan. Dan itu syah di alam demokrasi.

Maaf kepada keempat tokoh cendekiawan ini, kalau ada kesalahan dalam catatan pendek dari saya ini dan minta koreksinya. Mudah-mudahan ada manfaatnya untuk publik. Wallahualam.

Didin S Damanhuri
Didin S Damanhuri
Guru Besar IPB dan Staf Ahli Lemhannas RI
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.