Saya terhenyak ketika mendapat informasi perihal naiknya pendapatan langsung dan tidak langsung anggota DPRD DKI Jakarta tahun anggaran 2021. Berdasarkan dokumen Rencana Kerja Tahunan DPRD DKI, total gaji, tunjangan, dan dana kegiatan tiap anggota dewan mencapai Rp 8,3 miliar per tahun. Total anggaran untuk penunjang kegiatan anggota DPRD DKI tersebut sejumlah Rp. 888.681.846.000 untuk 106 anggota selama tahun 2021. Jauh meningkat dari anggaran tahun 2020 yang sejumlah Rp. 152.329.612.000.
Sungguh suatu hal yang di luar nalar mengingat kondisi rakyat Indonesia saat ini tak terkecuali warga DKI Jakarta sedang kesusahan di segala lini kehidupan akibat pandemi covid 19. Ribuan buruh kena PHK dan tak terhitung pula karyawan perusahaan yang dirumahkan.
Kenaikan anggaran untuk DPRD ini menunjukkan bahwa sejatinya DKI Jakarta masih memiliki keleluasaan dalam penganggaran. Namun yang menjadi persoalan keleluasaan anggaran ini malah dijadikan untuk menambah anggaran anggota DPRD dan bukannya digunakan untuk mengatasi dampak pandemi covid 19.
Anggaran senilai ratusan milyar tersebut akan sangat terasa manfaatnya bila digunakan untuk menambah bantuan sosial bagi masyarakat kecil yang ekonominya tidak berjalan baik saat ini. Menambah spot wi-fi gratis bagi siswa sekolah yang kesulitan akses internet bahkan memberikan gadget bagi siswa yang tidak mampu.
Bagi Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) DKI Jakarta, tidak ada pilihan lain selain menolak kebijakan anggaran yang sama sekali tidak pro rakyat dan melukai nurani ini. Tidak hanya itu Fraksi PSI juga meminta Pemprov DKI meninjau ulang besaran anggaran belanja event sebesar RP. 125,8 milyar beserta dengan belanja iklan sebesar RP. 51,3 milyar.
Bagi kita di PSI setiap rupiah uang rakyat harus dipertanggungjawabkan penggunaannya karena setiap anggaran pemerintah daerah berasal dari jerih payah dan keringat warga DKI Jakarta .
Kembalikan Fungsi Wakil Rakyat
Dalam demokrasi, wakil rakyat di DPRD itu memiliki fungsi yang sentral. Lewat lembaga inilah rakyat menitipkan kepercayaan mereka untuk dapat melakukan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan daerah. Anggota DPRD tidak hanya sekedar membuat Peraturan Daerah. Anggota DPRD tidak hanya sekedar mengesahkan RAPBD yang diajukan Pemerintah Daerah saja namun turut membahas dan mengkritisi penggunaan uang rakyat dalam RAPBD tersebut.
APBD bukan sekedar perwujudan pengelolaan keuangan daerah semata melainkan wujud dari kedaulatan rakyat itu sendiri. APBD kemudian menjadi bukti nyata apakah aspirasi publik dapat diperjuangkan sepenuhnya oleh DPRD untuk tujuan bersama yakni memajukan kesejahteraan umum. Dalam kasus ini, DPRD DKI Jakarta terbukti tidak peka terhadap persoalan rakyat dan malah menyetujui penambahan anggaran untuk diri sendiri.
Di sisi lain, kita berharap langkah Pemprov DKI ini bukan untuk membungkam naluri kritis dari anggota DPRD DKI. Kita tahu, Gubernur DKI Jakarta memenangkan Pilgub DKI dengan dukungan partai Gerindra, Partai Amanat Nasional dan Partai Keadilan Sejahtera. Jumlah kursi ketiga partai pendukung ini hanya sebanyak 44 kursi dari total 106 kursi di DPRD DKI Jakarta. Dengan begitu, komposisi pendukung Anies Baswedan adalah minoritas dan secara politik maka dukungan DPRD kepada Gubernur bisa dikategorikan “lemah”.
Dengan kondisi ini kita tidak berharap melonjaknya anggaran untuk DPRD DKI ini sebagai bentuk kompromi Pemprov DKI untuk mendapatkan dukungan politik dari DPRD dalam setiap kebijakannya. Kita tidak berharap ini merupakan perwujudan politik dagang sapi atau tukar menukar kepentingan. Karena bila ini terjadi maka hilanglah harapan kita supaya DPRD DKI menjadi lembaga demokrasi yang menjadi pengawas dan penyeimbang jalannya pemerintahan DKI Jakarta.
Tapi saya yakin dan percaya kawan-kawan Fraksi PSI di DPRD DKI akan tetap melakukan hal tidak biasa ini yakni menolak penambahan anggaran untuk diri sendiri. Fraksi PSI di DPRD DKI Jakarta akan tetap menjadi penjaga uang rakyat untuk tidak dihambur-hamburkan bagi keperluan yang jauh dari kepentingan rakyat. Lebih baik membiasakan hal yang tak biasa itu selama dalam rangka menjalankan fungsi pokok sebagai pengontrol jalannya pemerintah daerah sekaligus sebagai penyambung aspirasi rakyat.
Disaat kondisi serba susah karena pandemi ini, kita tidak boleh kehilangan hati dan nurani. Karena nuranilah yang akan menuntun setiap anggota dewan dan pemimpin untuk memprioritaskan kebijakan yang benar-benar dibutuhkan rakyat. Ketepikan dulu kepentingan pribadi dan golongan, mari kita tempatkan keselamatan dan kesejahteraan rakyat sebagai hukum yang tertinggi dalam demokrasi. Tidak mudah memang namun untuk itulah kita ada.
Pertama kali dipublish https://giring.id/opini/dprd-dki-kembalilah-menjadi-wakil-rakyat/