DeepSeek, sang pendobrak dari Tiongkok, masih menjadi buah bibir di dunia teknologi. Bayangkan, perusahaan AI ini berani menantang dominasi raksasa-raksasa Silicon Valley! Rahasianya? Model AI yang canggih namun hemat biaya, mampu menyaingi kinerja pesaing Barat meskipun dibangun dengan chip yang lebih sederhana.
Hasilnya? Kejutan besar yang menggoyang pasar saham global! Saham-saham teknologi anjlok, menghapus $1 triliun dalam sekejap. Namun, Tiongkok tidak berhenti di situ. Alibaba, sang raksasa e-commerce, kini turut memasuki arena pertarungan dengan model AI terbarunya, Qwen 2.5 Max.
Alibaba dengan percaya diri mengklaim bahwa Qwen 2.5 Max adalah yang terbaik, bahkan mengungguli GPT-4 OpenAI, Llama Meta, dan DeepSeek V3. Klaim yang berani, meski masih perlu dibuktikan. Yang menarik, peluncuran ini bertepatan dengan Tahun Baru Imlek, saat sebagian besar masyarakat Tiongkok sedang berlibur.
Ini bukanlah kebetulan. Alibaba sengaja memanfaatkan momen ini untuk menunjukkan taringnya dan menyatakan dengan tegas: “Kami siap menjadi pemimpin di era AI!” Peluncuran Qwen 2.5 Max bukan sekedar peluncuran produk, tapi sebuah pernyataan sikap yang menggemakan ambisi Tiongkok untuk mendominasi dunia kecerdasan buatan.
Saat ini, laju perkembangan kecerdasan buatan (AI) di Tiongkok terasa tak terbendung. Dalam waktu singkat, dunia dikejutkan oleh DeepSeek, yang meluncurkan model baru bulan lalu dan kembali merilis inovasi lainnya pekan lalu. Belum reda kehebohan itu, muncul Moonshot AI, sebuah startup Tiongkok yang memperkenalkan Kimi K 1.5. Mereka dengan percaya diri mengklaim bahwa model ini mampu menyaingi yang terbaik dari OpenAI. Dan kini, giliran Alibaba memasuki arena.
Jangan salah sangka—ini bukan sekadar kemajuan teknologi, melainkan sebuah serangan strategis. Ini bukan latihan militer seperti yang sering dikaitkan dengan Beijing; ini adalah pertempuran dalam dunia teknologi. Tiongkok dengan cepat memojokkan Barat dan tampaknya kini mengincar kemenangan penuh dalam perlombaan AI.
Lalu, bagaimana Barat merespons? Mereka memainkan kartu lama: TikTok. Jika tidak bisa mengalahkan pesaing, maka buatlah mereka kehilangan kredibilitas. Jika itu tidak berhasil, angkat isu keamanan nasional. Dan jika semua itu masih gagal, larang mereka sepenuhnya.
Salah satu target utama adalah OpenAI, pembuat ChatGPT. Hanya dua hari yang lalu, CEO mereka memuji model DeepSeek. Namun, kini situasinya berubah. DeepSeek diduga menggunakan model OpenAI sebagai dasar pelatihan untuk aplikasinya, dan Microsoft—investor terbesar OpenAI—tengah menyelidiki tuduhan tersebut untuk memastikan apakah ada data OpenAI yang digunakan secara tidak sah.
Sejauh mana kebenaran tuduhan ini? Apakah ini kasus pelanggaran atau hanya kecemburuan teknologi? Yang jelas, Gedung Putih sudah mengambil sikap. Pemerintah AS kini sedang menyelidiki DeepSeek dan risiko keamanan nasional yang mungkin ditimbulkan oleh model AI Tiongkok.
Sebagai bagian dari strategi mereka, pemerintahan AS telah menunjuk David Sax sebagai tsar AI dan crypto pertama di Gedung Putih. Timnya kini bekerja tanpa henti untuk memastikan dominasi AI Amerika tetap terjaga. Bahkan pagi ini, pejabat Dewan Keamanan Nasional (NSC) telah melakukan diskusi intensif mengenai implikasi keamanan nasional dari perkembangan AI Tiongkok.
Ketika lebih banyak informasi tersedia, perdebatan ini pasti akan semakin memanas. Satu hal yang pasti: perlombaan AI kini bukan lagi sekadar persaingan teknologi, tetapi juga pertarungan geopolitik yang menentukan siapa yang akan menguasai masa depan digital dunia.
Amerika Serikat tidak sendirian dalam kekhawatiran ini. Otoritas perlindungan data Italia juga menginginkan jawaban dari DeepSeek, menuntut kejelasan tentang bagaimana mereka menangani data pribadi pengguna. Italia mengklaim bahwa informasi jutaan warganya berisiko, dan mereka memberi DeepSeek waktu 20 hari untuk merespons.
Sementara itu, Australia memilih pendekatan berbeda. Tidak ada investigasi resmi, tidak ada tuntutan langsung—hanya sebuah peringatan sederhana kepada masyarakat: berhati-hatilah saat menggunakan aplikasi ini. Pesan tersiratnya jelas: sebaiknya hindari penggunaannya.
Jadi, di satu sisi, Tiongkok membanjiri dunia dengan model AI terbaru, sementara di sisi lain, Barat menebarkan keraguan. Mereka ingin teknologi mereka tetap dominan, tetapi ini tidak menjawab pertanyaan utama: apakah DeepSeek benar-benar aman digunakan?
Mari kita lihat lebih dalam. DeepSeek secara terbuka mengakui bahwa mereka mengumpulkan berbagai data pribadi dari penggunanya. Ini mencakup alamat email, nomor telepon, tanggal lahir, riwayat percakapan, input pengguna, informasi perangkat seperti model ponsel dan sistem operasi, hingga pola ketikan di keyboard. Dan di mana semua data ini disimpan? Di server yang berlokasi di Tiongkok.
Sekilas, ini memang menimbulkan kekhawatiran. Namun, mari kita jujur—praktik ini bukanlah hal baru. Model AI lain, termasuk ChatGPT, serta platform media sosial raksasa seperti Meta, juga mengumpulkan data pribadi pengguna dalam skala besar. Kebijakan privasi mereka serupa, metode pengumpulan data mereka tidak jauh berbeda.
Jadi, apakah ini benar-benar tentang privasi data? Atau ada narasi yang lebih besar yang dimainkan? Perbedaan utamanya bukan pada bagaimana data dikumpulkan, melainkan siapa yang mengendalikannya. DeepSeek adalah buatan Tiongkok, sementara OpenAI dan Meta adalah produk Amerika. Dan perbedaan inilah yang mengubah segalanya.
Bagi Beijing, ini adalah peluang emas untuk memperkuat pengaruhnya di ranah teknologi global. Bagi Barat, ini adalah ancaman yang harus ditekan. Dan dalam pertempuran sengit untuk supremasi AI, tidak ada pihak yang bersedia mundur.
Siapa yang akan menang? Itu masih menjadi teka-teki. Tetapi satu hal yang pasti: yang paling dirugikan adalah kita, para pengguna, dan privasi data kita yang semakin terkikis di tengah pertarungan geopolitik ini.