Minggu, November 24, 2024

Covid-19 Meluas Berawal Ketidakacuhan Pemerintah

Wahyu Eka Setyawan
Wahyu Eka Setyawan
Alumni Psikologi Universitas Airlangga. Bekerja di Walhi Jawa Timur dan sebagai asisten pengajar. Nahdliyin kultural.
- Advertisement -

Saya secara pribadi tidak akan membahas soal Covid-19 secara mendalam, apalagi mendongeng mengenai konspirasi adanya pandemik ini. Jelas, karena hal tersebut di luar pengetahuan saya. Tetapi yang menjadi sumber keresahan sehingga ingin berkomentar kejam yakni, banyak pihak yang menyepelekan penyakit ini. Itulah yang membuatku jengah setengah mati.

Covid-19 sendiri merupakan pandemik atau parasit menyerang inangnya dan menyebakan sakit. Tubuh akan perlahan mengalami penurunan kesehatan, gejala umumnya seperti flu, sesak nafas dan demam, jika melihat pengakuan korban. Sudah banyak peringatan dari berbagai pihak untuk waspada, WHO pun sudah membuat panduan umum. Bahkan univeritas kesehatan John Hopkins membuat informasi seputar pandemi ini.

China yang merupakan negara awal terkena virus ini dicaci maki oleh berbagai media. Sampai pada saatnya mereka bisa lepas perlahan dari virus ini, namun seluruh wilayah di dunia terjangkit pandemik ini. Italia menjadi negara yang kasusnya cukup besar dan angka kematian tinggi, disusul oleh Amerika meluas hampir di seluruh dunia.

Di saat seluruh dunia serius menghadapi pandemi ini, sampai-sampai melakukan lockdown (menutup akses dan menghimbau untuk menetap di rumah untuk mencegah virus), menerapkan social distancing, sampai membuat panduan praktis yang sifatnya preventif.

Indonesia malah dengan entengnya menanggapi virus ini. Mulai dari kelakar-kelakar lelucon yang sangat tidak lucu, dari hal yang irasional alias anti sains sampai legitimasi kebiasaan tertentu seperti konsumsi jamu ini dan itu.

Bahkan terekam dalam beberapa media, pejabat kita dengan santuy-nya berkomentar, bahwa Covid-19 bisa ditangkal asal sering baca doa qunut, lalu ada yang mengatakan jika kebiasaan sering makan nasi kucing bisa menangkal pandemik ini. Tidak cukup itu saja, komentar ngawur itu melebar hingga hal-hal di luar sains atau relasional dengan pandemik ini.

Tidak cukup lelucon garing, pemerintah sebelum panik luar biasa, seringkali membahas pandemi ini dengan urusan-urusan yang sifatnya tidak substansial. Seperti kebijakan dengan mendiskon tiket pesawat, insentif untuk usaha pariwisata, hingga bayar buzzer (ini sih terungkap netizen). Belum lagi buzzerbuzzer intelektual hingga influencer yang nggilani. Mereka membabi buta membela pemerintah yang memang lambat.

Baru setelah ada suspect sampai ada yang positif Covid-19, khususnya pejabat negara mulai dari menteri yang berkelakar nasi kucing bisa menangkal Covid-19, sampai pejabat tinggi lainnya. Barulah semua orang panik tak karuan, pemerintah pun kalang kabut. Netizennya tak kalah ribut. Bukannya introspeksi diri, malah saling tuding dan serang.

Bahkan yang lucu, ialah pernyataan sikap dari koalisi sipil seperti YLBHI hingga Walhi malah dianggap memperkeruh suasana oleh netizen yang tercinta part of Buzzer. Padahal itu ungkapan “sayang” ke pemerintah, agar lebih peduli dan serius. Kita tidak pernah belajar dari penanganan yang sudah ada, ribut selalu terbawa politik praktis yang tidak berguna. FX Hadi Rudiatmo menetapkan Solo dalam status kondisi luar biasa, Anies Baswesan mengeluarkan kebijakan lockdown.

Beberapa orang menghujat keputusan itu, katanya pencitraan. Namun pada akhirnya diikuti oleh kepala daerah yang lainnya. Apresiasi untuk kepala daerah yang sudah sadar, khususnya universitas yang sigap dalam hal ini, selayaknya Universitas Airlangga. Walaupun ini bukan mutlak saya bangga sebagai produk kampus itu, tapi saya apresiasi langkahnya.

- Advertisement -

Seharusnya sedari awal belajar dari China, Vietnam dan Kuba, betapa sigapnya publik dan pemerintahnya. China memberlakukan lockdown sedari awal kasus ditemukan, sampai melakukan kajian-kajian ilmiah untuk menemukan penyebab serta penawarnya, ini juga dilakukan oleh Vietnam, walhasil banyak pasien yang pada akhirnya sembuh.

China sendiri kini menjadi acuan penanganan terhadap pandemi ini. Mereka menyatakan telah menemukan anti virus, tapi sayangnya akan dipatenkan, nah inilah poin penting soal ‘jahatnya sistem akumulatif’ di tengah kekacauan, tetapi satu sisi ingin menegaskan relasi kuasanya. Pada akhirnya berujung pada business as usual.

Sementara jika berbicara tetang Kuba, negeri yang dicap miskin, malah lebih sigap. Kuba sedari awal memberlakukan situasi siaga, ia mengalokasikan dana yang terbatas untuk pengadaan obat-obatan, alat kesehatan dan langlah preventif lainnya. Memproduksi anti virus untuk menyembuhkan pandemik ini, melakukan kajian ilmiah untuk menemukan solusi atas persoalan. Bahkan mereka mengirim tenaga kesehatan ke China dan beberapa negara, sayup-sayup terdengar salah satunya Italia.

Contoh-contoh di atas, merupakan betapa negara-negara tersebut benar-benar mengutamakan kemanusiaan daripada guyonan yang tidak lucu. Merasa jumawa padahal rentan terkena dampak. Sudah diingatkan Havard malah menolak, alias tidak mawas diri. Kondisi itu menunjukan bahwa kita masih lemah dalam kontrol atas pemerintah dan sebagai jawaban terkait mengapa politik transaksional itu berbahaya.

Di saat banyak hidup rakyat sudah susah karena ketimpangan, ditambah pandemi ini semakin menderita. Mari kita sadar betapa pentingya untuk bersolidaritas, tak menyepelekan semua hal ini. Dan, tetap berhati-hati baik diri sendiri atau lingkungan sekitar. Karena yang dibutuhkan dalam situasi ini ialah saling mendukung satu sama lainnya.

Kegagapan dalam menangani pandemi ini sebenarnya bukti jika pemerintah tidak terlampau peduli dengan kesehatan rakyatnya. Abai karena paradigmanya hanya investasi, kerja-kerja-kerja. Padahal jika serius menangani pandemi ini kerugian negara bisa diminalisir. Penting juga selain Covid-19, Omnibus Law juga berbahaya, jadi jangan lengah tetap perkuat barisan rakyat yang sadar.

Wahyu Eka Setyawan
Wahyu Eka Setyawan
Alumni Psikologi Universitas Airlangga. Bekerja di Walhi Jawa Timur dan sebagai asisten pengajar. Nahdliyin kultural.
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.