Jumat, Mei 3, 2024

Candide, Celah di Balik Optimisme

Donny Syofyan
Donny Syofyan
Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas

Candide (1759) karya Voltaire, dalam beberapa hal merupakan karya fiksi filosofis yang mendalam dan berpengaruh. Ia melukiskan beberapa karakteristik dari novel yang sebenarnya.

Salah satu karya sastra yang mendekati Candide ini adalah Lazarillo de Tormes. Novel lain yang disebut-sebut menyamainya adalah Gargantua and Pantagruel (1542) karya Rabelais, sebuah karya Perancis yang begitu maskulin.

Seperti karakter Lazarillo dan Pantagruel, Candide dipaksa pergi ke dunia luar. Dia tertarik untuk menemukan apa dan bagaimana dunia di luar sana. Dalam hal ini dia berbeda dengan Don Quixote, yang mengira bahwa dia mengetahui sifat dunia dan berencana untuk menembusnya dengan melakukan perbuatan ksatria.

Dunia yang ditemukan Candide adalah dunia Paman Toby yang gelap, dunia perang dan pertempuran tanpa akhir, bukan berisi adegan pola dan strategi militer melainkan adegan kehancuran dan siksaan yang sia-sia. Namun, di dunia ini tidak ada Shandy Hall, tempat berlindung yang aman ketika teori-teori kegemaran dan cinta kasih bersenandung. Yang ada hanya kekacauan dan kecelakaan.

Dalam hal ini, menarik untuk mengontraskan karya Voltaire ini dengan tulisan para novelis Inggris pada saat yang sama. Voltaire adalah orang kaya dan berpengaruh. Dia menempati tanah yang luas di pedalaman Perancis, dekat perbatasan Swiss (ketika ia bersengekata secara politik dengan raja Perancis, ia bisa menyeberang ke Swiss).

Voltaire hidup sampai usia lanjut, dikelilingi oleh teman-teman dan sanak saudara dan dalam keadaan sehat (karena ia menerapkan diet yang ketat). Namun pandangan hidupnya jauh lebih gelap daripada pandangan Fielding, Sterne, dan Smollett yang dilanda masalah keuangan dan kesehatan yang buruk, yang mati muda, namun memberi kita dunia yang sangat indah meski masih dibayangi oleh kegelapan.

Sebuah novel dimulai dengan aksi atau peristiwa; Candide dimulai dengan premis bahwa segala sesuatu adalah untuk semua kemungkinan yang terbaik di dunia. Ini adalah raison d’être dari semua karakter dalam Candide; Pangloss (guru Candide), Cunégonde (kekasih Candide), dan teman-teman mereka lainnya.

Semuanya menguji premis ini meskipun ditemukan kekurangan. Di halaman-halaman awal novel ini, pembaca menemukan Candide diusir dari rumahnya, kastil diserang oleh musuh, Cunégonde diperkosa dan dibunuh, dan Dr. Pangloss mengidap penyakit kelamin yang melukai dan menodainya. Tidak ada upaya yang dilakukan untuk mengubah kejadian-kejadian ini dengan cara apa pun.

Pembaca tidak diminta untuk berempati dengan tokoh-tokohnya (dengan membayangkan pengalaman mereka tentang berbagai hal). Pembaca hanya digiring untuk mengamati dan mengagumi. Tokoh-tokoh dalam novel ini sendiri seperti tidak menderita. Meskipun mereka kehilangan sebagian dari diri mereka sendiri, kehilangan orang yang dicintai, menyaksikan penderitaan orang lain, terluka, dirampok, terancam punah, dikhianati, diperbudak, dan diisolasi dari semua yang mereka tahu, nyatanya mereka tangguh untuk bertahan hidup. Mereka kuat untuk menceritakan kisah mereka.

Dunia yang dilalui Candide adalah dunia kekacauan dan penderitaan. Dalam banyak hal, ini layaknya tampilan dunia sekuler modern dengan energi besar yang terbuang percuma dalam konflik yang sia-sia.

Pesan utama Voltaire adalah bahwa dunia bukanlah hasil rancangan cerdas, dan tentu saja bukan objek perawatan dan pengawasan oleh kekuatan yang lebih tinggi. Voltaire terkenal dengan pandangan ateisme dan antikleriknya. Lajunya yang cepat dan ruang lingkup yang luas membuang hikmah yang bisa dipetik dari setiap kejadian.

Pembaca akan berhadapan dengan gaya penceritaan dengan efek yang memusingkan—sudut pandang yang begitu jauh dari karakter sehingga setiap perasaan yang mereka miliki, dari harapan hingga keputusasaan, dari cinta hingga balas dendam, hanyalah bukti kebodohan.

Sepanjang enam puluh halaman, Voltaire tidak menggunakan waktu untuk mengembangkan adegan, karakter, atau bahkan percakapan. Dia jauh lebih tertarik untuk membe rikan ilusi tentang jauhya jarak yang ditempuh dan peristiwa-peristiwa besar yang disaksikan.

Namun pada akhirnya, segenap ketahanan dan kekuatan yang dimiliki karakter dimaksudkan untuk mendukung pendapat Pangloss alih-alih menentangnya, meskipun keadaan tidak berjalan seperti yang diharapkan Candide ketika dia masih tinggal di kastil Thunder-ten- Tronckh. Candide menikah dengan Cunégonde dan hidup nyaman dengan teman-temannya  di tanah miliknya dekat Konstantinopel. Di sana dia merawat kebun miliknya.

Sebetulnya prosa naratif tidak serta merta cocok untuk digunakan sebagai bukti filosofis sebab dinilai terlalu transparan. Pembaca dengan gampang melihat bahwa pengarang menyiapkan cerita untuk menunjukkan apa yang sudah diyakininya daripada menyelidiki beberapa pertanyaan penting yang tidak diketahui. Karena merupakan sebuah narasi, novel tidak dapat terhindar dari subjektifitas.

Setiap kata yang dipilih pengarang dan cara-cara pengarang menyusun kalimat menjadi saksi subjektivitas argumennya. Si novelis tidak membawa informasi obyektif atau kekuatan nalar ke argumennya (meskipun kecerdasan menerangi banyak novel). Ia selalu dikaitkan dengan kekuatan emosi—pembaca merasakan apa yang dirasakan karakter. Di sinilah pembaca menerima sudut pandang karakter. Setiap argument fiktif biasanya melingkar alias berbelit-belit karena setiap argumen yang kelihatan objektif adalah palsu.

Candide adalah dokumen sosial yang fasih bersaksi tentang kegagalan spiritual dan kemanusiaan menyangkut eksplorasi dan pemukiman kolonial Eropa. Kegagalan ini sama kerasnya dengan representasi ekspor budaya Eropa sebagai traktat revolusioner abad ke-20. Novel ini mewakili dunia yang tercemar dan dihancurkan oleh keserakahan, kekejaman, ketidaksetaraan sosial, dan kebutaan.

Ke mana pun Candide pergi, orang Eropa sudah berada di sana. Mereka merusak penduduk asli (seperti di El Dorado) sehingga warga lokal ini perlu mengambil tindakan pencegahan untuk melindungi diri. Banyak kebenaran dalam Candide ini.

Selain itu, tentu saja, novel ini mewakili periode Pencerahan Perancis abad ke-18. Ide-idenya bersifat antiklerik, humanistik, serta sarat sinisme. Candide melakukan banyak tindakan, tetapi dia tidak memiliki kehidupan batin yang mengundang kita untuk berempati atau bersimpati padanya.

Donny Syofyan
Donny Syofyan
Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.