Kementerian Pertahanan akan segera mengimplementasikan kewajiban bela negara bagi seluruh warga Indonesia. Dalam sepuluh tahun ke depan, pemerintah menargetkan sebanyak 100 juta warga telah siap menjadi kader bela negara.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan, program pembentukan kader bela negara merupakan gagasan pemerintah untuk mempersiapkan rakyat menghadapi dua bentuk ancaman, yakni ancaman militer dan nirmiliter.
“Kalau kedaulatan kita disinggung, kalau perlu kita perang. Kalau perang, seluruh komponen harus mempertahankan negara. Itu namanya perang rakyat semesta,” ujar Ryamizard.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, pengertian sistem pertahanan nasional mengacu pada sistem pertahanan yang bersifat semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, berkesinambungan, dan berkelanjutan untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan melindungi keselamatan segenap bangsa dari setiap ancaman.
Dari pengertian tadi artinya semua warga negara, tanpa kecuali, bertanggungjawab pada pertahanan negara. Seakan ingin memberi penegasaan kembali, terutama untuk adik-adik Taman kanak-Kanak sampai yang berusia dibawah 50 tahun, Pak Menteri mempersilakan angkat kaki dari negara ini jika tidak mau ikut serta.
Meski Pak Menteri menyatakan bela negara berbeda dengan wajib militer, aroma militer sudah tercium. Para peserta program nantinya akan digembleng secara mental dan psikis di markas tentara. Materinya meliputi pemberian materi cinta tanah air sampai baris berbaris.
Sebagai abdi negara, sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, pegawai negeri sipil mempunyai kewajiban untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Artinya, para pamong praja tadi diwajibkan untuk ikut bela negara.
Dengan jumlah lebih dari 4 juta pegawai yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia, PNS akan berperan signifikan menyumbang pencapaian target 100 juta kader bela negara dalam 10 tahun ke depan. Dengan catatan kalau tidak ada coretan dari Presiden.
Jauh sebelum Pak Menteri mengeluarkan ide tadi, materi bela negara sudah masuk dalam pendidikan dan latihan (diklat) prajabatan yang wajib diikuti oleh calon pegawai negeri sipil, kalau mereka masih berharap mendapat surat pengangkatan. Materinya mencakup pembelajaran di kelas seputar Pancasila dan Kewarganegaraan serta kegiatan fisik. Yang paling sering baris berbaris dan latihan upacara. Harapannya kalau sewaktu-waktu negara ini harus menyatakan perang, para PNS tadi sudah siap lahir batin untuk dikirim ke medan laga membela negara tercinta.
Bayangan manisnya seperti itu.
Kenyataannya, keikutsertaan di materi bela negara, juga keseluruhan diklat prajabatan, justru menjadi kesempatan menikmati tidur siang di jam kerja dan dibayar oleh negara. Sungguh catatan membanggakan untuk program Reformasi Birokrasi yang sedang digadang-gadang pemerintah.
Lalu saatnya kembali ke satuan kerja masing-masing.
Kembali kantor, segala konsep-konsep ideal tentang sosok aparatur negara mendapat ujian keimanan saat rekan kerja mengajak pergi ke pameran batu akik di jam kantor, kwitansi kosong yang harus tersedia tiap kegiatan, atau berangkap-rangkap lembar Surat Perintah Perjalanan Dinas titipan yang harus dibawa saat dinas luar kota. Banyak yang akhirnya menutup rapat kitab suci materi diklat prajabatan atas nama kebersamaan. Tapi ada juga yang teguh mengamalkan dengan konsekuensi menjadi bahan pergunjingan.
Nah, sekarang bayangkan para PNS tadi ramai-ramai direkrut sebagai peserta bela negara.
Saat pendidikan bela negara di fasilitas militer setempat, para PNS akan tersenyum gembira. Artinya, ada kesempatan untuk mendapat jatah uang transport selama masa pendidikan. Lho, kok, bisa? Ya, jelas bisa, wong namanya buat tugas negara. Pemikiran yang visioner.
Sampai di tempat latihan, sudah ada lagi yang dicari. Seragam dan sarapan. Jangan pernah membuat kegiatan di instansi pemerintah tanpa menyertakan salah dua elemen esensial ini. Percayalah, kunci sukses kegiatan yang melibatkan PNS harus melibatkan tiga elemen penting: seragam, sarapan, dan tentu saja saweran honorarium.
Bukalah lemari pakaian PNS dan akan ada selusin lebih seragam berbagai kegiatan dalam berbagai model, mulai dari kaus oblong sampai kemeja batik. Begitu juga dengan sarapan. Sering lihat senam tiap Jumat pagi di halaman instansi pemerintah? Well, bukan melulu prinsip hidup sehat yang membuat PNS rela datang pagi buat supaya bisa berolahraga, tapi semangkok sarapan bubur kacang hijau yang punya nilai gizi lumayan buat mengirit jatah makan. Visioner.
Tibalah saat panggilan negara datang.
PNS-PNS peserta program bela negara tadi harus memenuhi tugas pergi ke medan laga. Apa yang mesti dipersiapkan untuk ke sana tentunya sebagai awam kita sudah tahu. Perbekalan yang cukup supaya tidak menyusahkan, syukur-syukur dibekali sepucuk senjata, meski sepucuk tongkat rotan atau pistol gas air mata ala Satuan Polisi Pamong Praja yang bisa dipakai untuk oleh-oleh foto selfie.
Tapi ingatlah, PNS punya jalan pikiran sendiri. Mereka dengan sigap akan menyelipkan Surat Perintah Perjalanan Dinas untuk dimintakan cap ke instansi daerah setempat. Siapa tahu setelah negara aman, kantor mereka akan menyiapkan beberapa kegiatan akhir tahun untuk penyerapan anggaran. Surat Perintah Perjalanan Dinas ini nantinya akan menjadi surat sakti yang akan menghindarkan kecurigaan auditor dari penyerapan anggaran yang tidak pada tempatnya. Sekali lagi, visioner.
Dari segala macam cerita di atas, muncul pertanyaan apakah Pak Menteri akan tetap merekrut PNS untuk bela negara–alih-alih mengumpulkan jagoan lokal seperti Front Pembela Islam atau Pemuda Pancasila untuk dipekerjakan sesuai kompetensinya? Tapi itu bukan pertanyaan yang penting.
Pertanyaan terpentingnya apakah program bela negara ini sebegitu gawat harus dilakukan saat TNI terus menerus meminta penambahan anggaran untuk membeli mesin tempur dan menambah gaji prajurit? Lalu ngapain saja kalau tiap tahun latihan perang tapi masih minta tameng rakyat sipil untuk bela negara? Memangnya rakyat joki ujian?