Ratusan ribu warga Palestina, tepatnya 400.000 orang, mengungsi akibat pecahnya kembali konflik di Gaza. Sebagai respons kemanusiaan, Indonesia, dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto, menawarkan perlindungan sementara. Prioritas diberikan kepada anak-anak yatim piatu dan mereka yang membutuhkan perawatan medis. Tahap awal evakuasi diperkirakan akan menampung 1.000 orang. Langkah ini menyusul pembahasan program migrasi kerja bagi warga Gaza di Indonesia.
Lantas, apa yang melatarbelakangi tindakan ini dan apa tujuan Prabowo? Berikut informasi selengkapnya. Serangan Israel yang kembali memanas telah mengubah Gaza menjadi ‘medan pembantaian’, menyebabkan 1.449 warga Palestina meninggal dunia dan 400.000 orang mengungsi. Indonesia menawarkan bantuan dengan Presiden Prabowo Subianto siap menampung warga Palestina, terutama yang membutuhkan evakuasi medis dan anak-anak yatim piatu. Menteri luar negeri telah diinstruksikan untuk menyusun rencana evakuasi dengan otoritas Palestina. Rencananya, 1.000 orang akan dievakuasi pada tahap awal dengan menggunakan pesawat.
Perlu ditekankan, tawaran perlindungan ini bukanlah langkah untuk merelokasi warga Palestina secara permanen. Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki sejarah panjang dalam mendukung perjuangan Palestina. Tahun lalu, Indonesia bahkan menyatakan kesiapannya untuk mengirim pasukan perdamaian ke Gaza, sebagai wujud kontribusi dalam menjaga stabilitas kawasan.
Kini, Presiden Prabowo Subianto menyatakan bahwa berbagai negara lain telah mendesak Jakarta untuk memainkan peran yang lebih signifikan dalam upaya mencari solusi atas konflik tersebut. Beliau menegaskan, ‘Komitmen Indonesia untuk menjamin keselamatan dan kemerdekaan warga Palestina mendorong pemerintah kami untuk mengambil tindakan yang lebih proaktif.’ Namun, terlepas dari niat mulia ini, terdapat potensi adanya faktor-faktor lain yang turut memengaruhi pengambilan keputusan tersebut.
Dalam beberapa bulan terakhir, Donald Trump, mengusulkan rencana kontroversial untuk memindahkan seluruh warga Palestina dari Gaza. Rencana tersebut mencakup pengambilalihan wilayah Gaza, pelaksanaan proses pembersihan skala besar, dan pengembangan wilayah tersebut menjadi proyek properti premium.
Tidak mengherankan, Israel menyambut baik usulan ini. Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, bertemu dengan Trump di Washington dan membahas rencana tersebut secara mendalam. Trump menyatakan, ‘Saya rasa ini adalah aset properti yang sangat berharga, dan saya rasa kita akan terlibat di dalamnya. Gaza adalah satu-satunya tempat di mana mereka dikurung. Kita tidak mengurung mereka; mereka dikurung. Dan apa salahnya memberi orang pilihan?
Usulan ini menuai kontroversi yang signifikan di tingkat internasional. Warga Palestina secara tegas menolak gagasan tersebut, begitu pula negara-negara di benua Afrika yang dihubungi oleh Israel dan Amerika Serikat untuk menampung pengungsi dari Gaza. Puluhan negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam dan Arab, termasuk Indonesia, juga menyatakan penolakan. Sekitar dua bulan yang lalu, Kementerian Luar Negeri Indonesia mengeluarkan pernyataan yang dengan keras menentang segala bentuk upaya pemindahan paksa warga Palestina dari tanah air mereka. Hingga saat ini, posisi resmi pemerintah Indonesia belum mengalami perubahan, setidaknya di ranah publik.
Namun, di tengah tekanan ekonomi akibat isu tarif perdagangan, Indonesia tampaknya berada dalam posisi yang sulit untuk mengabaikan kepentingan Amerika Serikat. ‘Kenaikan tarif yang signifikan oleh Amerika Serikat terhadap berbagai negara menciptakan ketidakpastian ekonomi. Banyak negara yang merasa khawatir,’ ungkap seorang sumber. ‘Para pendiri bangsa kita, dan saya sendiri selama bertahun-tahun, telah menekankan pentingnya membangun ekonomi yang mandiri.’
Sebagai negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara yang menghadapi tarif impor sebesar 32%, Indonesia berupaya untuk menjalin hubungan yang lebih baik dengan Amerika Serikat. Sebagai bagian dari upaya tersebut, Indonesia akan mengirimkan delegasi tingkat tinggi ke Amerika Serikat pada pekan mendatang. Selain itu, pemerintah Indonesia juga telah mengumumkan serangkaian konsesi terkait impor produk Amerika Serikat.
Pada bulan sebelumnya, Indonesia bahkan mengadakan pembicaraan dengan Israel, negara yang tidak memiliki hubungan diplomatik resmi, mengenai program percontohan imigrasi pekerja dari Gaza. Sebagai hasil dari pembicaraan tersebut, Jakarta dan Yerusalem membuka saluran komunikasi khusus untuk membahas rencana yang memungkinkan warga Gaza bekerja di Indonesia. Menurut laporan yang beredar, sekitar 100 warga Gaza akan menjadi bagian dari gelombang pertama program ini. Meskipun program ini belum diimplementasikan, Indonesia menunjukkan sinyal yang jelas bahwa mereka bersedia menampung pengungsi Palestina dalam jumlah yang lebih besar. Namun, waktu dari berbagai kejadian ini menimbulkan pertanyaan mengenai motif yang mendasari tindakan tersebut.