Rabu, Oktober 9, 2024

Bali Democracy Forum (BDF) dan Transisi Demokrasi Myanmar

Fauzi Wahyu Zamzami
Fauzi Wahyu Zamzami
Jurnalis Independen dan Alumni Hubungan Internasional, Universitas Islam Indonesia. Tertarik untuk meneliti isu-isu diplomasi publik, komunikasi global, dan kebijakan luar negeri Korea Selatan.

Tulisan ini dimulai dari inisiasi Indonesia dalam menyelenggarakan BDF (Bali Democracy Forum) sebagai forum antar negara yang membahas tentang demokrasi. BDF digagas berdasarkan pengalaman demokrasi di Indonesia. Dalam pandangan Indonesia, demokrasi tidak hanya tentang pemilihan umum yang sukses, akan tetapi demokrasi harus mampu menyeluruh dalam setiap aspek kehidupan nasional.

BDF mampu mengumpulkan negara-negara demokrasi matang dengan negara-negara demokrasi baru seperti Myanmar. BDF diselenggarakan setahun pasca revolusi saffron di Myanmar. Sebagai forum yang mengedepankan dialog, maka forum ini memberikan dampak terhadap transisi demokrasi Myanmar. BDF menjadi sarana tukar pendapat, tukar pengalaman, dan interaksi.

Maka dari itu, tujuan dari tulisan ini adalah untuk menganalisa bagaimana peran BDF dalam transisi demokrasi Myanmar tahun 2012-2014. Konstruktivisme menjadi sebuah pendekatan dalam menganalisa bagaimana norma-norma demokrasi disebarkan kepada negara-negara yang berpartisipasi melalui BDF. Sedangkan konsep demokrasi menjadi sebuah instrument bagi penyebaran nilai-nilai demokrasi melalui BDF.

Pada dasarnya, Bali Democracy Forum (BDF) hadir sebagai forum yang bertujuan untuk menghasilkan suatu kebijakan secara institusional. BDF tidak terlalu menggagas untuk menghasilkan suatu kebijakan yang murni, karena bagaimanapun yang menentukan suatu kebijakan atau tidak adalah pemerintah.

Berkaitan dengan Transisi Demokrasi Myanmar, maka saya menegaskan untuk membedakan antara mempengaruhi dan merubah. BDF memberikan pengaruh positif terhadap transisi demokrasi Myanmar, akan tetapi tidak bisa dibilang bahwa terjadinya perubahan demorkasi Myanmar hanya terjadi karena BDF.

Secara spesifik, BDF memberikan dua pengaruh terhadap transisi demokrasi Myanmar. Pertama, Myanmar dicitrakan sebagai negara demokrasi. Pada konteks tersebut, persepsi terhadap suatu identitas akan memperbaiki hubungan dengan aktor lainnya. Dampaknya Negara-negara yang hadir dalam forum tersebut akan memiliki hubungan baik dengan Myanmar atas identitas tersebut.

Kedua, pengaruhnya bisa dilihat dari elit politik yang menyuarakan akan pentingnya nilai-nilai demokrasi. Hal tersebut dibuktikan dengan diterimanya IPD (Institute for Peace dan Democracy) untuk membantu terhadap transisi demokrasi Myanmar. Erawan menjelaskan bahwa relasi, program, dan kerjasama yang dilakukan oleh IPD merupakan kelanjutan dari BDF.

IPD merupakan suatu lembaga yang merealisasikan ide-ide yang hadir dalam BDF dengan realisasi yang nyata. Dalam proses membantunya, IPD tidak memaksa Myanmar untuk menuntut agar mengikuti asas demokrasi tertentu. Proses dan pembelajaran merupakan cara BDF untuk menyebarkan asas demokrasi. Hal inilah yang sangat digemari oleh banyak negara untuk hadir didalamnya.

Dalam kasus Myanmar, IPD juga berhasil mengajak negara-negara lain untuk membantu Myanmar dalam transisi demokrasinya. Misalnya pada tahun 2011, IPD berhasil mengajak Australia dan Norwegia untuk mengadakan workshop yang membahas tentang langkah-langkah strategis transisi demokrasi.

Maka dari itu, ada 3 catatan penting mengenai peran BDF melalui IPD dalam transisi demokrasi Myanmar. Pertama, segala bantuan yang diberikan oleh IPD kepada Myanmar dilandaskan kepada kebutuhan Myanmar. Kedua, IPD tidak hanya mengajak pemerintah, akan tetapi IPD juga mengajak masyarakat sipil untuk ikut serta didalamnya. Ketiga, IPD menjadi fasilitator untuk negara-negara lain yang ingin membantu dalam proses transisi demokrasi Myanmar.

Sejak diselenggarakannya BDF pada tahun 2008, Freedom House mencatat tren positif kenaikan transisi demokrasi Myanmar. Berdasarkan penelitiannya, Myanmar mengalami kenaikan indeks demokrasi sekitar 11 poin dari periode 2007-2011. Kemudian, kenaikan indeks demokrasi pada tahun 2012-2014 sebesar 21 poin hingga 24 poin pada tahun 2014. Walaupun tidak dapat dikatakan bahwa BDF satu-satunya faktor yang mendongkrak transisi demokrasi Myanmar, akan tetapi partisipasi BDF melalui IPD menjadi faktor peningkatan poin-point tersebut.

Penilaian Freedom House terhadap demokrasi Myanmar mengalami peningkatan pada tahun 2012-2014. Pada tahun 2012, kebebasan sipil mendapatkan nilai 6. Pada tahun 2013, kebebasan sipil mendapatkan nilai 5 dan hak politik mendapatkan nilai 6. Nilai tersebut terus mengalami peningkatan hingga tahun 2014.

Dukungan terhadap norma demokrasi merupakan bagian dari kebijakan luar negeri Indonesia. Sebagai negara yang memiliki prinsip bebas aktif dalam kebijakan luar negerinya, maka hal tersebutlah yang mendasari Indonesia untuk menyebarluaskan nilai-nilai yang ada dalam demokrasi.

Myanmar merupakan salah satu negara yang mengalami betapa pentingnya BDF bagi demokratisasi global khususnya Myanmar (Inspirator). Makna demokrasi yang hadir dalam forum tersebut mampu membuat Myanmar ingin menegakkan nilai-nilai demokrasi secara lebih. Diskusi dan pelatihan menjadi instrument utama dalam forum tersebut guna meneguhkan kembali demokrasi Myanmar (Motivator).

BDF juga melalui IPD mengajak Australia dan Norwegia untuk membantu Myanmar dalam proses transisi demokrasinya (Fasilitator). Apabila BDF diimplementasikan dalam konteks sosial, maka BDF memiliki kekurangan dan kelebihan. Hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa BDF sebagai Inspirator, Motivator, dan Fasilitator bagi transisi demokrasi Myanmar membuat Myanmar mampu menaikan nilai indeks demokrasinya setiap tahun.

Akan tetapi, disisi lain BDF juga memiliki kekurangan. Kekurangannya yaitu rekonstruksi makna demokrasi membuat kearifan lokal sebagai legitimasi atas kebijakan Myanmar. Ketika kebijakan Myanmar menguntungkan kaum mayoritas, disitulah aspek yang harus mendapatkan perhatian.

Hal ini dikarenakan pasti ada pihak-pihak tertentu yang tidak setuju atas kebijakan tersebut. Dengan demikian, BDF berdasarkan pendekatan konstruktivisme adalah upaya dalam mengintegrasikan nilai-nilai demorkasi dan memberikan ruang untuk berdiskusi bagi aktualisasi kearifan lokal yang nantinya akan menjadi harmonis dan nilai-nilai demokrasi tersebut akan diterima dikalangan masyarakat. Namun hal tersebut tidak akan terjadi apabila nilai-nilai demokrasi mengalami penolakan oleh kalangan masyarakat.

Daftar Pustaka

Albayumi, F. (2014). Peran Bali Democracy Forum (BDF) dalam Demokrasi Indonesia. FISIPOL Universitas Gadjah Mada, 2.

Mirajiah, R. (2013). Faktor Internal dan Faktor Eksternal yang Mempengaruhi Terjadinya Demokratisasi di Myanmar. Jurnal Hubungan Internasional Universitas Parahyangan, 183.

Fauzi Wahyu Zamzami
Fauzi Wahyu Zamzami
Jurnalis Independen dan Alumni Hubungan Internasional, Universitas Islam Indonesia. Tertarik untuk meneliti isu-isu diplomasi publik, komunikasi global, dan kebijakan luar negeri Korea Selatan.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.