Pemerintah galau, kemudian melarang iklan layanan masyarakat yang tersebar di beberapa media nasional itu. Iklan itu, berupa petikan prosa-liris Kahlil Gibran dari kumpulan The Prophet, dianggap bisa menghasut generasi muda. Mereka bisa melawan para orangtua karena mereka sesungguhnya bukan anak-anak para orangtua.
Dengan ilustrasi gambar seorang ibu berkebaya yang sedang duduk bersama seorang anak kecil (semoga ingatan saya tepat), iklan layanan masyarakat yang saya lupa siapa pembuatnya itu lalu menghilang dari semua media.
Ada keluhan-keluhan kecil dari publik; menganggap tindakan pemerintah berlebihan, dan sebagainya. Tapi di awal 1980an itu kritik sudah wajib disyukuri jika pelakunya tidak harus berurusan dengan Laksusda. Mengharap kritik diakomodasi oleh penguasa adalah cita-cita yang tak pada tempatnya. Pelarangan berjalan efektif, lalu dunia segera kembali damai dan sejahtera.
Petikan prosa-liris Kahlil Gibran, seorang penyair Lebanon-Amerika yang karyanya dianggap mencapai status literer kitab suci, ada di buku kecil terjemahan Sri Kusdyantinah, Sang Nabi (Pustaka Jaya, 1981). Almarhum Sapardi Djoko Damono tiga puluh enam tahun kemudian menerbitkan terjemahan versinya sendiri, yang agak berbeda; ia menjudulinya Almustafa (Bentang, 2017), sesuai nama si pemberi petuah.
Saya membeli himpunan lengkap karya Gibran sekian belas tahun lalu, sekitar seribu halaman, dan The Prophet pun ada di buku bersampul kuning itu.
Inilah petikan yang menghebohkan dan dilarang pemerintah tersebut, yang saya terjemahkan sendiri — sebab saya merasa kurang cocok dengan terjemahan mereka yang juga tak lengkap.
Anakmu bukanlah anakmu
Mereka putera-puteri Kehidupan yang rindu kehidupan itu sendiri
Mereka datang melaluimu namun bukan darimu
Dan meski mereka bersamamu namun mereka bukan milikmu
Kau boleh memberi mereka cinta tapi bukan pikiranmu
Sebab mereka punya pikiran sendiri
Kau bisa memberi tempat bagi raga tapi tidak bagi jiwa mereka
Sebab jiwa mereka hidup di rumah esok yang takkan mampu kau singgahi sekalipun dalam mimpi
Kau boleh berikhtiar untuk menjadi diri mereka namun jangan pernah berupaya menjadikan mereka seperti dirimu
Sebab hidup tak berjalan mundur ataupun teronggok di masa silam
Kau adalah busur yang melesatkan anak-anakmu, sebagai anak panah kehidupan yang meluncur ke masa depan
Lengkung busur itu mencari tanda di atas jalan lurus yang tak berujung, dan Dia melengkungkanmu dengan dayaNya agar panah-panahNya melesat cepat dan jauh
Berlengkunglah dengan riang bersama lengan busur itu
Sebab Dia bukan hanya mencintai anak panah yang melesat, tapi juga sang busur yang diam
***
Bagaimana pendapat Anda tentang karya Kahlil Gibran itu? Apakah Anda setuju dengan tawaran perlakukannya terhadap anak-anak? Atau Anda sepakat bahwa penyebarluasan karya itu perlu dilarang karena berpotensi menghasut?