Senin, Desember 9, 2024

Anak Tiri Jokowi itu Bernama Novel Baswedan

Feri Amsari
Feri Amsari
Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO), Pengajar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang.
- Advertisement -

Nasib baik menghampiri Baiq Nuril. Presiden Joko Widodo bersedia turun tangan menyelamatkannya dari jerat pidana yang menimpanya. Sebagai korban pelecehan seksual yang mengalami kriminalisasi, Nuril patut mendapat keadilan. Rasa keadilan publik menyeruak ketika Presiden menghapuskan pertanggungjawaban pidana Nuril melalui amnesti berdasarkan Pasal 14 Ayat (2) UUD 1945. Dengan langkah-langkah konstitusional, Presiden telah menyelamatkan Nuril.

Respons sama ditunjukan pemerintahan Jokowi dalam kasus drg. Romi di Kabupaten Solok Selatan. Begitu kasus ketimpangan perlakuan terhadap penyandang disabilitas itu mencuat, beberapa menteri Kabinet Jokowi sigap bergerak menyelamatkan hak Romi. Langkah sigap yang sama juga dilakukan Jokowi terhadap korban kerusuhan 21-22 Mei lalu. Presiden segera mereparasi hak-hak konstitusional para pedagang yang mengalami kerugian materiil dalam kerusuhan politik tersebut.

Kesigapan Jokowi patut diacungi jempol. Hadir pada saat yang tepat. Sikap itulah yang dibutuhkan dari seorang kepala negara. Namun, kesan sigap itu hilang jika bicara penuntasan kasus Novel Baswedan, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang disiram air keras hingga mengalami cacat mata. Presiden memang menyadari kasus ini rumit, tapi bukan berarti tidak ada solusinya.

Beberapa langkah Presiden dianggap tidak maksimal, bahkan terkesan sengaja berputar-putar. Meski telah membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) dan telah mengumumkan hasilnya, tim bentukan Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian itu kabur dalam menentukan siapa dalang penyerangan Novel. Setelah hasil yang kabur itu disampaikan, Presiden malah memberi waktu tambahan untuk mengungkap dalang tak jelas itu.

Hebatnya, jika Presiden memberi batas waktu 3 bulan, tapi kepolisian tetap menghendaki 6 bulan untuk tugas tambahan itu. Lalu, apa yang membuat Presiden kehilangan kesigapan untuk menuntaskan kasus ini? Apa yang menyebabkan Novel diperlakukan laiknya anak tiri?

Persis penyebabnya tentu saya juga tidak mengetahuinya. Tapi, bukan tidak bisa memperkirakannya pelakunya. Misalnya, kasus-kasus yang ditangani Novel bisa menjadi alat penelusuran awal. Anehnya, beberapa kasus besar malah tidak dijadikan titik awal untuk menemukan pelaku. Padahal seluruh hal yang pernah ditangani Novel berpotensi ditemukannya pelaku penyiraman air keras.

Siapa pun pelakunya, Presiden punya kekuatan membongkar kasus ini, menemukan pelaku, dan motif yang melatarbelakanginya. Sebagai atasan dari kepolisian dan kejaksaan, Presiden bahkan dapat membentuk TGPF yang lebih mumpuni dan bebas kepentingan untuk membongkar kasus yang terlalu berat bagi polisi.

Hak Konstitusional Novel

Novel memiliki hak konstitusional yang harus dilindungi Presiden. Pasal 28G Ayat (2) UUD 1945 memberikan perlindungan terhadap setiap orang dari penyiksaan. Bahkan setiap serangan terhadap penyidik KPK merupakan tindak pidana tersendiri dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Seluruh pihak yang terlibat dapat dikenakan pidana tindakan menghalang-halangi proses hukum dalam perkara korupsi dan tentu saja tindak pidana yang diatur dalam KUHP.

Jadi, Novel punya hak konstitusional yang sama dengan Baiq Nuril, drg. Romi, dan korban kerusuhan 21 Mei. Satu-satunya yang membuat Presiden yang sigap itu terkesan lamban bertindak dalam kasus Novel bukan tidak mungkin karena terlibatnya pelaku yang berasal dari “kelas atas” dari struktur masyarakat, yaitu politisi, pebisnis, dan/atau aparat penegak hukum.

Presiden yang memiliki kewenangan powerful itu harus berani tegas terhadap kelas atas yang terlibat. Sebab, rasa keadilan harus menyentuh seluruh lapisan masyarakat, termasuk penyidik KPK yang menjadi korban kerakusan tangan-tangan kelas atas. Sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, tidak ada hambatan bagi Presiden untuk membongkar misteri ini semua. Sikap tegas Presiden tidak hanya ditunggu publik Tanah Air, tetapi juga pihak luar yang ingin menantikan kepastian hukum dapat ditegakkan dalam pemerintahannya.

- Advertisement -

Sebagai penyidik KPK, Novel adalah bagian dari Presiden Jokowi. Membiarkan pelaku penyerangan Novel berarti melecehkan pemerintahannya. Jangan sampai perlakuan yang berbeda terhadap kasus Novel menyebabkan Jokowi dituduh menganak-tirikan upaya pemberantasan korupsi.

Kolom terkait

Pak Jokowi, KPK Menjemput Maut

Denny Siregar dan Usaha Merobohkan Independensi KPK

Semangat Novel Baswedan, Mendefinisikan Korupsi (II)

Pak Jokowi, KPK Menjelang Ajal

Awas! Ada Musang Pro Koruptor Di KPK

Feri Amsari
Feri Amsari
Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO), Pengajar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang.
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.