Selasa, April 23, 2024

Alfian Tanjung, Sang Don Kisot yang Melawan Raksasa Vaksin

Dhihram Tenrisau
Dhihram Tenrisau
Penulis dan juga Dokter Gigi Muda.

Alkisah seorang tua yang gemar membaca buku tiba-tiba berkehendak menjadi kesatria. Berbagai realitas dia ciptakan dari semua kehendak yang berkelindan dalam kepalanya. Kesemuanya dia ciptakan dalam sebuah petualangan. Di satu perjalanannya, dia melihat raksasa dengan empat tangan menghalangi langkahnya. Namun, kenyataannya, itu adalah kincir angin. Menolak percaya kenyataan itu, dia berlari menyeruduk kincir. Dia pun terhempas, dan terus berkutat pada keyakinan bahwa itu raksasa.

Itu kisah seorang Don Kisot yang dikarang Miguel de Cervantes. Sosok yang sama dapat kita temukan di sebuah kanal Youtube, seorang kesatria yang sepertinya gemar membaca buku Harun Yahya dan teori konspirasi berdiri tegak di hadapan majelis. Di sana beliau dengan tegas menyatakan,

“Yang salah adalah kita yang menyuntikkan vaksin dan imunisasi pada anak-anak kita. Karena vaksinasi dan imunisasi adalah operasi depopulasi untuk membuat orang tidak punya kemampuan berpikir!”

Ini bukan kali pertama beliau, Ki Ustadz Alfian Tanjung, mengajak umat menolak vaksin dan imunisasi. Sejak 2011, beliau sudah getol memperjuangkan isu tersebut. Oh iya, ingat, Ki Ustadz Alfian ini sudah beberapa kali ditangkap polisi karena demagogi PKI. Nyatanya, bui tidak menyurutkan mental beliau untuk terus berseberangan dengan MUI; melampaui ustdaz sejuta twit Felix Siauw dan dai sejuta viewers Ustadz Abdul Somad.

Tunggu dulu, jangan buru-buru suuzan kepada Ki Ustadz Alfian Tanjung yang mengadopsi cara berpikir Don Kisot ini. Keduanya menciptakan realitas dari khayalannya, dari bacaan dan kontempleeerrrisasi. Bisa jadi kitalah yang tertipu dengan dunia yang fana ini. Kefanaan dunia ini jelas karena kelelahannya akan rasionalisme dan empirisme.

Di dunia medis ada istilahnya: evidence-based medicine, pongahnya kuasa otoritas kedokteran berbasis penelitian atau riset. Toh, buktinya dunia ini masih dihuni banyak penyakit kok. Vaksin tidak mampu memusnahkan difteri sepenuhnya, mikroorganisme akan resisten (tidak akan nempan) terhadap antibiotik, apalagi kemarin sempat ditemukan vaksin-vaksin palsu.

Kelimuan di luar standar medis disebut tidak sahih. Yah, paling mentok dikategorikan alternatif, itu punya hanya boleh dilakukan oleh para petugasmedis. Orang non-medis yang ingin mempraktikkan harus di bawah pengawasan para dokter dan ahli medis formal lainnya.

Pak Ustadz Alfian tanjung tidak butuh data-data dalam berargumen, tidak butuh jurnal dan hasil penelitian inilah atau itulah. Sejumlah klaimnya mungkin sumir, dari hasil penglihatan ala Don Kisot yang lewat perenungan dan bacaan panjang. Diterima atau tidak itu perkara lain, kan?

Terkadang memang ada orang-orang yang memiliki potensi untuk melihat sesuatu di luar cara berpandangan lazim. Orang-orang ini adalah orang-orang yang diberkati. Hmmm, bisa jadi beliaulah orang yang memilki barokka alias karomah. Bisa juga orang tersebut adalah mesiah atau juru selamat di akhir zaman ini.

Beliau sangat memahami bahwa data penelitian dan jurnal tidak dibawa ke alam akhirat sana. Juga mengerti bahwa zaman ini zaman edan yang penuh konspirasi dan tipu-tipu. Dari novel Ghost Fleet, mahalnya racun kalajengking, tipuan gelang kode, atau konspirasi aklamasi Baim Wong sebagai Presiden Jomblo Indonesia menggantikan Raditya Dika.

Maka izinkanlah Ki Ustadz Alfian Tanjung ini bergerak dengan gagasan konspirasinya.

Di ceramahnya itu, beliau menjabarkan lagi bagaimana nistanya vaksinasi dan imunisasi itu. “Kenapa sekarang banyak orang-orang miskin, orang-orang susah lalu penyakitknya aneh-aneh? Karena mereka telah dirusak dengan injeksi vaksin berisi tripsin sari pati anjing, monyet, dan babi!”

Betul, bahwa proses vaksin polio memang tak terlepas dari babi. Enzim tripsin sebagai medium tempat berkembangnya kuman ataupun virus. Sekalipun memang iya, dalam pembuatan vaksinya, medium tersebut dicuci hingga bersih. Tetap saja sekali melibatkan babi berarti selamanya melibatkan babi, kan?

Saya mengakui kehebatan ilmu menembus batas ala Ki Ustadz Alfian Tanjung ini. Kedigdayaan neliau bahkan sampai bisa melihat kurikulum pendidikan dokter di Indonesia. Dengar saja pendapatnya:

“Vaksin itu tidak dikenal di Fakultas Kedokteran Umum. Dia dikenalnya di Fakultas Kedokteran Hewan.”

Sepengalaman saya, vaksin dibahas di mata kuliah Imunologi dan Alergi. Terlebih di sistem pendidikan yang sifatnya blok. Mereka menyisip di blok kedokteran anak ataupun blok penyakit dalam. Bisa jadi ini bahan kerjaan baru buat kolegium.

Mungkin yang Ki Ustadz Alfian maksud itu ada di Fakultas Kedokteran entah berantah, yang lolos dari pengawasan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). FYI, KKI ini bertanggung jawab atas pendidikan kedokteran. Lagipula, Ki Ustadz kan sebut Fakultas Kedokteran Umum, bukan Fakultas Kedokteran kan? Sumber ini perlu disidak lebih lanjut.

Saya juga mengakui kehebatan Pak Ustadz Alfian Tanjung dalam menebar klaim mahadahsyat di sepanjang ceramahnya. Mulai dari “sakit yang aneh-aneh pasti pribumi” atau “kenapa Indonesia dibatasi jumlah kelahiran dan misi anak dua?”.

Mendengar itu saya langsung teringat pada Thanos, yang misi utamanya menekan overpopulasi. Tentu Ki Ustadz ini adalah seorang Kapiten Amerika yang membela bangsa ini dari serbuan Armada Thanos, armada berbentuk vaksin beserta antek-anteknya.

Pertanyaannya, apakah kita berada di sisi Thanos atau Kapiten Amerika? Hmmm … mungkin analogi ini kurang tepat ya. Marvel kan produk zionis dan konspirasi global?

Bolehlah orang-orang menertawakan dan menyebut sikapnya sebagai kekonyolan—hingga mengolok-olok—selayaknya saat membaca kisah Don Kisot. Tapi jangan salah , ya, cara pandang seperti ini adalah cara pandang melintasi cara berpikir sains yang sangat terukur, rasional, dan empirik.

Dunia sains dan kedokteran butuh cara pandang yang sedikit nyeleneh. Bisa jadi dengan cara pandang yang cukup provokatif, berani, dan konspiratif.

Ki Ustadz Alfian Tanjung sudah menembus dan melampaui batas-batas ilmiah dan otoritas yang diperkenalkan para zionis dan kaum sesat, evidence-based medicine. beliau tak butuh apa yang para begawan biomolekuler tawarkan dan temukan dalam kurun waktu yang lama.

Ki Ustadz Alfian punya kearifan dalam melihat apa yang dibutuhkan warga Indonesia agar tidak di-pattolo-toloii, dikibuli oleh asing lewat produk kedokteran seperti vaksin ini.

Indonesia kan punya banyak kearifan yang harus terus dikenang dan dilestarikan, seperti sanro di Sulawesi Selatan, topu bara di Maluku, atau mungkin dukun-dukun di Jawa. Kesemuanya ini bakalan habis digerus oleh pengobatan medis berembel-embel WHO dan keabsahan riset dan sebagainya—salah satunya vaksin.

Ya sudahlah, Kawan, perdebatan vaksin ini sudah berlangsung lama dan seperti tidak kunjung ada titik terangnya, sekalipun para praktisi medis sudah penuh cucuran air mata menjelaskannya. Dari zaman baheula itu-itu saja perdebatannya.

Untuk yang tidak ingin bervaksin dan berimunisasi, silakan. Yang mau pake ya silkan.

Yang pasti, jangan maki Pak Ustadz Alfian Tanjung. Karena beliau adalah martir pengetahuan dan sejarawan yang tak kenal lelah. Beliau memiliki perspektif yang berani, seberani dan senekat Don Kisot dalam menabrak kincir angin. Tentu pilihan hidup yang seperti ini adalah pilihan sulit.

Tidak semua orang kuat menghadapi cercaan seperti yang mantan dosen UHAMKA ini terima. Hati-hati loh dalam mencerca, tahu-tahu Pak Ustadz Alfian ini ternyata penumpas Thanos, eh, Dajal, mampus kalian.

Setidaknya, saya masih menunggu konspirasi apa lagi yang Pak Ustadz ini hendak sampaikan. Juga solusi atas anak-anak Oki Setiana Dewi.

Dhihram Tenrisau
Dhihram Tenrisau
Penulis dan juga Dokter Gigi Muda.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.