Jumat, Maret 29, 2024

Ahok dan Anjing

Arman Dhani
Arman Dhanihttp://www.kandhani.net
Penulis. Menggemari sepatu, buku, dan piringan hitam.
enpasar, Bali, Minggu (27/9). Kasus penyebaran rabies oleh anjing di Bali saat ini cukup mengkhawatirkan dengan 159 desa yang telah terjangkit rabies dengan korban meninggal sebanyak 14 orang hingga Agustus 2015. ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/pd/15
Denpasar, Bali, Minggu (27/9). Kasus penyebaran rabies oleh anjing di Bali saat ini cukup mengkhawatirkan dengan 159 desa yang telah terjangkit rabies dengan korban meninggal sebanyak 14 orang hingga Agustus 2015. ANTARA FOTO/Fikri Yusuf

Wacana Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) untuk menyusun sebuah aturan pengawasan daging anjing mendapatkan penolakan. Penolakan ini berasal dari kelompok penyayang binatang yang ingin melindungi anjing dari konsumsi manusia. Sejauh ini Ahok sendiri mengaku ingin membuat aturan yang secara ketat memeriksa kualitas daging anjing di Jakarta, bukan dalam upaya melegalkan.

Langkah yang hendak dilakukan Ahok memang pada satu sisi bisa membatasi orang mengonsumsi daging anjing. Dengan regulasi yang ada, Ahok dapat meminta, menekan, dan menjamin bahwa daging anjing yang dikonsumsi merupakan daging anjing yang legal. Legal dalam arti berasal dari peternakan yang sehat, bukan anjing curian dan yang paling penting bebas dari ancaman rabies.

Tapi tentu saja niat ini bisa jadi bermakna ganda. Membuat aturan tentang pengelolaan daging anjing bisa dimaknai bahwa pemerintah DKI Jakarta melegalkan konsumsi daging anjing. Lantas masalahnya di mana? Masalah muncul ketika para pecinta anjing memprotes rancangan kebijakan ini. Mereka berpendapat bahwa anjing bukan makanan dan termasuk dalam hewan peliharaan domestik yang perlu dilindungi.

Berdasarkan investigasi Animal Defenders Indonesia, setiap bulan ada 2.040 ekor anjing yang disajikan di 40 restoran yang ada di Jakarta. Itu angka yang tinggi dan menjelaskan bahwa angka konsumsi masyarakat Jakarta terhadap daging anjing cukup tinggi. Jika tidak ada regulasi yang mengatur ini, bagaimana menjamin keselamatan dan kebersihan para pengkonsumsinya. Kelompok Animal Defenders Indonesia mendorong Ahok untuk melarang konsumsi daging anjing.

Sejauh ini, menurut Ahok, di Indonesia  belum ada hukum positif yang  dapat melarang orang untuk tidak memakan daging anjing. Di Indonesia sendiri konsumsi daging anjing bukan hal baru. Di beberapa kota lain di Indonesia konsumsi daging anjing adalah hal yang biasa. Malah itu sebuah keseharian atau kebiasaan yang dibiarkan. Tapi kebiasaan tentu bukan hal yang bisa membenarkan konsumsi anjing secara keseluruhan.

Ahok pada satu titik benar untuk memikirkan satu rancangan peraturan yang mengatur tentang konsumsi anjing. Melarang konsumsi anjing di Jakarta atau di manapun di Indonesia tak akan membuat para pecinta daging anjing berhenti mengkonsumsi daging ini. Mereka hanya akan mencari tempat lain yang menyediakan menu ini dan bukan tidak mungkin malah menjadi satu barang ilegal yang melanggar hukum.

Jalan tengahnya adalah membuat peraturan yang demikian ketat sehingga para penyedia masakan daging anjing akan berpikir dua kali untuk menyediakan menu ini. Ancaman sanksi yang berat juga akan menekan para pengkonsumsinya, meski demikian ini tidak 100% efektif karena mereka pasti akan mencari jalan lain. Akhirnya sosialisasi dan edukasi tentang mengapa anjing tak boleh dikonsumsi bisa jadi alternatif paling efektif untuk mencegah anjing dikonsumsi.

Ahok bisa bekerja sama dengan kelompok penyayang binatang untuk mengefektifkan ini. Karena sekadar melarang tidak akan pernah membuat seorang pecandu berhenti. Kecuali kesadaran bahwa memakan daging anjing itu salah, seseorang akan tetap menganggap bahwa apa yang ia lakukan benar. Sementara tidak adanya regulasi yang jelas tentang daging anjing akan tetap membuat hewan ini rentan dibunuh untuk dikonsumsi.

Novelis Seno Gumira Ajidarma pernah membuat cerita menarik tentang konsumsi daging anjing. Dalam cerita yang berjudul Legenda Wong Asu, Seno menggambarkan metafora tentang para pemakan anjing yang pelan-pelan akan menjadi anjing. Dalam cerita itu digambarkan pula bagaimana proses konsumsi daging anjing. Hewan ini dimasukkan dalam karung, lantas dipukul hingga mati untuk kemudian dimasak dan dimakan.

Ini tentu proses yang mengerikan dan brutal. Jika ada satu hal yang membuat saya menolak mengkonsumsi daging anjing, di luar alasan agama, adalah proses keji yang terjadi sebelum daging anjing tersebut disajikan dan dimakan. Anjing-anjing dipukul hingga mati dan bukan disembelih. Hal ini dilakukan untuk mencegah darah keluar terlalu banyak. Para pemakan anjing percaya bahwa darah anjing yang tidak keluar membuat daging hewan ini lebih sedap.

Proses keji ini bisa Anda saksikan di Yulin Dog Festival. Festival yang diselenggarakan di Cina ini kerap dikritik aktivis pembela hewan karena kebrutalannya. Kurang lebih sekitar 10.000 ekor anjing dijagal untuk daging mereka. Tahun ini Festival Yulin menjadi perhatian karena perjuangan seorang pensiunan guru yang berusaha membeli lusinan anjing untuk menyelamatkan mereka dari festival keji ini.

Yang Xiaoyun, si pensiunan guru ini, menghabiskan sekitar 7.000 yuan atau $1.100 untuk menyelamatkan sekitar 100 anjing saat itu. Apa yang dilakukan Yang Xiaoyun menginspirasi lebih banyak orang untuk melakukan hal serupa. Membeli anjing dari warga agar tidak dikonsumsi. Festival Yulin mendapatkan kritik keras karena pada prosesnya banyak anjing yang dikonsumsi berasal dari anjing curian.

Festival ini telah berlangsung  lama. Para penduduk di Yulin mengklaim bahwa para anjing yang akan dikonsumsi dibunuh dengan sebaik-baiknya. Di sisi lain, para aktivis mengatakan proses penjagalan anjing dilakukan dengan kejam. Petisi online untuk melawan dan mengecam festival ini telah ditandatangani lebih dari 3,8 juta jiwa. Para pendukung kebijakan ini datang dari kalangan aktivisi penyayang binatang, selebriti, dan masyarakat internasional.

Tradisi memakan daging anjing di Cina telah ada sejak 400 tahun lalu. Hal serupa juga ada di Korea Selatan dan beberapa negara lain di Asia. Di Indonesia, daging anjing juga disantap di beberapa tempat seperti di Manado, Minahasa, Solo, dan Yogyakarta. Praktik mengkonsumsi daging anjing ini perlahan berkurang dan mulai hilang karena muncul kesadaran bahwa anjing bukan hewan konsumsi.

Apakah Jakarta akan menjadi kota pertama di Indonesia yang mengeluarkan regulasi mengatur atau melarang konsumsi daging anjing?

Arman Dhani
Arman Dhanihttp://www.kandhani.net
Penulis. Menggemari sepatu, buku, dan piringan hitam.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.