Kamis, Oktober 3, 2024

Siapakah Muslim Milenial Indonesia Itu? [II – Habis]

Fahd Pahdepie
Fahd Pahdepie
Anak Muda, Peserta Konvensi PSI, Bakal Calon Walikota Tangerang Selatan, Master of International Relations dari Monash University, Meraih penghargaan Outstanding Young Alumni 2017 dari Australia Global Alumni serta Australia Awards. Anggota dari Monash Global Leaders dan termasuk dalam daftar 20 pemimpin muda berpengaruh Australia-ASEAN dalam A2ELP 2013, versi Australia-Malaysia Institute dan Asialink.

Terakhir, color. Ini berhubungan dengan gaya (style) atau pendekatan (approach) yang perlu diperhatikan jika kita ingin melibatkan generasi milenial di dalamnya. Color, style, atau approach yang saya maksud di sini bukan soal tampilan atau desain, tapi lebih pada cara apa yang disukai oleh para milenial.

Dalam hal ekonomi, contohnya, banyak pakar mengatakan bahwa masa depan dunia usaha, yang akan dikendalikan para milenial, adalah kewirausahaan sosial (social entrepreneurship). Generasi milenial tidak lagi berpikir untuk mengumpulkan profit sebanyak-banyaknya dan melakukan konsentrasi kapital. Mereka memiliki semacam dorongan untuk melakukan ‘karma’, memberi makna yang lebih dalam dari sekadar akumulasi kapital saja.

Generasi milenial adalah generasi yang hidupnya terhubung 24 jam dengan Internet. Mereka bukan hanya bepergian secara fisik, tetapi juga secara virtual. Globalisasi Internet telah membawa mereka ke banyak tempat di seluruh dunia dan menyaksikan banyak disparitas, diskriminasi, dan berbagai sisi gelap dunia yang lainnya.

We taught them,” kata Neala Godfrey dalam Business As Not usual: The Millenial Social Entrepreneur (2015), “… They travel virtually via the Internet and in reality, as well.  They see the social disparities and frightening global situations like; climate change, gender inequality, resource scarcity, and terrorism that are all happening in their world. They care. They want real meaning in their lives beyond collecting things and homes and cars.

Maka, di sini kewirausahaan sosial bukan hanya “hasil” dari bertemunya karakter generasi milenial dengan perkembangan dunia ekbis, tetapi sekaligus pilihan gaya dan pendekatan yang dikehendaki oleh para milenial. Bagi saya, di tangan para milenial Muslim, perubahan filantropisme Islam yang semula dikuasai oleh negara, atau terkonsentrasi di civil society, akan bergeser ke arah social enterprises karena itu yang sesuai dengan warna generasi Muslim milenial.

Keempat hal ini tentu saja harus dirumuskan secara lebih detail ke level teknis maupun strategis. Dengan panduan empat hal ini, sebuah framework perlu dihasilkan oleh Muslim milenilai untuk menentukan strategi kebudayaannya.

Jejaring Muslim Milenial: Apa Selanjutnya?

Setiap zaman menghasilkan strategi dan resultan kebudayaannya masing-masing. Anak-anak muda Muslim Indonesia yang tumbuh di era 70 dan 80-an, misalnya, dalam konteks sosial-politik yang dihidupinya, menghasilkan semangat zaman yang ingin menemukan relasi yang paling tepat antara agama dan negara.

Berbagai pemikiran, karya intelektual, perjuangan pergerakan berpusat di sana—diwarnai semangat melawan status quo yang diinspirasi oleh berbagai peristiwa politik dunia, termasuk revolusi Islam Iran. Saat itu lahir berbagai penerbit, forum diskusi, dan lainnya yang menjadi corak utama generasi ini. Tema-tema diskusi pun dikuasai oleh hal-hal yang berhubungan dengan semangat ini, mulai dari perbandingan mazhab, gerakan politik berbasis agama, dan seterusnya.

Generasi berikutnya, generasi muda Musim yang tumbuh dewasa di era 90 dan 2000-an, membawa semangat zaman dan strategi kebudayaan yang berbeda pula. Di era ini, seiring dengan tumbangnya rezim politik Orde Baru, anak-anak muda Muslim memasuki politik praktis dan terlibat dalam agenda-agenda reformasi serta pengembangan masyarakat.

Di saat bersamaan, mereka juga harus berurusan dengan isu besar dunia mengenai perang melawan terorisme dan ekstremisme atas nama agama, menyusul peristiwa 9/11 dan agenda Amerika Serikat tentang War on Terror. Aktivis-aktivis muda Muslim terlibat dalam berbagai gerakan masyarakat sipil dengan misi utama mengabarkan wajah Islam Indonesia yang damai, inklusif, toleran.

Semua itu akan segera berubah. Generasi milenial Muslim, dalam hemat saya, akan menghadapi sesuatu yang berbeda, seiring semangat zaman yang berbeda pula. Diskusi keagamaan milenial Muslim tidak akan lagi soal perbedaan mazhab atau tentang politik agama, tetapi lebih jauh dari itu: Barangkali mereka akan dipaksa merumuskan relasi Islam dengan revolusi blockchain technology, antara realitas beragama dan virtual-realitasnya, dan seterusnya.

Mereka juga akan menghasilkan model jejaring dan pergerakan yang berbeda dari generasi-generasi sebelumnya. Resultannya bukan lagi gerakan masyarakat sipil, pergerakan sosial, atau partai politik, tapi barangkali menghasilkan sesuatu yang lain seperti perusahaan-perusahaan sosial (social enterprises).

Wilayah geraknya pun bukan lagi sekadar di ruang-ruang nyata, tetapi merangksek ke ruang-ruang virtual—dengan internet dan media sosial yang membuat segalanya menjadi tanpa batas, menembus ruang-ruang privat.

Menarik menunggu dan menyaksikan apa yang akan dikontribusikan para Muslim milenial untuk negeri ini. Mereka akan memberi warna baru, membawa semangat baru, menawarkan berbagai hal yang masih belum jelas tetapi sekaligus menjanjikan dan layak dinantikan. Terhadap sesuatu yang seperti itu, kita selalu diberi dua tawaran: optimistis atau pesimistis.

Terhadap generasi milenial Muslim Indonesia, seperti terhadap lahirnya jejaring Muslim Milenial yang digagas Subhan dan Romzi sebagaimana saya ceritakan di awal, saya memilih untuk bersikap optimistis!

Kolom terkait:

Siapakah Muslim Milenial Indonesia itu? [I]

“Muslim Ngefriend” dan Generasi Medsos

Menyegarkan Kembali Pemikiran Islam: Dimulai dari Mana?

Islamku Islam Medsos?

Membincang Spiritualitas Jalan Ketiga Ulil

Fahd Pahdepie
Fahd Pahdepie
Anak Muda, Peserta Konvensi PSI, Bakal Calon Walikota Tangerang Selatan, Master of International Relations dari Monash University, Meraih penghargaan Outstanding Young Alumni 2017 dari Australia Global Alumni serta Australia Awards. Anggota dari Monash Global Leaders dan termasuk dalam daftar 20 pemimpin muda berpengaruh Australia-ASEAN dalam A2ELP 2013, versi Australia-Malaysia Institute dan Asialink.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.