Kamis, Maret 28, 2024

Kiai Ishom, Ustaz Somad, dan Kesantunan Berbangsa

Muhammadun As
Muhammadun As
Penulis, tinggal di Yogyakarta

Pekan lalu ada video viral dari Ustaz Abdul Somad (UAS). Dalam video itu, UAS menilai buruk KH Ahmad Ishomuddin (Kiai Ishom), salah satu Rais Syuriah PBNU. Dikatakan oleh UAS bahwa Kiai Ishom adalah kiai yang dusta ihwal gelar haji, dusta juga gelar doktornya, ditambah sebagai kiai yang belum sunat. Video viral ini menggegerkan masyarakat, khususnya warga nahdliyyin.

Pernyataan UAS yang penuh kontroversi ini harus menjadi catatan serius dalam diri seorang UAS. Sebagai seorang ustaz, UAS terlalu sibuk menilai orang lain. Padahal, ustaz yang berdakwah seharusnya memberikan kesejukan bagi orang lain.

Keberanian UAS yang sudah keterlaluan ini, apalagi menilai buruk seorang Kiai Ishom, menjadikan nama UAS sebagai sosok ustaz penebar kebencian kepada sesama. Ini sangat berbahaya, karena ustaz adalah figur publik yang akan selalu didengarkan tausiyahnya oleh umat.

Menurut Dr Abdul Moqsith Ghazali (2018), orang yang telalu sering ceramah, ia akan kekurangan waktu untuk membaca. Di situlah malapetaka bermula.

Pernyataan Kiai Moqsith ini tepat dalam menggambarkan sosok ustaz bernama Abdul Somad yang akhir-akhir ini overload dalam ceramah. Jadwal ceramah UAS begitu padat. Dalam satu daerah, UAS bisa tiga atau empat kali ceramah, atau bahkan lebih. UAS lupa kalau materi ceramah itu setiap saat pasti berkurang, apalagi jadwalnya sangat padat.

Di saat yang sama, jadwal yang padat pasti tidak membuka ruang dan waktu UAS untuk membaca. Dari sini, malapetaka bermula. UAS berkata tanpa kontrol, bahkan sampai melukai hati orang lain.

Dalam status Facebook-nya, istri Kiai Ishom kelihatan amarahnya. Shally Widyasavitri Ishomuddin menilai UAS sebagai ustaz hoax, asal membuat masyarakat tertawa tanpa dasar.

“Ini adalah bukti ngustad hoax. Mungkin dia pikir orang semua percaya bualannya, asal orang tertawa menghina orangpun jadi. Pelawak nggak lucu,” tegas Shally Widyasavitri Ishomuddin dalam akun Facebooknya (17/03).

Dari sini, tidak ada klarifikasi dari pihak UAS. Seolah UAS memang membenarkan apa yang sudah dikatakan. Untung saja, Kiai Ishom memberikan tanggapan yang santai dan menyejukkan masyarakat, terkhusus istri tercintanya.

Kiai Ishom menegaskan bahwa kalau dirinya sudah haji, foto terkait haji Kiai Ishom justru ditampilkan banyak netizen. Nyata dan faktual. Klau terkait sunat, Kiai Ishom juga menegaskan yang mengetahui itu hanya istrinya saja. Jawaban yang sangat halus, menyejukkan semua orang. Tak ada kebencian dalam jawaban Kiai Ishom.

Terkait gelar doktor palsu, Kiai Ishom tidak menjawabnya. Tetapi, dalam berbagai acara resmi, jelas sekali kalau Kiai Ishom tak pernah mencantumkan gelar doktor. Dalam catatan resmi PBNU, Kiai Ishom tak bergelar doktor, berbeda dengan Kiai Said Aqil Siraj yang memang resmi sudah bergelar profesor dan doktor.

Dalam catatan resmi ketika menjadi saksi ahli di sidang Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Kiai Ishom menyebut dirinya dengan Ahmad Ngishomuddin, M. Ag., alias KH Ahmad Ishomuddin. Ini jawaban sangat jelas, karena ditulis dalam forum resmi pengadilan.

Kesantunan Berbangsa

Nilai-nilai luhur agama adalah salah satu pondasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Para ulama, kiai, ustaz, dan guru mempunyai tanggung jawab besar dalam menanamkan nilai-nilai luhur itu kepada semua masyarakat.

Para pendiri bangsa ini juga sadar betul dengan itu, sehingga sila pertama dalam Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Ini adalah konsensus kebangsaan yang dilahirkan para pendiri bangsa, termasuk di dalamnya para ulama yang diakui keulamaan dan komitmen kebangsaannya.

Dari sini, UAS seharusnya belajar. Gelarnya sebagai ustaz harus menjadikan UAS sebagai figur publik yang memberikan contoh kepada masyarakat, bukannya menyebarkan hoax yang menjadikan masyarakat gaduh dan saling fitnah. Bukankah dalam al-Qur’an, Surat al-Baqarah ayat 191, sudah ditegaskan bahwa “fitnah lebih kejam dari pembunuhan.”

Ia bahkan sangat berbeda dengan Kiai Ishom. Tuduhan UAS justru ditanggapi dengan santai dan menenangkan semua pihak, khususnya warga nahdliyyin. Karakter warga nahdliyyin itu sangat taat kepada para kiai. Apabila Kiai Ishom menunjukkan kemarahannya, jelas UAS bisa dilaporkan di kepolisian. Tapi ini bukan karakter para kiai NU. Mereka ingin membangun Indonesia, bukan merusak Indonesia.

Para kiai NU selalu berjuang untuk membuat bangsa dan negara ini sebagai negara yang santun dan berkeadaban. Kiai Ishom tampil sebagai teladan kesantunan berbangsa dan bernegara. Inilah nilai-nilai luhur dalam agama yang harus  dipahami UAS.

Menurut Yahya Cholil Staquf alias Gus Yaqut, Katib Aam Syuriah PBNU, Kiai Ishom sebenarnya belajar dari Gus Dur dan Kiai Said Aqil Siraj yang bertahun-tahun dihina orang, tapi sama sekali tak terganggu perasaannya dan bisa terus menikmati hidup dengan bahagia sentosa. Fitnah, olok-olok, dan caci-maki seolah-olah justru menjadi hiburan penyegar hari, pemanis kehidupan.

Pengakuan yang sama disampaikan anggota Ombudsman RI, Ahmad Suaedy, yang menyatakan bahwa Kiai Ishom adalah seorang kiai yang tegas dalam perjuangan gerakan pesantren antikorupsi. Kiai Ishom menjadi perumus utama argumen Islam pesantren tentang antikorupsi. Walau kiprahnya sangat besar, Kiai Ishom tetap rendah hati, tidak berbesar diri.

Banyak kaum muda NU yang menjadi saksi bahwa Kiai Ishom adalah kiai muda yang tegas menyampaikan kebenaran, santun bersikap, tidak sombong dengan segala kelebihan yang dimiliki, dan tidak silau dengan jabatan.

Dari sini, Kiai Ishom membuktikan dirinya sebagai Rais Syuriah PBNU. Bukan untuk gagah-gagahan, tetapi sebagai amanah yang diberikan para kiai sepuh kepadanya. Kiai Ishom sudah duduk di jajaran Syuriah PBNU sejak tahun 2010. Saat itu, Kiai Sahal Mahfudz (Rais Aam PBNU) memberikan kepercayaan Kiai Ishom masuk sebagai salah satu Rais Syuriah PBNU, dan Kiai Ishom adalah kiai termuda saat itu.

Pada tahun 2015, Kiai Ma’ruf Amin (Rais Aam PBNU yang menggantikan Kiai Mustofa Bisri atau Gus Mus), juga memberikan kepercayaan Kiai Ishom masuk jajaran Syuriah PBNU.

Mereka yang masuk jajaran Syuriah PBNU bukanlah sebatas kiai yang pandai saja, melainkan yang sudah teruji publik akhlaknya. Makanya, mereka insya Allah tidak akan goyah prinsipnya dalam berbangsa dan bernegara sebagaimana diwariskan para pendiri NU, khususnya Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari yang termaktub dalam Qonun Asasi.

Kolom terkait:

Ustaz Somad, Jangan Nodai Pendidikan Kami

Pak Ustadz, Kenapa Kau Ajarkan Korupsi?

Kaleidoskop 2017: Tahun Keprihatinan Beragama

Jangan Lihat Siapa Gus Mus, tapi Apanya!

Tentang Gus Mus, Quraish Shihab, dan Buya Syafii

Muhammadun As
Muhammadun As
Penulis, tinggal di Yogyakarta
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.