Sabtu, April 20, 2024

Islam Moderat: Indonesia, Arab Saudi, dan Turki

Syahirul Alim
Syahirul Alim
Magister Ilmu Politik Universitas Indonesia. Penulis lepas, pemerhati sosial, politik dan agama.

Istilah “Islam moderat” cukup membuat kening berkernyit. Sebab, istilah ini kadang bisa saja menjadi semacam “klaim kebahasaan” yang dipersepsikan berbeda-beda oleh setiap pihak yang menggunakannya. Entah mulai kapan istilah ini populer di kalangan masyarakat. Namun, yang jelas, Islam moderat tentu merepresentasikan sebuah fenomena sosial-keagamaan ketika mereka yang menganut cara pandang keberagamaan secara moderat cenderung tak bersikap fanatik, eksklusif, atau intoleran.

Intinya, sikap moderatisme Islam ditunjukkan dengan sikap keberagamaan yang “menghindari kekerasan/ekstrimisme” (to avoid the extreme). Dalam konteks ini, Islam moderat kemudian dianalogikan melalui sikap “jalan tengah” (tawasuth) tidak ekstrem dan tidak pula fanatik dalam merespons beragam isu modernitas.

Sikap “jalan tengah” yang kemudian disematkan pada model Islam moderat ternyata tidak bisa menjadi klaim satu pihak atau golongan tertentu. Sebab, hampir seluruh umat Muslim tentu enggan disebut kelompok radikal, ekstremis, atau “garis keras”. Semua kelompok dalam segmentasi umat Muslim tentu saja lebih suka disebut moderat, apa pun alasannya.

Walaupun ada sebagian kelompok yang distigmatisasi sebagai “garis keras”, mereka tetap mengaku sebagai pengusung paham moderatisme Islam. Sikap moderat ditunjukkan, misalnya, oleh penerimaannya atas perbedaan dalam hal kebiasaan atau tradisi peribadatan yang seringkali diaktualisasikan secara berbeda. Atau menjalankan praktik “amar ma’ruf nahi munkar” sebagai bagian dari sikap moderatismenya, selama tidak dilakukan dengan cara-cara kekerasan.

Saya justru berkeyakinan, Islam sejak kehadirannya tentu saja agama yang berwajah moderat, jauh dari berbagai anggapan ekstremisme atau mempertentangkan keyakinan atau agama lainnya. Islam memang agama baru, setelah berbagai agama lainnya lebih dulu hadir di tengah-tengah umat manusia. Penerimaan atas semua kepercayaan agama—termasuk Yahudi dan Nasrani—bahkan kewajiban agar beriman kepada seluruh kitab suci agama, para penyebar agamanya (nabi dan rasul) benar-benar memposisikan Islam sebagai agama yang “damai” karena dituntut untuk mempercayai kitab-kitab suci dan nabi-nabi sebelumnya. 

Bahkan kata “Islam” sendiri mengandung konotasi “kedamaian” (salam) atau “kepatuhan totalitas dirinya kepada Tuhan” (taslim). Ini artinya berislam adalah meretas jalan kedamaian dengan mengimani seluruh ajaran agama terdahulu, sebagai bentuk kepatuhan dirinya kepada Tuhan.

Kedatangan Islam dalam berbagai literatur sejarah disebut-sebut selalu menghadirkan citra damai, hampir tanpa kekerasan. Sejarah kehadiran Islam di Nusantara pun saya kira demikian, datang membawa kedamaian, berinteraksi dengan tradisi setempat, bahkan menyerap berbagai nilai-nilai budaya dan kearifan lokal yang jauh lebih dulu hadir sebelum Islam. Sejarah para Wali Songo yang fenomenal dipercaya oleh sebagian besar masyarakat sebagai tokoh-tokoh misionaris, yang jauh dari citra buruk, dalam menjalankan misi keagamaannya.

Wajah moderatisme Islam sesungguhnya sangat dirasakan di negeri ini, dianut oleh hampir seluruh mayoritas Muslim dan bisa dibuktikan oleh sedikitnya konflik sosial yang diakibatkan perselisihan agama. Cara pandang masyarakatnya yang menerima beragam perbedaan keyakinan sebagai sebuah kewajaran membawa keberadaan Islam di Nusantara jauh dari nuansa konflik sektarianisme atau ekstremisme keberagamaan.

Berbagai kelompok Muslim yang mewujud di Indonesia, hampir semuanya mengklaim mengusung nilai-nilai moderat, melalui kesadaran bersama atas pentingnya membangun dan mempererat persaudaraan sesama muslim (ukhuwah islamiyah), persaudaraan lintas-agama dalam wujud kebangsaan (ukhuwah wathaniyah), dan persaudaran antarumat manusia (ukhuwah basyariyah). Terminologi “ukhuwah” ini memang secara khusus diajukan oleh kelompok yang mengklaim dirinya sebagai “ahlussunnah wal jama’ah” yang juga diklaim oleh seluruh mayoritas Muslim Tanah Air.

Moderatisme Islam di Indonesia jelas datang dari sebuah kesadaran bersama dalam masyarakat Muslim, bukan atas desakan penguasa atau kelompok tertentu, walaupun tak bisa dipungkiri, belakangan tampak “riak-riak” konflik yang mengarah pada sektarianisme agama.

Itulah kenapa, jika ingin melihat lebih jauh soal moderatisme Islam, lihatlah Indonesia. Karena, tanpa harus mengajukan klaim atas kalangan tertentu sebagai kelompok moderat, Islam sudah sejak hadirnya merupakan agama yang mengusung nilai-nilai moderatisme.

Arab Saudi justru baru belakangan ini santer mengumandangkan Islam moderat setelah secara de facto Muhammad bin Salman diberi kekuasaan oleh ayahnya, Raja Salman bin Abdul Aziz. Dalam rangka mewujudkan visi 2030 Arab Saudi, Muhammad bin Salman membuat banyak gebrakan, termasuk janji dirinya untuk mengembalikan Arab ke pangkuan moderatisme Islam, setelah sekian lama dikuasai Wahabisme yang ultra-konservatif, kaku dalam selalu bertentangan dengan aspek modernitas.

Kami ingin kembali ke tempat kami sebelumnya, sebuah negara Islam moderat yang terbuka,” kata dia kepada Al-Jazeera. Islam moderat justru menjadi “alasan politik” Arab Saudi yang terkesan “dipaksakan” bukan atas dasar kesadaran bersama, setali tiga uang dengan visinya menjadikan “Arab modern” yang tidak lagi berpandangan konservatif dan tertutup.

Citra “tertutup” inilah yang kemudian menjadi alasan Muhammad bin Salman menyingkirkan beberapa ulama ekstrem—termasuk ulama-ulama Wahabi—digantikan oleh ulama-ulama beraliran Sunni yang dianggap lebih moderat. Itulah kenapa beberapa ulama yang dianggap berpaham “Wahabi” tiba-tiba menjadi “moderat” bahkan terkesan “liberal” dengan mengeluarkan fatwa yang cukup mencengangkan dunia Islam.

Ulama senior Majelis Ulama Arab Saudi, Shaikh Abdullah bin Sulaiman Al-Manea, misalnya, berfatwa bahwa umat Islam dapat beribadah atau menjalankan salat di Masjid Syiah atau Sufi dan di gereja atau bahkan di rumah ibadah Yahudi atau sinagoge. Menurutnya, Islam adalah agama yang mempromosikan toleransi dan kasih sayang, bukan intoleransi, kekerasan ataupun terorisme. Citra Islam moderat nampaknya baru dibangun oleh Arab Saudi, setelah sekian lama Islam Indonesia justru bergumul dengan praktik moderatisme.

Lain Arab Saudi, lain pula Turki yang menganggap “Islam moderat” hanyalah istilah asing yang digunakan dunia Barat untuk melemahkan ajaran asli agamanya. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan nampaknya “gerah” dengan istilah yang semakin populer setelah gebrakan yang dilakukan Arab Saudi melalui kebijakan Muhammad bin Salman.

Erdogan menganggap, tak ada istilah “Islam moderat”, karena istilah itu hanyalah persepsi negara-negara Barat untuk tujuan melemahkan Islam. Turki nampaknya tidak mau latah mempropagandakan Islam moderat. Sebab, sejak masa Mustafa Kemal Attaturk berkuasa, Turki memang sudah menjadi “moderat” bahkan “liberal”. Saya kira, Erdogan juga tak memiliki kepentingan apa pun atas reformasi besar-besaran Arab Saudi, kecuali kegalauannya akibat Arab Saudi memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar.

Bagi saya, ada benarnya juga ungkapan Erdogan yang menyebut istilah “moderat” yang disematkan kepada Islam adalah bentuk importasi kebahasaan yang diambil dari Barat. Ya, karena istilah “moderat” tentu saja bahasa asing yang tak dikenal di dunia Arab. Islam tentu saja lebih mengenal istilah “wasathiyyah” sebagai bentuk moderasi atau “jalan tengah”.

Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu (QS. Al-Baqarah:143).

Kolom terkait:

Islam dan Arab: Menimbang Pribumisasi Islam Gus Dur

Muhammadiyah dan Tantangan Islam Moderat

Jebolnya Bendungan Wahabisme

Menakar Nasib Buruk Demokrasi Turki

Menghadirkan Wajah Islam Yang Santun

Syahirul Alim
Syahirul Alim
Magister Ilmu Politik Universitas Indonesia. Penulis lepas, pemerhati sosial, politik dan agama.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.