Kamis, Maret 28, 2024

Bershalawat, Memohon Perantaraan Rasulullah [2]

Candra Malik
Candra Malik
Budayawan sufi yang bergiat di bidang kesusastraan, kesenian, kebudayaan, dan spiritualitas.

SYEKH Burhanuddin menerobos murid-muridnya yang duduk di pendapa. Di antara mereka, sepasang suami istri bersimpuh di depan pintu masuk rumah. Syekh mengucap salam, mereka pun menjawabnya.

Waktu berlalu. Selepas maghrib, syekh keluar rumah dan dua tamu itu masih bergeming. Seperti tak bergeser sedikit pun. Syekh mengucap salam, lalu pergi. Paginya, ketika syekh pulang, mereka ternyata masih di situ. “Apa yang kalian tunggu?” tanya syekh.

Bukannya menjawab, Heru dan Hera, nama pasutri ini, justru menubruk kaki Syekh Burhanuddin. Memohon diterima menjadi murid. “Oh, ya, ya. Sekarang pulanglah,” jawab syekh ringkas, lalu bergegas masuk rumah. Betapa lega Heru dan Hera. Sesudah bertahan di sana tiga hari, akhirnya permohonan mereka dikabulkan.

Pada murid-murid yang bergantian menemani di pendapa, Heru dan Hera berterima kasih. “Alhamdulillah, selama menunggu, kami tidak lepas dari shalawat,” kata Hera.

Beberapa saat sebelum keluar dari lingkungan rumah Syekh Burhanuddin, hujan turun deras. Hera sudah semakin cemas meninggalkan anak-anaknya di rumah hanya dengan pengasuh. Tanpa diduga, syekh keluar lagi dan berkata, ”Sudah, pulang sekarang.” Seketika itu pula, hujan berhenti dan berpamitanlah keduanya.

Sepeninggal Heru dan Hera, syekh duduk, melingkarlah para murid. Bersiap diwejang. “Jika bukan karena Welas Asih Allah, tidak kuterima mereka,” kata syekh.

Ia menuturkan betapa buruk masa lalu pasutri tadi. Tapi, berkat hidayah dari Allah, mereka digerakkan ke rumahnya untuk menemukan jalan pulang menuju Keridhaan Allah. “Seburuk-buruk awal yang buruk masih lebih buruk akhir yang buruk. Semoga kita terhindar dari su’ul khatimah dan diselamatkan Allah,” ucap Syekh Burhanuddin.

Sebagaimana murid-murid sebelumnya, sebagian ada yang diminta menetap di padepokan, sebagian lain boleh datang dan pergi.

Syekh mengingatkan betapa hidayah Allah adalah hak otoritas-Nya. Tidak ada manusia yang bisa mengambil alih itu. “Paham ini, tidak akan ada guru yang jumawa dalam mengajar, tidak akan ada murid yang kecil hati dalam belajar, tidak ada pendakwah yang merasa berjasa, tidak ada umat yang merasa terbebani harus membalas jasa. Ikhlas. Kuncinya: ikhlas,” kata syekh. Murid-murid masih tetap menunduk. Tidak ada yang berani menatap wajah syekh.

Sebagaimana setiap hal diciptakan berpasang-pasangan, syekh berkata, ikhlas pun tak sendiri. Ia berpasangan dengan ridha. “Ikhlas itu kerelaan melepas, ridha itu kerelaan memegang. Yang dilepas adalah kemelekatan pada selain Allah. Yang dipegang adalah Allah semata,” jelasnya. Allahu ahad, Allah Maha Esa. Selain Allah itu jamak, bersekutu, saling melekat karena tak mandiri. Allahu ‘s-shamad, Allah yang kepada-Nya segala sesuatu berpegang.

Bagaikan sepasang sayap, takkan bisa terbang jika tak sepasang. “Dzikir itu tidak hanya mengingat, tapi melupakan juga. Mengingat segala sesuatu yang membuat kita ingat kepada Allah dan melupakan segala sesuatu yang membuat kita lupa pada Allah,” lanjut syekh.

Tiap hal jika dirinci mempunyai pasangan, ternyata. “Nah, pasangan dzikir adalah pikir. Perasaan dan pikiran harus sinkron,” paparnya. Berpikir dengan akal, merasa dengan kalbu.

Syekh lantas menyebutkan beberapa pasang pasangan. Antara lain, wajib berpasangan dengan sunnah, sabar dengan syukur, niat dengan perbuatan, doa dengan usaha, dan seterusnya. “Jika berharap naik derajat di sisi Allah, bahkan dicintai-Nya, laksanakan yang wajib, sempurnakan dengan sunnah,” ungkapnya.

Iqbal, salah seorang santri, memberanikan diri bertanya. “Syekh, apakah yang jadi pasangan istighfar?” Seketika Syekh menjawab,” Shalawat!”

Allah ternyata tidak hanya menetapkan kewajiban pada makhluknya. Terhadap Diri-Nya sendiri, dan para malaikat, Allah menetapkan kewajiban bershalawat kepada Nabi. Dan, Dia perintahkan pula orang-orang beriman bershalawat. “Dengar baik-baik. Sesungguhnya, tak ada yang dijamin permohonannya akan dikabulkan oleh Allah kecuali Rasulullah SAW,” tegasnya. Selain haturan salam sejahtera kepada Kanjeng Nabi SAW, shalawat adalah pintu masuk doa kita.

Sebelum kiamat terjadi, sebelum hisab dimulai, sebelum kebaikan dibalas, dan bahkan sebelum dosa-dosa diampuni, kata Syekh Burhanuddin, Allah telah menetapkan rahmat-Nya kepada Nabi SAW, yang darinya menjelma syafaat.

Shalawat juga semacam alur tatakrama berhubungan dengan-Nya. “Berdoalah, memohon, hanya kepada Allah, dengan cara memohon kepada Rasulullah SAW, Sang Utusan Allah, untuk dimohonkan kepada Allah,” kata Syekh Burhanuddin.

Ya, memang Allah Maha Mendengar dan tiada yang luput dari pendengaran Allah, bahkan Allah berfirman dalam QS Al Mu’min: 60, ”Berdoalah, niscaya Aku kabulkan.” Namun, tidak setiap doa dikabulkan. Kata syekh, terkabulnya doa pun bukan karena faktor pendoa, bukan pula faktor doa, namun karena semata-mata faktor Pengabul Doa, yaitu Allah itu sendiri, Yang Maha Welas Asih dan Maha Memberi. “Oleh karena itu, tiap hal dari-Nya wajib kita syukuri,” pungkas Syekh Burhanuddin. (bersambung)

Kolom terkait:

Istighfar, Berlinang Kesalahan dan Basah oleh Dosa [1]

Belajar Malu dari Ulama Tawadhu (1)

Apa Keistimewaan Muhammad? [Refleksi Maulid Nabi SAW]

Mitos Seputar Biografi Nabi Muhammad [Renungan Maulid]

Nabi Menuntun Kita Ber-Isra’ Mi’raj

Candra Malik
Candra Malik
Budayawan sufi yang bergiat di bidang kesusastraan, kesenian, kebudayaan, dan spiritualitas.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.