Jalan politik Ridwan Kamil, akrab disapa Kang Emil, untuk menjadi orang nomor satu di DKI Jakarta tak semudah seperti lautan Ancol dilempari kerikil. Meski sudah digadang-gadang oleh beberapa partai politik sebagai salah seorang bakal calon gubernur Jakarta, jalan politik Ridwan Kamil sepertinya agak sulit lancar, bakal banyak onak dan kerikil.
Hamputen Kang Emil, iklim politik Bandung tentulah berbeda jauh dengan suhu politik Jakarta. Rasa-rasanya setahun menjelang Pemilihan Gubernur DKI Jakarta, pertarungan politik di Jakarta syiarnya sudah seperti pertarungan Pemilihan Presiden 2019
Lihatlah, kehebohan dan kegalauan politik di jagat media saat ini tentang sosok-sosok yang berani menantang Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Hemm… rasa-rasa politik antara pemilihan presiden dan pemilihan gubernur DKI Jakarta kayaknya sama. Nah, Kang Emil, siap dan beranikah melawan Ahok, dan jika jadi berhadapan dengan Yusril Ihza Mahendra?
Melihat perjalanan politik Kang Emil, kemunculannya ke panggung politik Tanah Air memang unik. Entah tiba-tiba atau tidak, Kang Emil menarik dan menyedot perhatian publik setelah mampu menang melawan 7 pasangan dalam Pemilihan Wali Kota Bandung pada 2013. Mungkin sekali beruntunglah Kang Emil, pesaing beratnya adalah mantan wali kota Bandung yang saat itu tengah hilir-mudik menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi.
Di samping itu, Kang Emil terbilang sosok yang segar, kreatif, dan bersih. Di bawah kepemimpinannya kini, Bandung menjadi kota yang cukup punya banyak prestasi. Dulu, saat kampanye, cara dan gaya kampanye Kang Emil tidak biasa, kalau tidak berlebihan disebut luar biasa. Kang Emil dan pasanganya menyajikan kampanye dengan memanfaatkan media daring. Yakni mirip, kalau tidak mau dikatakan meniru, cara kampanye yang dipraktikkan sebelumnya oleh pasangan Jokowi-Ahok dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2012 (atau jangan-jangan tim suksesnya sama, entah).
Kampanye Kang Emil masif menggunakan media sosial bermacam platform: Twitter, Facebook, Youtube, blog, Google+, Path, dan lain sebagainya. Ya, Kota Bandung adalah salah satu kota pengguna media sosial paling aktif, terutama Twitter. Saat itu pengguna Twitter di Bandung adalah nomor 4 teraktif di dunia. Sekarang sepertinya berbeda.
Kemasan kampanye digital Kang Emil waktu itu mampu menyinergikan dan mengintegrasikan semua platform media daring. Termasuk konten kampanye yang elok, interaktif, melibatkan figur publik, dan gaya grafis-grafisan, ya barangkali mirip-miriplah dengan kampanye Jokowi-Ahok.
Tapi Kang Emil, sekali lagi, DKI Jakarta bukanlah Bandung. Memang kerikil itu kecil, tapi kecilnya kerikil tetap saja bisa menjadi sandungan dan hambatan untuk menaikkan perjalanan karir politik seorang Ridwan Kamil.
Selain Ahok yang katenye sudah mendapat “restu” dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Nasional Demokrat (NasDem), saingan berat Kamil adalah Yusril. Hal itu apabila nyali Yusril memang tak kecil. Bukan sekadar mentang-mentang saudaranya di Belitung sana menang melawan saudara Ahok, maka Yusril yakin menang. Belum tentu, loh.
Namenye juge politik. Seperti kate orang Betawi, “Ente jual, Ane beli!”