Selasa pagi 12 April. Dua belas ambulans diberangkatkan ke Pulau Nusakambangan melalui Dermaga Wijayapura Cilacap, Jawa Tengah. Sembilan ambulans membawa peti jenazah. Ambulans Dinas Kesehatan Cilacap itu menyeberang ke Nusakambangan pada pukul 09.25.
Rabu pagi 13 April sembilan ambulans tiba kembali di Wijayapura dari Dermaga Sodong Nusa Kambangan. Jasad para terpidana mati yang belum lama dieksekusi itu dibawa dua kelompok penyeberangan. Kelompok pertama tiba pukul 04.50 terdiri atas enam ambulans, salah satunya tidak membawa peti jenazah. Kelompok kedua hanya tiga ambulans.
Kelompok pertama membawa jasad Myuran Sukumaran (ambulans nomor 1), Andrew Chan (2), Martin Anderson (4), Silvester Obiekwe Nwaolise (6), dan Rodrigo Gularte (7). Ambulans nomor 3 kosong. Semula untuk membawa jasad Mary Jane Fiesta Veloso yang ditunda eksekusinya.
Tiga ambulans kelompok kedua membawa jasad Raheem Agbaje Salami (ambulans nomor 5), Okwudili Oyatanze (8), dan Zainal Abidin (9).
Tujuh terpidana mati warga asing dan satu warga Indonesia itu disebut digiring berjalan menghadapi regu tembak yang telah bersiap-siap dengan senjata laras panjang.
“Mereka menolak ditutup matanya dan memilih berdiri tegak, sambil menyanyikan lagu Amazing Grace di tengah hutan itu,” tutur seorang saksi mata di lokasi eksekusi, seperti dikutip AFP.
Lewat tengah malam, delapan orang itu serentak roboh diterjang peluru.
“Ketika mereka dibawa keluar ke tiang kayu untuk dieksekusi, mereka terus menyanyi. Kami menunggu di tenda tidak jauh dari situ,” kata rohaniwan Charlie Burrows.
Sekelompok pendukung yang menunggu di kejauhan terus menyanyikan lagu-lagu pujian sembari menangis. Mereka membawa lilin-lilin besar. Para anggota keluarga yang juga hadir tampak menangis. Nama-nama terpidana yang dieksekusi mati dibacakan satu per satu.
Jaksa Agung HM Prasetyo menilai pelaksanaan eksekusi hukuman mati itu lebih baik, lebih tertib, dan lebih sempurna daripada ekesekusi tahap pertama pada Januari lalu.
Menurut Prasetyo, eksekusi dilaksanakan secara serentak pada pukul 00.35 di hadapan delapan regu tembak, masing-masing terdiri atas 13 personel dan satu komandan.
“Dinyatakan meninggal 30 menit kemudian. Semuanya berhasil dan tidak ada yang meleset,” kata Prasetyo, usai mengunjungi lokasi eksekusi di Lapangan Tembak Tunggal Panaluan, Nusakambangan, didampingi Kapolri Jenderal Badrodin Haiti.
Hukum telah ditegakkan. Bumi sudah dibersihkan.
Kejaksaan Agung sebelumnya merilis 10 nama terpidana mati yang masuk daftar eksekusi tahap kedua. Namun, menjelang pelaksanaan eksekusi, Kepala Pusat Penerangan Umum Kejaksaan Agung Tony Tribagus Spontana menyatakan terpidana mati asal Prancis Serge Areski Atlaoui ditarik dari daftar. Serge menggugat penolakan grasi oleh Presiden Joko Widodo ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
Sedangkan eksekusi terpidana mati asal Filipina Mary Jane ditunda karena perekrutnya telah menyerahkan diri pada Kepolisian Kota Cabanatuan, Filipina, dan menyebut Mary Jane tidak bersalah. Presiden Filipina Benigno Aquino II juga mengimbau Presiden Jokowi untuk membatalkan eksekusi itu karena kesaksiannya dibutuhkan untuk mengungkap jaringan sindikat narkoba.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia sejak awal juga menolak eksekusi Mary Jane, karena proses persidangan perempuan kelahiran 1985 itu tak mencerminkan keadilan. Selain tidak didampingi kuasa hukum, penerjemah bahasa untuk Mary Jane juga tak memenuhi persyaratan sebagai ahli bahasa.
“Pengadilan di Indonesia belum bisa menjamin keadilan sehingga penerapan hukuman mati belum pantas dilaksanakan,” kata anggota Komnas HAM Siti Noor Laila.
Selain itu, konsep pemidanaan sesungguhnya adalah membina, bukan memusnahkan seseorang. Konsep itu memberikan kesempatan untuk berubah.
“Kalau yang diterapkan pemerintah saat ini kan konsep zaman kolonial, yaitu konsep balas dendam,” kata Laila.
Hukum sudah ditegakkan. Dendam telah terbalaskan.